Mohon tunggu...
Laila Musfidatul Ikromah
Laila Musfidatul Ikromah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030065 UIN Sunan Kalijaga

Suka jalan-jalan, hunting foto✨

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbeda dengan Penanggalan Pemerintah: Lebaran Tanggal 12 April 2024?

17 April 2024   10:35 Diperbarui: 17 April 2024   11:23 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengintip keharmonisan dua anutan yang berbeda (sumber: wonosobo zone)

Setelah sebulan penuh para umat muslim di seluruh dunia menunaikan Puasa Ramadhan, tibalah saatnya kita merayakan Hari Raya Idul Fitri. Hari kemenangan, hari penuh kegembiraan serta penuh kebahagiaan.

Penentuan serta penetapan Hari raya Idul Fitri memang harus menaati sidang isbat. Namun, para masyarakat bisa memperkirakan dengan menghitung jumlah hari puasa yang dilalui.

Penetapan Hari Raya Idul Fitri 2024 atau tanggal 1 Syawal 1445H mengikuti hasil rukyatul hilal (pengamatan hilal) yang dilakukan oleh pemerintah dan Kementrian Agama (Kemenag) melalui sidang isbat.

Untuk proses sidang isbat sendiri biasanya baru diselenggarakn mendekati Hari Raya Idul Fitri, tepatnya hari terakhir Ramadhan.

Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk memberikan informasi yang lebih akurat kepada masyarakat Indonesia, terutama umat muslim terkait penetapan awal bulan Syawal yang menandakan datangnya Hari Raya Idul Fitri.

Berdasarkan kalender Hijriyah tahun 1445 atau 2024 Masehi terbitan Kemenag (penanggalan pemerintah), tahun ini Hari Raya Idul Fitri jatuh pada hari Rabu, 10 April 2024 dan Kamis, 11 April 2024.

Pemerintah mengumumkan secara resmi tanggal pasti Lebaran setelah sidang isbat penetapan Syawal 1445 Hijriyah dilakukan.

Tahun ini, para umat muslim yang mengikuti ajaran Muhammadiyah mengawali puasa Ramadhan sehari lebih dahulu dari penanggalan pemerintah serta ajaran NU. Mereka memulai puasa Ramadhan pada tanggal 11 Maret 2024, sedangkan pemerintah menetapkan penanggalan awal puasa Ramadhan pada tanggal 12 April 2024.

Pasalnya, NU (Nahdlatul Ulama) dan pemerintah sama-sama menggunakan metode rukyatul hilal dalam menentukan awal bulan Hijriyah, termasuk yang meliputi Ramadhan, Idul Fitri, serta Idul Adha.

Berbeda dengan pemerintahan NU, Muhammadiyah terlebih dahulu menetapkan Hari Raya Idul Fitri 2024 sejak awal. Hal ini didasarkan pada Maklumat Pimpinat Pusat Muhammadiyah tentang hasil Hisab Ramadhan, Syawal, serta Dzulhijjah.

Namun untuk tahun 2024 ini, perayaan Hari Raya Idul fitri antara NU dengan Muhammadiyah yang biasanya mengalami perbedaan hari perayaan, serentak kompak merayakan hari kemenangan ini pada tanggal 10 April 2024.

Tidak ada perdebatan serta kebingungan dalam pengucapan ucapan 'Selamat Hari Raya' kepada teman maupun sanak saudara.

Sebenarnya, banyak penganut keyakinan Islam lain di Indonesia. Bukan hanya NU dan Muhammadiyah yang mengalami perbedaan penanggalan, namun terdapat beberapa aliran/ajaran yang memiliki penentuan serta penanggalan awal Puasa maupun hari Raya Idul Fitri tersendiri.

Saat masih menggelar nama Nusantara hingga kini menjadi nama 'Indonesia', menyimpan banyak sekali keragaman suku dan budaya yang mungkin belum kita ketahui semua. Agama yang dianut pun beragam macamnya bagi setiap warga serta masyarakatnya.

Banyak aliran serta kepercayaan yang mereka anut sesuai dengan isi hati nurani mereka, terutama ajaran agama Islam yang dimana merupakan penganut terbanyak (mayoritas) di Tanah Air Nusantara ini.

Terdapat salah satu penganut agama Islam yang memiliki penanggalan kalender Hijriyahnya tersendiri.

Penganut aliran Aboge Wonosobo (sumber: Facebook wonosobozone.com)
Penganut aliran Aboge Wonosobo (sumber: Facebook wonosobozone.com)

Bagaimana sih sebenarnya penanggalan menurut mereka yang mungkin belum kita ketahui?

Layaknya penganut Islam pada umumnya, masyarakat yang memeluk aliran ini juga menjalankan syariat Islam, seperti shalat 5 waktu atau yang biasa mereka sebut dengan 'Panembahan', puasa Ramadhan, serta ajaran syariat Islam pada umunya. 

Namun, dalam pelaksanaan ritual Islam-nya seringkali menyertakan berbagai praktik ritus yang bersumber dari tradisi lokal yang kemungkinan sudah turun temurun dari jaman nenek moyang mereka.

Melansir dari beberapa studi, orang yang mengikuti serta menganut ajaran ini bukanlah sebuah kepercayaan. Penganutnya tetap memeluk agama Islam. Hanya saja mereka memiliki sistem penanggalan yang berbeda yaitu menggunakan Pakem Jawa.

Orang-orang menyebutkan bahwa dalam kalender atau sistem penanggalan ini masih berpedoman pada kejawen.

Dalam kalender Jawa yang mereka anut adalah menggunakan sistem 1 windu, alias 8 tahun untuk mencapai satu periode waktu. Setiap windu terdiri dari tahun Alip, He, Jim Awal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jim Akhir. 

Dalam satu tahun terdiri dari 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari yang di kaitkan dengan hari pasaran berdasarkan perhitungan Jawa, yakni Manis (Legi), Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.

Sesuai dengan penanggalannya, hari dan pasaran pertama pada tahun Alif jatuh pada hari Rabu Wage (Aboge), tahun Ha pada hari Ahad/Minggu Pon (Hakadpon), tahun Jim Awal pada hari Jum'at Pon (Jimatpon), tahun Za/Je pada hari Selasa Pahing (Zasahing), tahun Dal pada hari Sabtu Legi (Daltugi), tahun Ba/Be pada hari Kamis Legi (Bemisgi), tahun Wawu pada hari Senin Kliwon (Waninwon), dan tahun Jim Akhir pada hari Jum'at Wage (Jimatge).

Penganut ajaran Islam yang satu ini mempercayai bahwa kalender serta perhitungan yang dipakai oleh aliran ini telah digunakan oleh para wali sejak abad ke-14 dan disebarluaskan  oleh ulama Raden Rasid Sayid Kuning dari Pajang.

Banyak sudah tersebar penganut ajaran ini, terutama di pulau Jawa. Di Jawa Tengah sendiri, wilayah yang terdapat penganut ajaran ini yaitu Kabupaten Banyumas, Ngawi, Purbalingga, Cilacap, Temanggung, serta Wonosobo.

Salah satu wilayah yang menganut ajaran Islam ini berada di Dusun Binangun, Desa Mudal, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonsobo. Suasana alami pedesaan masih terasa kental ketika menginjakkan kaki di desa tersebut meskipun dibawah terik panasnya matahari.

Selain suasana pedesaan yang masih alami dan sejuk, desa yang berada di lereng Gunung Sindoro tersebut menyuguhi dengan adanya keindahan serta keharmonisan toleransi beragama antar dua penganut kepercayaan.

Di Dusun Binangun tersebut terdapat penganut Islam Aboge atau Alif Rebo Wage yang hidup berdampingan secara rukun dengan kalangan Islam yang menganut ajaran NU (Nahdlatul Ulama).

Penganut serta penghayatan kepercayaan Islam Aboge yang berada di daerah perbukitan yang sejuk dan indah tersebut, saat ini  merupakan yang terbanyak jumlah penganutnya di Kabupaten Wonosobo.

Meski hingga saat ini belum bisa dipastikan dan diketahui kapan mulainya aliran Aboge ini masuk di dusun tersebut, menurut tetua penghayat kepercayaan Aboge di Dusun Binangun, Sarno Kusnandar menyebutkan bahwa hingga saat ini jumlah warga yang menganut kepercayaan Aboge di wilayahnya kurang lebih mencapai hingga 500 orang.

Para penganut kepercayaan serta aliran Islam Aboge merayakan Hari Raya Idul Fitri pada hari Jum'at, 12 April 2024 sesaui dengan penanggalan kalender Jawa yang mereka tetapkan serta tentukan sendiri.

Berdasarkan pada tanggal 1 Sura, tahun ini merupakan tahun Jimawal yang jatuh pada hari Jum'at pon. Rumusnya "Waljiro". Dari tanggal 1 Sura hari ajeg siji berarti Jum'at, pasaran maju loro, dari pon ke wage. Sehingga tahun ini jatuh pada hari Jum'at Wage.

Waljiro adalah akronim dari Syawal-Siji-Loro. Maksudnya adalah tanggal 1 Syawal jatuh pada hari pertama dan pasaran ke-dua. Menentukan hari dan pasaran pertama sangat tergantung pada identittas tahunnya.

"Untuk orang-orang yang menganut kepercayaan Islam Aboge tuh sebenarnya mereka melakukan Sholat Idul Fitri sama seperti penanggalan pemerintah. Yang membedakan hanya pada kegiatan sungkemannya. Mereka akan melakukan sungkeman di hari Jum'at, 12 April 2024 sesuai dengan penanggalan mereka untuk merayakan hari kemenangan tersebut. Dari dahulu tradisinya memang sudah begitu", tukas Nasywa selaku warga yang menganut NU di Desa Mudal.

"Nenek saya yang menganut aliran Islam Aboge pun seperti itu. Beliau tidak mau menerima sungkeman dari saya dan sekeluarga sebelum hari Jum'at tiba", tambahnya.

Foto dengan narasumber, Nasywa (dokumentasi pribadi)
Foto dengan narasumber, Nasywa (dokumentasi pribadi)

Meskipun aliran Islam Aboge di Dusun Binangun bisa dibilang berbeda dengan ajaran serta keyakinan umat Islam pada umumnya, serta berimplikasi pada penentuan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, namun hubungan antara penganut Islam NU dan Aboge terlihat berjalan harmonis tanpa adanya sekat atau perpecahan yang memisahkan.

Islam Aboge kerap diperbincangkan lantaran memiliki kalender atau sistem penanggalan yang berbeda dengan kalender Hijriyah ataupun Masehi pada biasanya. Hal tersebut membuat para penganut aliran ini sering memulai puasa Ramadhan maupun Hari Raya Idul Fitri yang berbeda dengan penanggalan pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun