Membahas adaptasi, jika mengikuti teori dari Charles Darwin, maka kita tidak perlu menjadi yang terkuat untuk bertahan. Cukup beradaptasi, mengenali lingkungan tempat dimana kita hidup, mengambil nafas, kemudian menyelesaikan hari. Lingkungan yang mencakup banyak elemen hidup; air, tanah, mineral, energi matahari, flora dan fauna, serta manusia itu sendiri. Fungsi dari elemen-elemen pun berbeda, namun apapun itu, tujuannya adalah untuk mendukung terciptanya lingkungan yang seimbang itu sendiri.
Manusia dengan segala kehidupan kompleksnya. Manusia yang termasuk sebagai organisme hidup membuatnya tidak bisa lepas dari yang namanya "seleksi alam". Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, secara berturut-turut seleksi alam akan menyapa tiap generasi. Bahkan itu telah dimulai sejak 4,28 miliar tahun lalu, di mana kehidupan pertama kali muncul.
Kegagalan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele. Kasus bunuh diri adalah salah satu akibat krisis dari seorang individu yang terlalu menutup diri. Seperti yang pernah disampaikan oleh Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajad Sulistyo Widhyharto, bahwa salah satu penyebab terjadinya bunuh diri adalah kegagalan seseorang dalam beradaptasi di lingkungan sosial. Sehingga berakhir orang tersebut menutup diri, tidak berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Si Pemberani dan Si Ragu-ragu; Haruskah Ada yang Lebih Superior?
Sayangnya, tidak semua orang sadar. Pola pikir dan perilaku adalah sesuatu yang tertanam sejak kecil, membuat seorang individu memiliki kecenderungan untuk berani mengambil risiko, punya pemikiran pesimis, terlalu berhati-hati, self-esteem yang rendah, terlalu menghindari konflik, mudah tersinggung terhadap kritik, atau malah justru sebaliknya. Semua itu terbentuk dalam diri seseorang, bertahan lama, sampai seseorang tersebut menyadarinya.
Jika jajaran ruang dan waktu terus berputar, maka dipastikan banyak hal akan terjadi di kemudian hari.Â
Kesiapan diri dan kematangan mental bisa menjadi bekal. Namun ketidaktahuan seseorang bahwa ia telah menjadi produk yang sakit, membuat mereka justru semakin sakit. Keterbukaan terhadap diri sendiri dan lingkungan, kepedulian dari orang sekitar, dan semangat, semua itu menjadi titik-titik paling potensial. Apabila seorang individu gagal beradaptasi, mungkin ia akan tertinggal, tersisih, dan makin terpuruk. Akan tetapi, ada beberapa opsi. Salah satu yang saya tahu adalah mencoba mengikuti arus sekalipun telah terlambat.
Ya, tidak masalah jika kita masih berada di angka rendah, sedangkan yang lain sudah berada jauh di atas. Yang perlu diingat adalah saya, Anda, dan kita semua, telah dan akan melewati jalan yang sama. Hanya masalah waktu dan siapa lebih dulu memulai. Kita tetap akan sampai pada satu tujuan.
Opsi kedua adalah dengan mencari lingkungan hidup yang baru. Misalnya, Anda tidak perlu masuk ke sekolah dengan sistem pemeringkatan dengan tekanan belajar yang tinggi, apabila sebelumnya Anda telah terdiagnosa memiliki kemampuan potensi akademik yang rendah. Anda bisa memasuki sekolah yang menitikberatkan pada life skill, demi menunjang minat dan bakat.
Ketika seseorang memang tidak mampu untuk meraih sebuah hal, misalnya ia tidak cukup pintar untuk bisa memasuki sekolah bergengsi dan jenis pekerjaan yang sedang trend, ia masih bisa mengenali potensinya pada lain tempat. Jangan berkecil hati, karena mungkin saja kamu memiliki keterampilan sosial yang baik, keberanian, atau bahkan kreativitas yang sebenarnya hanya tinggal kamu asah.Â
Intinya, kamu masih memungkinkan  di pekerjaan lain yang tidak memerlukan kecerdasan akademik yang tinggi. Ini adalah alternatif, yang mana siapapun bisa juga memilih jalur pendidikan atau pekerjaan yang tidak membutuhkan tingkat kecerdasan seperti diinginkannya, tetapi masih sesuai dengan minat dan kemampuan yang dimiliki.
Keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh satu faktor, tidak hanya bisa diraih ketika kamu lolos dan berhasil pada sebuah rantai evolusi. Paham pada potensi kamu, pilihan untuk bersaing atau menjauhi persaingan, menekuni bidang yang benar-benar bisa kamu pegang. Bertahan ataupun mengambil langkah lain sama-sama membutuhkan perjuangan. Jikapun kamu tidak lolos dalam evolusi serentak, setidaknya kamu sudah jauh berbeda, lebih baik, dan lebih percaya diri daripada sebelumnya.
Ada Ribuan Cara untuk Beradaptasi
Tulisan ini sama sekali tidak mendorong siapapun untuk menyerah, karena "menyerah" sendiri berdefinisi sebagai tindakan untuk berhenti mencoba atau mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau mengatasi masalah yang tengah berlangsung dalam kehidupan kita.Â
Saya hanya ingin membuka pikiran beberapa orang yang mungkin merasa payah karena telah berpikir bahwa adaptasi hanya bisa diselesaikan oleh mereka yang kuat, mereka yang berkemampuan intelektual baik atau terampil dalam akademis saja.
Anjuran dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan, temukan cara baru untuk menyelesaikan masalah, mengupayakan interaksi dengan  orang-orang yang memiliki beragam pengalaman dan pengetahuan, tidak segan mencari bantuan dan dukungan dari orang lain, memperbaiki pola pikir dan sudut pandang, aktif dalam penjagaan kesehatan fisik dan mental, luaskan jaringan sosial dan koneksi, tidak ada yang salah dengan mencoba mempelajari teknik berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain, memberanikan diri mengambil risiko yang cerdas dan berani sebuah hal baru, usahakan tidak buta teknologi, tetap menjaga keseimbangan hidup, secara rajin mengambil waktu untuk belajar dan memahami lingkungan baru, berjuang secara continue dalam fleksibilitas dan kemampuan untuk berubah sesuai kebutuhan, dan yang terpenting sehingga siapapun tidak merasa dia begitu payah adalah "mencari peluang baru".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H