Menyeberangi sungai dengan seutas tali sling menjadi perjuangan berat petani di Jorong Lompek, Nagari Halaban, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Sumatera Barat setiap hari. Tidak ada pilihan lain, risiko terjatuh dan hanyut terbawa arus sungai menjadi bahaya yang selalu mengintai.
Gemuruh air di sela-sela bebatuan berukuran besar di dalam aliran sungai Batang Sinama, membuat bulu kuduk bergidik. Betapa tidak, arus sungai yang deras siap mengahanyutkan apa saja.
Sementara petani di daerah yang berada di sudut paling selatan Kabupaten Limapuluh Kota itu, seakan tak berpikir panjang soal risiko yang dihadapinya saat melintas di atas tali sling sebagai jembatan.
Ukuran tali yang lebih kecil dari telapak kaki menjadi pijakan sepanjang bentangan sungai dengan lebar aliran sekitar 70 meter tersebut. Pengamanya hanya rajutan kawat yang ukurannya lebih kecil dari jari kelingking orang dewasa sebagai pegangan.
Sementara tali sling berdiameter satu inci tersebut, diikatkan pada batu besar dan kayu di kedua sisi sungai. jauh dari standar keamanan petani tak punya pilihan lain selain berharap agar jembatan permanen yang lebih representatif segera dibangun.
Di bawah jembatan tali atau yang biasa disebut warga setempat dengan nama titian penyeberangan tersebut, terdapat aliran Sungai Batang Sinama yang arusnya cukup deras lengkap dengan batu-batu besarnya. Jarak tali sling kepermukaan air berjarak sekitar belasan meter.
Artinya jika sempat terjatuh ke aliran sungai, dipastikan akan hanyut terbawa arus atau jika terjatuh ke atas bebatuan, rasanya akan sulit selamat akibat terempas dari ketinggian jembatan hingga belasan meter itu.
Namun petani tak punya pilihan lain untuk menyeberangi sungai menuju perkebunan karet dan gambir mereka. Permukiman penduduk dengan lahan perkebunan di Bukit Cubadak harus dicapai dengan menyeberangi sungai.
Sehingga setiap hari petani harus melintasinya untuk pergi dan pulang dari berkebun. Tidak peduli perempuan ataupun orang tua, semua yang ingin kekebun harus meniti tali menyeberangi sungai.
"Mambao pupuak ka ladang harus dijujuang manyubarang nak (jika harus memupuk tanaman karet atau gambir, ya harus dipikul di atas kepala sembari menyeberangi titian jembatan)," ungkap Khairuzal Datuak Tunggang (69), petani pemilik kebun karet di Bukik Cubadak, Jorong Lompek, Rabu (21/2) siang.
Tidak satu dua petani yang menggunakan jembatan tersebut, sebab hampir sebagian besar petani di Jorong Lompek memiliki perkebunan di Bukik Cubadak. Bukik Cubadak menjadi lahan utama perkebunan warga di daerah penghasil karet Lareh Sago Halaban.
"Sulitnya menyeberangi sungai saat membawa beban, karet atau saat membawa pupuk ke kebun. Sebab membutuhkan keseimbangan ekstra dengan satu tangan memegang beban di kepala dan satunya lagi berpegangan pada tali pengaman di sisi titian," tambah Khairuzal.
Titian tali sling yang dibuat swadaya oleh pemilik kebun di seberang Bukik Cubadak, sudah berumur cukup lama. Namun setiap sling berkarat dan rusak akan diganti dan diperbaharui." Setiap kali ada kerusakan kami pemilik kebun mengganti sling dan memasangnya kembali," tambah Kairuzal.Â
Perbukitan yang memanjang dengan lahan perkebunan warga di lereng dan puncak perbukitan itu, membuat harus banyak jembatan penyeberangan. Setidaknya ada lima jembatan titian tali sling di Jorong Lompek dengan kondisi dan menyeberangi sungai yang sama.
"Di bagian hulu sungai dan di sebelah hilir sungai juga ada titian sling ini. Sebab itulah cara paling mudah untuk menyeberangi sungai dengan bentangan yang luas ini," sebut warga Jorong lompek lainnya, Pintos (40).
Jika jembatan representatif untuk sekadar bisa dilewati kendaraan roda dua saja, petani yakin akses ekonomi bagi masyarakat petani akan meningkat signifikan. "Cukup satu saja jembatan yang bisa dilewati kendaraan roda dua, akan sangat membantu," tambah pria yang biasa disapa Anto ini.
Sebelumnya Pemerintah Nagari Halaban di bawah pimpinan Walinagari, Hamdan, hingga saat ini dipimpin Fahrurozi, jalan menuju pinggir jembatan sudah dibangun. Jalan rabat beton dengan dua jalur kendaraan roda empat, sudah dibangun Pemnag Halaban hingga mendekati pinggiran sungai.
"Jalan sudah kita mulai membangunnya, mobil sudah bisa menjangkau hingga ke pinggiran sungai. Ke depan kita berharap ada perhatian pemerintah untuk membangunkan jembatan," harap Fahrurozi.
Warga sangat yakin, pembangunan jembatan akan mampu menggeliatkan ekonomi masyarakat Jorong Lompek."Jika jembatan berhasil dibangun, kami sangat yakin dalam satu hari saja usai jembatan dibangun ekonomi masyarakat akan langsung berubah di Jorong Lompek," sebut Khairuzal Datuak Tunggang saking berharapnya sembari bercanda.
Warga lainnya, Nurjati (55), sangat berharap kepada anggota dewan yang duduk mewakili rakyat di DPRD menyampaikan aspirasi masyarakat untuk bisa mendapatkan pembangunan jembatan. "Harapan kita DPRD dan Pemkab Limapuluh Kota segera merealisasikan pembangunan jembatan untuk petani di Lompek ini," harapnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD Limapuluh Kota, Sastri Andiko Datuak Putiah sebagai anak Nagari Lareh Sago Halaban, sangat prihatin. Hanya saja menurutnya prioritas pembangunan dari pinggir yang disuarakan pemerintah belum merata dengan baik.
"Di situlah kelemahan kita saat ini, pemerataan pembangunan, prioritas pembangunan dari pinggiran belum terwujud dengan baik. Namun kita tetap akan berupaya mendorong Pemerintah Daerah untuk memperhatikan kodisi hingga ke sudut nagari," ungkap Sastri Andiko.(***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H