Mohon tunggu...
Fidia Wati
Fidia Wati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cerita khas emak emak http://omahfidia.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tanggapan Artikel "Tulisan Saya Bagus, Tolong Jangan dijadikan Headline"

26 Juli 2015   19:49 Diperbarui: 26 Juli 2015   19:56 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, ada tulisan bagus di Kompasiana yang berjudul tulisan saya bagus tolong jangan di jadikan headline yang di tulis oleh Mas Robby gandamana. Saya suka gaya tulisannya renyah dan ceplas ceplos.

Saya membacanya dengan tuntas, sayangnya mata saya rada kelilipan ketika membaca kata-kata “Jianc*k dan t*ek kabeh”. Sebagai orang Jember menurut Saya kata-kata itu termasuk kasar karena kata kata tersebut ditempat kami sering di gunakan sebagai umpatan atau ungkapan kejengkelan meskipun ada yang menggunakannya sebagai guyonan antar sesama teman.

Sayangnya Mas dan mbak ngademin tidak memperhatikan hal itu. Tulisan tersebut malah terpampang sebagai tulisan pada rating tertinggi. Saya punya pengalaman tidak mengenakkan dan masih saya ingat sampai sekarang.

Waktu Saya kelas 3 SD, Abah pernah menampar Saya gegara saya meniru bicara tetangga saya yang suka mengumpat dengan kata kata itu. Pipi saya memerah.Tentu saja Saya menangis kesakitan, tumben sekali Abah memperlakukan saya seperti itu. Setelah tangisan saya reda, barulah Abah menjelaskan kenapa beliau melakukan itu. Karena Abah tidak suka mendengar anaknya berkata kasar. Abah menampar saya sebagai wujud cinta kasih supaya saya selalu ingat kejadian hari itu.

“Nak,tirulah yang baik baik, yang buruk sebaiknya ditinggalkan” nasehat Abah saya.

Terbukti semenjak itu saya dan kakak tidak pernah mengulanginya lagi. Pelajaran masa kecil itu, terbawa sampai sekarang. Dimana saya sangat menjaga supaya anak saya tidak terkontaminasi ikut-ikutan berkata kasar. Suami pernah saya tegur juga sewaktu beliau kesal kepada temannya dan menggunakan kata umpatan tersebut pas anak saya duduk disampingnya. Sering saya ingatkan kepada anak saya jangan pernah mendengarkan apalagi meniru,khawatirnya dia melakukannya dengan teman-temannya. Karena jujur saya tidak dapat mengawasi anak saya 24 jam.

Ia kalau temannya suka mendengarnya, kalau enggak. Malah jadi tersinggung dan panjang ceritanya nanti. Lebih baik saya tanamkan kebaikan saja. Cukuplah kita tahu kata kata tersebut sebagai tambahan vocabulary,tanpa pernah menyebutkannya.

Bukan hanya kepada anak saya, namun pada anak-anak yang bermain di tempat usaha kami. Saya tanamkan juga jangan sampai mereka berkata kasar/kotor. Nggak mudah karena mereka biasa sekali mengucapkannya. Mereka selalu kami ingatkan. Tentunya dengan pendekatan yang humanis sambil guyon. Syukurlah sekarang kebiasaan tersebut mulai berkurang, anak-anak mulai saling mengingatkan apabila temannya berkata kasar. Tak segan mereka melapor ke saya, contohnya “tante, Si A berkata kasar tuh”. Akhirnya saya dekati anak tersebut. Lucu juga anak-anak.

Ya sudah gitu aja..sambung besok kalo sempat. Selamat malam.

sumber foto pinterest.com

Note:

Walaupun sama sama dari Jawa timur, Bahasa seperti itu tidak pas tayang di Kompasiana. Yang isinyaberbagai suku di nusantara dan dibaca berbagai kalangan dengan berbagai latar belakang. Semoga saja mas dan mbak ngademin lebih bijaksana menempatkan sebuah artikel. Salam hangat selalu

Fidia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun