Kiran, seorang yang hidup di tengah masyarakat yang penuh dengan prasangka dan stigma negatif terhadap profesi yang ia jalani. Namun, di balik profesi yang dianggap tercela, memiliki kehidupan yang kompleks dan penuh dengan konflik batin.
Melalui cerita Kiran, Muhidin M. Dahlan membawa pembaca untuk melihat sisi lain dari kehidupan seorang pelacur. Ia menggambarkan bagaimana Kiran harus berjuang menghadapi diskriminasi, stigma sosial, dan bahkan kekerasan yang sering kali dialaminya.
Dalam perjalanan hidupnya, Kiran juga berusaha mencari arti kehidupan, mencari identitas diri, serta menemukan makna agama yang sejati.
Novel ini mengambil latar belakang kota metropolitan yang sibuk dan penuh godaan, di mana Kiran sebagain protagonis utama, terjebak dalam lingkaran kehidupan yang gelap dan berbahaya.
Kiran adalah seorang wanita yang penuh dengan keingintahuan dan semangat petualangan, tidak puas dengan kehidupan yang terlalu biasa-biasa saja. Ia merasa terkekang oleh norma-norma sosial dan ingin mengeksplorasi sisi gelap kehidupan yang selama ini tersembunyi.
Dalam perjalanan hidupnya sebagai pelacur, Kiran bertemu dengan berbagai macam karakter yang mewarnai cerita ini. Ada klien yang sangat berbeda-beda, dari yang kaya dan berpengaruh hingga yang penuh dengan keputusasaan. Melalui interaksi dengan klien-klien ini, Kiran mulai mempertanyakan makna cinta, kepuasan diri, dan martabat seorang wanita. Dia melampaui batasan-batasan sosial dan menggali lebih dalam ke dalam pikiran dan perasaan klien-kliennya.
Namun, di balik kehidupan yang serba glamor dan erotis, Kiran juga menghadapi konsekuensi yang tidak terduga. Ia merasakan kesepian yang mendalam dan keraguan tentang pilihan hidupnya. Novel ini menggambarkan bagaimana kehidupan seorang pelacur bukanlah hal yang mudah, dan bahwa setiap pilihan memiliki konsekuensi yang harus ditanggung.
Novel ini tidak hanya sekedar bercerita tentang seorang pelacur, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan tentang moralitas dan pengertian tentang dosa. Muhidin M. Dahlan menghadirkan pertanyaan-pertanyaan moral yang menantang, apakah seorang pelacur tidak layak mendapatkan pengampunan dan kasih sayang dari Tuhan?
Dalam "Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur," penulis berhasil menggambarkan realitas kehidupan yang rumit dan seringkali tabu dengan gaya penulisan yang kuat dan penuh emosi. Ia mengajak pembaca untuk melihat kehidupan dari perspektif yang berbeda, dan merenungkan apa artinya menjadi manusia yang seutuhnya.
Muhidin M. Dahlan juga mengulas tentang ketidakadilan sosial yang masih ada dalam masyarakat kita. Novel ini menjadi cermin bagi kita untuk lebih memahami kehidupan para pelacur dan berempati terhadap mereka.
Buku ini tidak hanya sekadar menggambarkan kehidupan seorang pelacur, tetapi juga mengajak kita untuk merenungkan tentang moralitas, kebebasan, dan hakikat cinta.
Namun, perlu diingat bahwa novel ini mengandung konten yang cukup eksplisit dan provokatif. Penulis dengan sengaja memilih judul yang kontroversial untuk menarik perhatian pembaca dan menggugah pikiran mereka.