Mohon tunggu...
Fidelia Ekana
Fidelia Ekana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Student

Everyone has sadness, but sadness is the beginning of joy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Commander in Chief: Saat Kami Menderita, Kau Mencari Keuntungan

23 Maret 2021   21:00 Diperbarui: 23 Maret 2021   22:43 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(In ‘Commander In Chief,’ Demi Lovato Says, ‘People Are Dying’, n.d.) https://new-jobs.sgp1.digitaloceanspaces.com/

“Commander In Chief” adalah salah satu lagu yang ditulis dan dinyanyikan oleh Demi Lovato. Lagu ini dirilis pada 13 Oktober 2020 di saat pandemik COVID-19 sedang parah-parahnya melanda Amerika Serikat. Dalam lagunya, Demi Lovato mengekspresikan kekesalan dan kekecewaannya terhadap pemerintahan Presiden Trump. Meski begitu, Demi tidak menyebutkan nama Presiden Trump secara langsung, tetapi melalui lirik dan hal-hal yang disampaikan oleh Demi Lovato setelah lagu ini berhasil rilis sangatlah menunjukkan bahwa lagu ini khusus Ia persembahkan untuk presiden yang memimpin Amerika Serikat pada saat itu.

Banyak pihak yang menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Demi Lovato ini adalah hal yang sangat berani. Ada yang mencerca dan tidak setuju, juga ada yang memuji. Namun, Demi menanggapi dengan caranya sendiri dan menyatakan bahwa dirinya tidak akan takut dan akan tetap berdiri teguh dengan apa yang Ia yakini.

(Demi Lovato/Instagram, n.d.)
(Demi Lovato/Instagram, n.d.)

Namun, jika dilihat lebih dalam, bagaimana sebuah lagu dapat digunakan untuk mengekspresikan sesuatu dengan sebebas ini? Bagaimana seorang Demi Lovato dapat berani menyuarakan suaranya? Melalui artikel ini, saya akan mengajak anda semua untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut menggunakan pemahaman dalam kajian budaya.

Bagaimana sebuah lagu dapat digunakan untuk mengekspresikan sesuatu dengan sebebas ini?

Di masa lampau, seni merupakan suatu hal yang hanya dapat dinikmati oleh kaum elit. Hal tersebut dikarenakan biaya yang harus dikeluarkan untuk menikmati karya seni terbilang mahal, sehingga masyarakat kalangan menengah kebawah tak dapat menikmatinya. Jika kita berbicara soal seni musik, maka di masa itu musik yang dinikmati adalah musik-musik mahal seperti orchestra

Tak hanya biaya menontonnya saja yang mahal, tetapi dari cara menikmatinya saja juga membutuhkan biaya yang tinggi, seperti berpakaian jas dan gaun yang indah (bukan menggunakan kaos dan celana jeans). Hingga pada akhirnya, muncul budaya populer yang mana budaya tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat dari semua kalangan.

Budaya populer adalah budaya yang dapat dinikmati oleh masyarakat universal. Budaya ini juga dimunculkan agar masyarakat kalangan menengah kebawah dapat menikmati hal yang sama seperti masyarakat kaum elit, meskipun dengan repersentasi yang berbeda (Storey, 2015, h. 5-6). Musik pop adalah salah satu bentuk dari budaya populer. 

Bukan karena aliran musik ini bernama “pop” maka termasuk dalam budaya populer, tetapi musik pop ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas tanpa memandang tingkat ekonomi. Dalam aliran musik pop, pengarang juga dapat bebas mengekspresikan dirinya melalui lagu yang ditulis. Di masa sekarang, musik pop sudah menyebar luas ke seluruh dunia, juga menjadi tren tersendiri di masyarakat terutama bagi kalangan muda. Bahkan, penyanyi-penyanyi dari musik pop pun sudah terkenal dimana-mana, salah satunya yaitu Demi Lovato yang berani menggunakan lagu-lagunya untuk mengekspresikan aspirasinya secara bebas.

Bagaimana seorang Demi Lovato dapat berani menyuarakan suaranya?

Bagi orang-orang yang sudah mengikuti jejak karir Demi Lovato, pertanyaan diatas bukanlah suatu hal yang sulit untuk dijawab. Melalui karya-karya yang Demi hasilkan sudah dapat merepresentasikan bahwa Demi Lovato adalah sosok wanita yang berani. Bahkan beberapa waktu dekat ini, Demi akan menayangkan film dokumenternya yang kedua berjudul “Dancing With the Devil” melalui media Youtube. Dalam film dokumenter tersebut, Demi akan menceritakan secara gamblang mengenai segala hal yang sudah Ia lalui. Baik dari segala permasalahannya terhadap kecanduan obat, kisah kesehatannya, trauma mental, dan lain-lain. Bahkan Demi secara berani menyatakan bahwa dirinya adalah seorang sexual assault survivor yang mana Ia kehilangan keperawanannya pada umur 15 tahun dengan cara dipaksa (Assuncao, 2021).

Sesungguhnya, kesempatan bagi kaum perempuan untuk dapat berbicara (speak up) dan menyatakan aspirasinya tidak serta merta terjadi sejak lampau. Jika diingat kembali, kondisi dimana kaum wanita berkesempatan mendapatkan hak yang setara dengan laki-laki diperoleh melalui perjalanan yang panjang. Perjuangan tersebut dijuluki sebagai gerakan feminisme, yang mana gerakan ini merupakan salah satu bentuk dari subculture

Subculture sendiri memiliki arti yaitu budaya yang berbeda dengan budaya dominan (Ryan, 2010, h. 88). Dimana di masa lampau, hak untuk bekerja, bersuara, berpolitik, dan sebagainya dipegang dan didominasi oleh kaum laki-laki. Namun, adanya gerakan feminisme membuat kaum perempuan pada akhirnya dapat memiliki hak yang sama dengan laki-laki, meskipun masih belum sepenuhnya berhasil didapatkan dan masih diperjuangkan hingga saat ini. 

Demi Lovato juga termasuk salah satu dari banyak orang yang memperjuangkan hak kesetaraan perempuan. Pada tahun 2016, melalui akun Twitter-nya, Demi menyatakan bahwa Ia siap untuk memperjuangkan suara perempuan agar dianggap layak dan setara dengan laki-laki (Vulpo, 2016).

Adanya kebebasan untuk berekspresi melalui seni dan juga kebebasan bagi para wanita untuk menyuarakan pendapatnya benar-benar dimanfaatkan oleh Demi Lovato. Melalui lagunya berjudul “Commander in Chief”, Ia berani untuk mengungkapkan segala perasaan dan kekesalan yang Ia rasakan pada Presiden Donald Trump. Beberapa kalimat dalam lirik lagu “Commander In Chief”:

Haven’t they suffered enough?

But you can’t get enough of shuttin’ down the systems for personal gain

Dalam lirik tersebut, Demi menanyakan apakah penderitaan yang dirasakan oleh rakyat Amerika masih belum cukup sehingga Presiden Trump masih harus mematikan sistem untuk keuntungan pribadi?

We’re in a state of crisis, people are dyin’

While you line your pockets deep

Dalam lirik tersebut Demi mengherankan bagaimana seorang pemimpin dapat tetap berupaya untuk terus mencari keuntungan sedangkan rakyatnya menderita sengsara. Kekecewaan Demi tercermin dengan sangat jelas pada setiap kata dari lirik lagu tersebut. Sesungguhnya tanpa disadari, lagu ini semakin membuat amarah masyarakat Amerika Serikat memanas. Bahkan, dikarenakan karir Demi Lovato yang sudah melejit hingga ranah internasional dapat membuat lagu ini turut mempengaruhi pendengarnya dari negara-negara di luar Amerika Serikat ikut membenci Presiden Trump.

 Won’t give up, stand our ground

We’ll be in the streets while you’re bunkering down

Melalui lirik tersebut, Demi mengajak para pendengarnya untuk bergerak dan mau berjuang untuk melawan. Lagu ini secara implisit juga turut membawa dampak terhadap bentuk-bentuk aksi perlawanan terhadap pemerintah, ditambah dengan pada waktu itu, pilkada di Amerika Serikat sedang berlangsung secara panas.

Sesungguhnya tanpa kita sadari, masih terdapat banyak bentuk budaya pop dan subculture yang membawa dampak besar bagi kehidupan di masa kini. Meski begitu, kita sebagai masyarakat juga perlu untuk berhati-hati dalam menerima segala bentuk budaya yang ada. Jangan sampai hal buruk dari budaya tersebut membawa pengaruh yang dalam bagi diri kita sehingga unsur tersembunyi di dalamnya membawa kerugian terhadap diri sendiri dan sekitar.

Daftar Pustaka

Assuncao, M. (2021). Yahoo!News. Diakses pada 23 Maret 2021, dari https://news.yahoo.com/demi-lovato-reveals-she-lost-144900954.html

Demi Lovato/Instagram [image] (n.d.). Diakses dari https://www.bustle.com/entertainment/demi-lovato-explains-why-she-got-political-with-commander-in-chief

Genius. (2020). Diakses pada 22 Maret 2021, dari https://genius.com/Demi-lovato-commander-in-chief-lyrics#about

In ‘Commander In Chief,’ Demi Lovato Says, ‘People Are Dying’ [image] (n.d.). Diakses dari https://new-jobs.sgp1.digitaloceanspaces.com/wp-content/uploads/2020/10/15225341/In-Commander-In-Chief-Demi-Lovato-Says-People-Are-Dying-scaled.jpg

Ryan, M., Ingram, B., & Musiol, H. (2010). Cultural studies: a practical introduction. United Kingdom: Willey.

Storey, J. (2018). Cultural theory and popular culture: an introduction (7th ed.). New York: Routledge.

Vulpo, M. (2016). E-News. Diakses pada 23 Maret 2021, dari https://www.eonline.com/news/742002/demi-lovato-is-fired-up-about-women-empowerment-and-wants-fans-to-start-taking-action-now

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun