Sampai akhirnya Ibu menjadi TKW di Arab Saudi. Aku ingat saat itu,bagaimana hatiku dan kakak hancur ketika ibu berpamitan pada kami anak-anaknya. Simbah kakung sangat marah, beliau tidak setuju. Namun ibu masih bersikeras,sedangkan ayah sudah tak bisa menahannya lagi. Tekad ibu sudah bulat ingin merubah nasibnya
Ramadhan dan Lebaran adalah waktu yang berat bagi kami. Dimana Aku suka menangis diam diam, ketika melihat anak-anak bisa bermanja –manja dan pamer baju baru yang baru dibeli dengan ibu mereka. Sedangkan aku tak bisa. Ingin sekali kutanyakan pada Ayah,kapan ibu pulang dan berkumpul bersama kami? Namun pertanyaan itu hanya sampai di kerongkongan, ketika melihat kesedihan dimata Ayah. Akhirnya kesedihan itu ku telan sendiri sampai 11 tahun kemudian tanpa kehadiran sosok Ibu. Sampai aku merasa hambar akan cinta ibu.
Salahkah aku bila aku tak merasakan cintanya. Ketika orang lain memuja-muja ibunya, Aku malah memuja Ayahku, berlembar lembar bisa kutulis surat cinta untuknya,namun untuk ibu tanganku kaku.
Aku tak pernah membenci Ibuku, meskipun Beliau sudah memberikan ruang hampa pada sebagian hidupku. Aku tetap menghormatinya. Karena aku sadar. Karena sikap baik beliaulah aku ada di muka bumi ini dan bisa menghirup segarnya udara pagi serta indahnya bunga-bunga ditaman.
***
Ramadhan sebentar lagi usai. Aku ikhlas melepas rasa kecewa masa lalu pada Ibu, kuterbangkan bersama awan dan kuambil rasa cinta yang kupungut dari serpihan serpihan nisan Ayah. Dadaku lega,aku bahagia bisa memberikan rasa cinta pada Ibuku. Ibu yang akan kulindungi dan kukasihi, karena aku ingin RIDHO-NYA.
Seperti yang diceritakan oleh Eliana, seorang anak mantan TKW
Â
 sumber foto www.wordsonimages.com
Â
Â