Raganya...
Seperti aroma teh yang belum sempat habis kucium aromanya
Pergi begitu saja...
Dan rumitnya,aku begitu hafal kemana ia akan melakukan kegiatannya
Jika di sepanjang waktu raganya menciptakan ruang yang tak sedikitpun dapat disinggahi raga lainnya
Ruang itu bercerita tentang raga yang bertahan walaupun banyak raga lainnya memilih untuk pergi
Di sebelah ruang tamu miliknya, terdapat ruang sederhanaÂ
Disinilah raga miliknya pernah singgah
Di pojok kanan sana...
Tak ada lagi raga yang duduk santai sembari bersandar
Aku tak melihat lagi raga yang suka duduk tertunduk sembari asik bercengkrama dengan kertas kesayangannya
Kertas putih, pensil tumpul yang setiap pekannya menjadi teman bercengkrama dirinya