Thalassemia dibagi menjadi 3 jenis yaitu Thalassemia Mayor, Thalassemia Intermedia dan Thalassemia Minor (pembawa sifat yang tidak memerlukan tranfusi). Individu yang membawa sifat thalassemia (thalasemia minor) tampak normal (sehat), sebab masih mempunyai satu belah gen yang dapat berfungsi dengan baik.Â
Seorang pembawa sifat thalassemia (thalassemia minor) jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia mayor. Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Jadi untuk lebih mudahnya, misalnya apabila si kumbang (pembawa sifat thalasemia) menikah dengan si mawar (pembawa sifat thalasemia), maka kemungkinan besar anak dari pasangan tersebut akan mengalami thalasemia.
Ciri-ciri penyakit thalassemia mayor umumnya akan muncul sebelum penderita berumur dua tahun. Kemudian ciri-ciri penyakit thalasemia mayor yaitu anemia berat, kepucatan, sering infeksi, nafsu makan yang buruk, kegagalan perkembangan, penyakit kuning yang muncul di kulit hingga mata, dan pembesaran organ khususnya di bagian limpa akibat semakin sering tranfusi darah. Pengobatan utama penyakit ini ialah pemberian transfusi darah guna mempertahankan kadar hemoglobin di atas 10 g/dl. Transfusi darah bukan hanya dilakukan sekali atau dua kali, akan tetapi penyintas yang mengalami thalassemia bisa jadi harus melakukan transfusi darah seumur hidupnya setiap waktu tergantung kondisi tubuhnya).
Tranfusi darah bagi penderita thalasemia bisa dikatakan sebagai bomerang. Transfusi secara berulang inilah yang memunculkan permasalahan baru, salah satunya meningkatnya kadar zat besi dalam darah. Penumpukan kadar zat besi ini mengakibatkan terganggunya fungsi hati, jantung, kulit, kelenjar endokrin dan lain sebagainya. Penimbunan zat besi dapat dikurangi dengan pemberian obat kelasi besi yang diberikan setiap hari seumur hidupnya. Â Obat kelasi besi ini ada 3 ragam jenis obatnya yaitu Deferiprone, Deferoxamine dan Deferasirox. Deferoxamine diberikan melalui pompa suntikan (syringe-pump) yang digunakan untuk mengurangi kadar zat besi dalam tubuh penyintas thalassemia, lalu untuk Deferiprone yang langsung bisa diminum berbentuk tablet atau Deferasirox yang dilarutkan ke dalam air.
Mengapa thalasemia disebut sebagai salah satu penyakit "mahal"? karena memang biaya yang dikeluarkan untuk melakukan transfusi darah, biaya rumah sakit dan biaya untuk pembelian obat kelasi besi ini tidaklah murah. Hingga muncul cuitan "Yang kaya bisa menjadi miskin, apalagi yang miskin?".  Dari sini kita bisa mulai menyimpulkan apakah penyakit ini memang bisa dijuluki sebagai penyakit mahal. Setidaknya dengan adanya BPJS para penyintas thalassemia bisa terbantu dari segi pembiayaan. Namun yang menjadi pertanyaan mau sampai kapan negara menanggung ini semuanya hanya untuk pengobatannya saja. Bukankah mencegah lebih baik dari mengobati, kalau masih bisa dicegah mengapa  saat ini negara tidak memulai untuk membuat program pencegahan skrining thalassemia secara nasional?
Sekedar flashback pada tahun 2004, Prof. Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K) beliau merupakan Dokter Spesialis Anak Penyakit Dalam Thalassemia. Ketika itu beliau sedang memeriksa saya dan mengatakan limpa saya sudah besar (splenomegali) jadi saat itu harus segera dilakukan operasi besar pengangkatan limpa (splenektomi) tetapi saat ini operasi pengangkatan limpa sudah bukan opsi prioritas karena dinilai para dokter bukan solusi yang tepat karena jika sudah dilakukan splenektomi para penyintas thalassemia harus lebih hati-hati dalam menjaga tubuhnya dan rentan drop karena sudah tidak adanya organ limpa ditubuhnya.
Saat itu saya lagi-lagi mendapat cobaan berat, tapi apa boleh buat setelah dirundingkan oleh keluarga dan dokter dengan baik-baik akhirnya saya dan keluarga memutuskan untuk melakukan operasi pada tahun 2004 dan alhamdulillah operasi berjalan lancar walau sempat mengalami masalah di operasi pertama saya adanya pendarahan (blooding) tapi beruntungnya masalah itu sudah ditangani dengan baik oleh dokter bedah di RSUPN Cipto Mangunkusumo.Â
Setelah operasi keadaan saya menjadi lebih membaik dari sebelumnya yang tadinya saya transfusi darah setiap 1-2 minggu sekali, setelah operasi tersebut saya transfusi menjadi 3 minggu sampai 1 bulan sekali. Tetapi kondisi badan harus tetap dijaga agar tidak mudah drop karena kekebalan tubuh saya sedikit berkurang dikarenakan operasi tersebut dan juga tidak lupa setiap harinya selalu melakukan terapi obat kelasi besi untuk pembuangan zat besi agar zat besi tidak semakin menumpuk dibadan setelah habis melakukan transfusi darah dan juga untuk menghindari berbagai komplikasi akibat terlalu sering melakukan tranfusi darah.
Setelah mengalami pengalaman tersebut, saya harus tetap semangat menghadapi cobaan hidup yang sangat roller coaster penuh dengan ketidakpastian dan sering sekali saya mengalami beban mental batin yang sangat berat yaitu saat masa-masa sekolah bersama teman-teman sekolah yang sering mendapat perundungan (pembullyan) karena saya sakit Thalassemia dan badan saya yang sangat kurus di masa sekolah. Saya sering tidak sekolah karena harus bolak-balik ke rumah sakit untuk tranfusi darah ditambah beban batin hidup yang cukup besar, tetapi guru dan orang tua saya terus menyemangati saya sehingga saya tidak menghiraukan teman-teman lain yang melakukan pembullyan sampai akhirnya saya dapat selesai pendidikan dengan baik sampai kuliah dan dapat bekerja sampai saat ini.
Saat ini saya telah menyelesaikan pendidikan hingga kuliah di perguruan tinggi. Saya kuliah di salah satu perguruan tinggi hingga selesai dengan tepat waktu bahkan lebih cepat dari jadwal semestinya dikarenakan saya cepat mengerjakan tugas akhir saya yang hanya 3 bulan. Saya kuliah tepatnya di Politeknik LP3I Jakarta, Jurusan Informatika Komputer selama 3 tahun dan alhamdulillah saya lulus dan wisuda pada September tahun 2015. Saat ini saya telah bekerja selama kurang lebih 6 tahun di daerah Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebagai content creator Sandiaga Salahuddin Uno dari Januari tahun 2016.Â