Culture Jamming
Culture jamming adalah salah satu bentuk dari representasi politik posmodern yang merupakan praktik yang merusak pesan dari media massa, terutama iklan, melalui artistik satir. Budaya ini berusaha untuk melawan konsumerisme dengan merombak logo, pernyataan fashion dan gambar produk guna menaikan kepedulian tentang konsumerisme, kerusakan lingkungan dan praktik sosial yang tidak setara. Culture Jamming bertujuan untuk mengacaukan intrumen teknobudaya yang menghasilkan sebuah kesepakatan melalui penggunaan simbol. Upaya yang dilakukan berupa perusakan semiotika media dengan mengubah pesan menjadi anti-pesannya sendiri (Barker & Jane, 2016, h. 241).
Kita akan kembali membahas tentang gambar yang diawal sudah ditampilkan dan juga gambar diatas. Gambar-gambar tersebut adalah contoh dari culture jamming dimana adanya upaya untuk melawan budaya konsumerisme untuk meningkatkan kepedulian dalam hal praktik sosial. Dalam kasus ini, budaya konsumerisme yang disinggung adalah konsumerisme terhadap sosial media. Di zaman sekarang, masyarakat tidak dapat dilepaskan dari sosial media. Bahkan segala hal terkesan harus 'dilaporkan' dalam sosial media, termasuk dalam hal berdoa. Kita tidak dapat mengetahui maksud dari pembuat "doa" dalam sosial media tersebut.Â
Namun, sebagai pengamat, terkadang saya merasa bahwa terdapat maksud terselubung yang disampaikan oleh si peng-uploud "doa" tersebut. Mungkin seperti niatan untuk memamerkan sesuatu, menunjukkan seberapa menyedihkan kehidupannya saat ini, menyindir salah satu pihak atau lebih, atau hanya sekedar bercerita saja. Tetapi semakin kesini, perbuatan tersebut (doa lewat sosial media) terkesan seperti menggantikan posisi Tuhan. Tuhan yang seharusnya dianggap sebagai sesuatu yang suci dan privat menjadi tergantikan dengan sosial media. Hal tersebutlah yang ingin 'disindir' dari bentuk culture jamming ini.
Jika diamati lebih jauh dari sisi posmodernisme, gambar-gambar tersebut menunjukkan hilangnya batas antara seni dan kehidupan sehari-hari. Seni berupa gambar yang awalnya dianggap sebagai representasi artistik tinggi berubah menjadi suatu hal yang umum dan dihubung-hubungkan dengan kejadian sehari-hari.Â
Kemudian, batasan antara budaya tinggi dengan budaya populer seakan-akan hilang. Hal tersebut dapat terlihat dari representasi awal bahwa seni adalah budaya yang terkesan mewah (tinggi) berubah menjadi hal yang dapat dinikmati oleh semua kalangan, serta kesan mewah yang seharusnya ada sudah terhilangkan, dan masih banyak lagi.
Sesungguhnya masih terdapat banyak contoh culture jamming yang ada di sekitar. Hanya diperlukan kejelian dan pemahaman terhadap maksud yang ingin disampaikan. Akhir kata, culture jamming bukanlah suatu bentuk representasi budaya yang salah. Melainkan, salah satu contoh upaya yang baik untuk menyadarkan masyarakat akan hal-hal yang tanpa disadari merupakan perbuatan yang salah atau berlebihan.
Daftar Pustaka
Barker, C., & Jane, E. A. (2016). Cultural studies: theories and practices (5th ed.). United Kingdom: Sage Publications.
Berdoa di sosmed [image] (n.d.). Diakses dari MemeAndRageComicIndonesia