Amerika, yang dikenal sebagai salah satu negara adigdaya tentunya memiliki peran-peran penting dalam dunia industri Internasional, salah satunya industri perfilman. Selain sebagai ajang kesenian dan meraup keuntungan, tak jarang pula industri perfilman juga digunakan sebagai alat propaganda gerakan-gerakan tertentu. Seperti gerakan yang mendukung LGBTQ, feminisme, dan lain-lain.
LGBTQ
Salah satu industri film Amerika yang terkenal adalah  Disney. The Walt Disney Company, yang lebih dikenal dengan Disney adalah perusahaan konglomerat media massa dan hiburan multinasional Amerika yang berkantor pusat di Kompleks Walt Disney Studios di Burbank, California.Â
Disney didirikan pada 16 Oktober 1923 oleh Walt Disney dan Roy Oliver Disney sebagai Disney Brothers Cartoon Studio sebelum mengubah namanya menjadi Walt Disney Company pada tahun 1986. Umumnya  Penonton dari Disney sendiri mayoritas berasal dari anak-anak di bawah umur.Â
Karena karya-karya yang disajikan memang menargetkan anak-anak sebagai penontonnya. Tapi sayangnya, akhir-akhir ini Disney mulai menyisipkan unsur-unsur LGBTQ dalam fim animasinya. Padahal esensinya animasi itu memang dibuat untuk anak kecil. Hal ini tentunya menjadi sebuah permasalahan yang cukup serius, dimana anak-anak yang pemikirannya masih polos seolah-olah sedikit demi sedikit dicuci otak agar menormalisasi penyimpangan tersebut, sementara anak-anak belum bisa membedakan apa yang benar dan salah.
Ada beberapa contoh  nyata dari propaganda tersebut. Bisa kita lihat dalam salah satu adegan film Toy Story 4, terlihat dua perempuan yang sedang bersama anak mereka pada sebuah TK. Meski tak terang-terangan, adegan ini memang menampilkan pasangan orang tua lesbian pertama dalam film Disney. Â
Kemudian dalam adegan film Beauty And The Beast live action saat bagian ending pesta dansa, karakter Lefou yang seorang laki-laki berdansa dengan seorang laki-laki, yang anehnya dalam  Beauty And The Beast versi original bahkan karakter Lefou sendiri itu tidak ada.Â
Contoh lagi dalam film Zootopia, ditampilkan  pasangan  gay  yang bernama Pronk dan Bucky Oryx-Antlerson yang merupakan tetangga dari protagonis filmnya, Judy Hopps. Kedua tokoh ini memang secara langsung mengungkapkan bahwa mereka adalah pasangan homoseksual. Â
Bahkan ada film animasi  yang sampai dilarang tayang di beberapa negara, temasuk Indonesia. Karena terdapat jelas adegan  kissing  yang dilakukan oleh 2 wanita. Adegan tersebut berasal dari film Lightyear, spin - off dari Toy Story yang digarap oleh Pixar yang berada di bawah naungan Disney.
Feminisme
Selain  LGBT, Disney juga memiliki beberapa "agenda" feminisme dalam karyanya. Hal ini pernah dibahas oleh seorang Youtuber asal Indonesia dengan nama channel Ngelantur Indonesia, dalam  salah satu Youtube  Shortnya,  ia menjelaskan tentang betapa hancurnya jalan cerita dari Mulan live action. Adaptasi live actionnya dinilai terlalu memaksakan unsur feminisme didalamnya sehingga mengubah jalan cerita animasi originalnya.
"Kalo kalian pikir-pikir lagi ya, film original animasinya itu kurang SJW apa coba. "Seorang anak perempuan yang menggantikan ayahnya" itu udah emansipasi wanita. Ngapain ditambahin penyihir gajelas. Kaisar yang di animasinya dulu bagus banget perannya, di live actionnya uadah bayar Jet Li mahal-mahal malah jadi ga penting. Terlalu menggila-gilakan SJW, cowo dibuat ga penting semua.", komentar sang pemilik channel.
Singkatan dari SJW sendiri itu adalah Social Justice War. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan individu atau kelompok yang aktif memperjuangkan perubahan sosial atau keadilan sosial, namun istilah "SJW" kadang-kadang juga digunakan secara negatif  untuk mencemooh oleh mereka yang merasa bahwa individu atau kelompok tersebut terlalu agresif atau ekstrem dalam pandangan mereka.
Dalam Youtube Short tersebut pun banyak netizen  yang setuju dengan argumen sang pemilik channel. Salah satunya seorang netizen dengan pemilik akun @nut4ku, ia memberi komentar yang agak panjang dalam Youtube Short tersebut.
"Makin ke sini, Disney Princess itu sifatnya makin girlboss + sexism. Hal ini ditandain dari mereka yang mengatasi masalah sendiri dan gak terlalu bergantung sama male character\prince yang secara tradisional udah jadi penyelamat di setiap adegan klimaks.Â
Memang sejak awal, bahkan semenjak zamannya Cinderella(1950) aja, film Disney selalu dikritik sama media-media dan kelompok-kelompok sok open minded  kayak SJW dan feminist di barat sana. Padahal film-filmnya bagus dan oke-oke aja. Coba lu bandingin karakter princess dari zamannya Snow White (1937) sampe Mirabel (2021).Â
Dari segi karakter, interaksi, cerita, bahkan temanya aja udah berubah drastis. Dari yang awalnya bercerita tentang seorang putri yang mengalami masalah dan akhirnya diselamatkan oleh pangerannya, akhirnya malah si putri itu sendiri yang mengatasi masalahnya. Bahkan film terbaru akhir-akhir ini seperti Encanto udah ngangkat soal tema persahabatan dan keluarga bukan princess lagi.Â
Hal ini udah bener-bener ngerusak citra cerita-cerita princess klasik dan udah gak sebagus film-film era golden age-silver age (1937-1969) sama era renaissance-nya (1989-1998) Disney. Makanya gak heran, adaptasi live action-nya (dari Alice In Wonderland sampe The Little Mermaid) sekarang udah dirombak dari cerita aslinya. Makanya gak heran film-fim Disney sekarang banyak mengandung unsur kesetaraan gender, sexism, rasis, LGBTQ, SJW dll lah."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H