Sebuah refleksi.....
Perempuan menjadi salah satu sosok sentral dalam prosesi jalan salib Yesus. Hal itu tampak sekurang-kurangnya dalam 4 perhentian.
Pertama;Â perhentian keempat. Perhentian ini menghadirkan sosok perempuan pertama dalam prosesi jalan salib itu. Sosok itu sangat istimewa, yakni Bunda Maria, Ibu Yesus sendiri. Kehadirannya mengharukan.
Setiap kita mungkin saja bisa membayangkan perasaan hati bunda Maria kala itu. Tetapi kita tak pernah sempurna melukiskan itu dengan kata-kata. Hanya Bunda Maria dan puteranya yang tahu persis.
Setiap ibu tidak pernah mengharapkan anaknya menderita, walaupun itu karena ulah anak sendiri atau sebagai karma atas apa yang dilakukan sang anak. Seorang ibu tidak sampai hati membiarkan anaknya demikian. Betapa lebih menyakitkan lagi jika itu terjadi karena fitnah dan karena menanggung kesalahan orang lain. Ibu siapakah yang membiarkan anaknya terluka dan derita tanpa sedikitpun karena kesalahannya sendiri. Ibu siapakah yang mampu bertahan di hadapan ketidakadilan ini?
Namun, pada sosok Maria kita bisa belajar untuk tetap tenang menghadapi hal besar ini. Penyerahan total kepada Allah (Luk. 1: 38) adalah sikap dasar yang membuatnya tegar walaupun hatinya hancur. Dan pada momen inilah nubuat Simeon terpenuhi pada Bunda Maria bahwa "suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.." (Luk. 2: 35).
 Kedua; perhentian keenam. Sosok perempuan kedua adalah Veronika. Belaskasihan adalah kekuatan yang memberanikan dirinya menerobos kebengisan Serdadu demi menyeka wajah suci yang tengah berlumur keringat dan darah. Kelembutan mengalahkan kekerasan, belaskasih mengalahkan ketakutan. Veronika pun mendapat hadiah istimewa yakni gambar wajah Yesus pada kain yang menyekanya.
Ketiga;Â perhentian kedelapan, yakni para wanita Yerusalem yang menangisi Yesus. Hati perempuan begitu lembut. Hati mereka tak tahan melihat kengerian yang Yesus alami. Namun, pada momen ini Yesus mengingatkan mereka untuk merefleksikan diri. Lebih penting bagi mereka adalah menangisi segala dosa mereka ketimbangenangisi penderitaan Yesus.
Keempat;Â adegan puncak Golgota yakni ketika Yesus disalibkan dan diturunkan dari salib. Lagi-lagi cerita kehadiran Maria Bunda Yesus ditampilkan sekali lagi. Dia tidak sendiri tetapi juga dengan yang lain, termasuk Yohanes, si Murid yang dikasihi Yesus.
Puncak penuh duka sedikit terhibur oleh kehadiran sosok mereka, terutama sang Bunda. Setidaknya secara manusiawi kita dapat mengatakan demikian. Artinya, Yesus, dalam kengerian yang hebat tidak merasa sendirian. Ibu dan murid-Nya setia berdiri di kaki salib-Nya.
Cerita tentang peran perempuan dalam jalan Salib itu berakhir pada pangkuan sang bunda. Persembahan terakhir dari sang bunda kepada sang putera adalah pangkuannya. Bunda Maria sekali lagi menyerahkan pangkuannya bagi rebahan raga sang anak. Raga yang tak lagi bernyawa itu didekap untuk terakhir kalinya oleh sang ibu.
Inilah cinta sang ibu. Terbukti setia hingga akhir. Ia menyimpan segala perkaranya dalam hati. Ada duka tetapi juga sukacita.
Beberapa kisah di atas, cukup menjadi signal bahwa jalan kebencian alias jalan salib sepanjang perjalanan dari istana Pilatus hingga puncak Golgota itu ternyata masih dihiasi kelembutan dan belaskasih. Ada sukacita dibalik duka yang ngeri. Kehadiran perempuan dibalik kekejian, caci maki dan kebengisan serdadu di jalan itu adalah cerita cinta yang tak pernah sirna. Kesetiaan mereka setidaknya menjadi bukti bahwa kasih tak pernah kalah oleh ketakutan, kebengisan dan kejahatan.
Kasih yang terbesar tentu saja adalah kesetiaan dan ketaatan Yesus sendiri pada jalan itu. Dan kasih itulah yang juga menggerakkan hati perempuan-perempuan yang setia menyertainya di jalan itu. Dari perempuan, kita belajar tentang kelembutan dan kesetiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H