Mohon tunggu...
Fidella Raras
Fidella Raras Mohon Tunggu... Desainer - Pribadi

Le vent se levé il faut tenter de vivre

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gembira Loka: Simbolisme Keegoisan Manusia Modern

27 November 2019   19:28 Diperbarui: 27 November 2019   19:40 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dibalik kebun binatang (Gembira Loka) yang "menggembirakan", ternyata terdapat fakta tidak menggembirakan. Seperti contoh kasus pada Juni 2015-2016 lalu, 5 harimau di kebun binatang Gembira Loka mengalami kekurangan nutrisi dan menjadi kurus akibat dana untuk jatah makan harimau digelapkan oleh pengelola gizi hewan di Gembira Loka.

Selain itu, pada Gembira Loka terdapat pula wahana gajah tunggang. Tentu menyenangkan bagi anak-anak dan bahkan orang dewasa sekalipun untuk mendapat pengalaman yang tidak dapat dirasakan setiap harinya, tapi taukah Anda menunggangi gajah bisa mengakibatkan cedera pada tulang punggung gajah? Hal ini disebabkan karena tulang punggung gajah dibangun dari tonjolan tulang-tulang tajam yang hanya dilapisi jaringan tipis. Cedera yang terjadi pada punggung gajah dapat mengganggu kenyamanan dan tentunya kesehatan gajah itu sendiri. 

Apalagi, jika gajah ditunggangi dengan menggunakan pelana. Karena fungsi pelana yang digunakan membantu pengunjung untuk duduk, bisa memperbesar kemungkinan cedera pada tulang punggung gajah. Fenomena ini bisa kita kaitkan dengan Triadik Sosiologi desain Versi Bapak Agus Sahari yang mengaitkan antara Sistem Nilai yang berlaku di Gembira Loka dimana hewan sebagai objek desain dikapitalisasi secara berlebih oleh manusia yang apabila kita tarik ke dalam teori Triadik Dr. Sumbo Tinarbuko, Sosiologi desain yang terbangun di Kebun Binatang Gembira Loka tadi membentuk budaya kreatif dari pihak pengelola untuk terus membuat berbagai terobosan yang menguntungkan pihak pengelola melalui eksploitasi yang berakhir dengan terbentuknya pembangunan di wilayah Gembira Loka.

Potret kurangnya standarisasi dalam perawatan hewan, bisa dilihat dari cara pemberian makan
Potret kurangnya standarisasi dalam perawatan hewan, bisa dilihat dari cara pemberian makan

Seperti contoh di kebun binatang Gembira Loka pada waktu tertentu diselenggarakan acara yang menggunakan pengeras suara seperti konser musik dangdut, lomba kicau burung, atau lomba gambar anak. Tapi apakah hal demikian layak dilakukan di tempat yang penuh satwa? Apakah kita mempertimbangkan kenyamanan satwa? Bukan hal mustahil bagi hewan untuk merasa stress akibat suara-suara yang terlalu keras, bahkan terlalu banyak dikunjungi dan disentuh manusia. 

Saat berkunjung pun kami sempat mendapati kucing hutan yang menggeram pada kerumunan pengunjung dari balik kandang berlapis kaca, juga harimau yang mondar-mandir sambal mengaum tidak nyaman.

Kucing Hutan mengaum karena tidak nyaman
Kucing Hutan mengaum karena tidak nyaman

Pemanfaatan binatang sebagai objek kegembiraan masyarakat memang meningkatkan ekonomi dan wisata. Binatang-binatang yang ada di kebun binatang juga dilindungi dan lebih terjamin secara teknis daripada berada di alam liar yang saat ini kondisinya sudah tidak sekondusif dahulu. Perburuan hewan di alam liar dapat ditanggulangi dengan cara menangkarkan hewan-hewan yang terancam punah.  Melindungi dan merawat satwa adalah bentuk konsekuensi dan pertanggung jawaban manusia atas dosa pada alam.

Namun apakah kapitalisasi binatang di kebun binatang menjadi sah dilakukan? Lagi-lagi demi memenuhi kebutuhan hidup manusia; meningkatkan perekonomian dan sebagai hiburan manusia; ada harga yang harus dibayar.

Dosa kita sebagai manusia, terkhususnya pekerja kreatif sudah amat banyak. Meramu "kebohongan" menjadi euphoria serta kegembiraan untuk dijual. Mempersuasi masyarakat untuk mempercayai suatu informasi atau iklan menjadi tugas desainer grafis. Entah itu fakta atau hanya dilebih-lebihkan demi kepentingan penjenamaan atau branding.

Kebun binatang dengan tujuan awal melindungi dan merawat satwa kini beralih fungsi menjadi objek kreatif yang dimanipulasi industri kapitalis dengan cara memanfaatkan daya tarik satwa. Kebenaran ini harus kita terima dan tidak boleh diabaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun