PENDAHULUAN
Terumbu karang menjadi habitat bagi berbagai spesies ikan bernilai ekonomi, menyediakan tempat pemijahan dan perlindungan bagi anak-anak ikan. Selain itu, terumbu karang membantu melindungi kota-kota pesisir dari gelombang badai dan erosi yang meningkat akibat kenaikan permukaan laut. Masyarakat lokal bergantung pada terumbu karang untuk lapangan pekerjaan dalam sektor pariwisata, perikanan, dan rekreasi. Terumbu karang sering disebut sebagai "lemari obat" dunia karena banyak obat penting, seperti agen antikanker Ara-C dan obat antivirus Ara-A dan AZT, yang berasal dari spesies karang. Keberlanjutan terumbu karang akan menentukan apakah kita dapat menemukan ribuan zat bermanfaat lainnya di masa depan. Selain itu, terumbu karang memiliki makna budaya yang mendalam bagi jutaan orang dan merupakan bagian dari warisan budaya yang berharga di banyak wilayah di dunia.
Indonesia, dengan luas terumbu karang mencapai sekitar 2,5 juta hektar, menjadi rumah bagi salah satu sistem terumbu karang terbesar dan paling beragam di dunia. Keanekaragaman terumbu karang ini memiliki nilai yang sangat penting bagi beberapa sektor utama, seperti pariwisata, perikanan, serta perlindungan wilayah pesisir. Namun, terumbu karang Indonesia saat ini menghadapi ancaman serius akibat perubahan lingkungan dan aktivitas manusia. Penilaian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa sekitar 33,82% terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi buruk, yang disebabkan oleh praktik penangkapan ikan berlebihan, polusi, dan dampak perubahan iklim. Para pemangku kepentingan perlu diberi pemahaman tentang pentingnya terumbu karang sebagai ekosistem yang harus dikelola dan dilestarikan. Ekosistem ini tidak hanya kaya secara ekologis dan indah, tetapi juga memberikan manfaat yang tak ternilai bagi masyarakat pesisir yang bergantung padanya. Jika terumbu karang rusak atau hancur, layanan-layanan yang mereka sediakan akan berkurang atau bahkan hilang, mungkin secara permanen. Paper ini akan membahas kebutuhan kritis dalam pengelolaan terumbu karang Indonesia serta strategi yang dapat diterapkan untuk melindungi dan melestarikan ekosistem vital ini. Secara global, lebih dari 50% terumbu karang telah mengalami kerusakan parah akibat pemutihan karang, polusi, dan penangkapan ikan yang merusak UNEP (United Nations Environment Programme : 2023). Diperkirakan, jika laju kerusakan ini terus berlanjut, 90% terumbu karang akan terancam punah pada tahun 2050. Data ini menunjukkan bahwa pelestarian terumbu karang adalah tantangan yang mendesak, tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga dunia.
PEMBAHASAN
Urgensi Keberadaan Terumbu Karang bagi Ekosistem dan Ekonomi
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem paling beragam di dunia, menjadi habitat bagi lebih dari satu juta spesies laut, termasuk ikan, moluska, dan krustasea. Keberadaannya tidak hanya penting bagi ekosistem laut tetapi juga sangat vital bagi sektor ekonomi lokal dan nasional melalui dukungan terhadap pariwisata, perikanan, dan perlindungan pesisir. Ekosistem terumbu karang menjadi fondasi bagi keberlanjutan sektor-sektor tersebut, yang secara langsung berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat pesisir dan perekonomian secara keseluruhan (Perikanan, 2023)
Keindahan terumbu karang di Indonesia, yang merupakan bagian dari segitiga karang dunia, menarik wisatawan dari seluruh dunia untuk menyelam dan menikmati keanekaragaman hayati yang kaya. Destinasi seperti Bali, Raja Ampat, dan Wakatobi menjadi pusat pariwisata bahari, yang mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui penyediaan jasa pemandu wisata, penyewaan peralatan selam, akomodasi, dan restoran. Pariwisata berbasis terumbu karang ini tidak hanya menciptakan lapangan pekerjaan dan sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat, tetapi juga menghasilkan miliaran rupiah setiap tahun bagi negara. Selain itu, terumbu karang memiliki peran penting dalam sektor perikanan, menyediakan tempat berlindung dan sumber makanan bagi berbagai spesies ikan yang menjadi target penangkapan. Keberadaan terumbu karang yang sehat menjamin ketersediaan sumber daya ikan yang berkelanjutan, yang sangat penting bagi masyarakat pesisir yang bergantung pada hasil laut untuk konsumsi dan perdagangan.
Selain manfaat ekonomi, terumbu karang juga berfungsi sebagai benteng alami yang melindungi garis pantai dari erosi dan abrasi akibat gelombang dan arus laut. Struktur keras yang dibentuk oleh koloni karang mampu meredam energi gelombang, memberikan perlindungan bagi infrastruktur pesisir seperti rumah, pelabuhan, dan fasilitas publik. Di Indonesia, di mana banyak wilayah pesisir dihuni oleh komunitas padat penduduk, perlindungan alami ini sangat berharga dalam mengurangi risiko bencana alam yang dapat mengancam keselamatan dan ekonomi masyarakat. Terumbu karang juga berperan sebagai penyerap karbon alami yang membantu mitigasi dampak perubahan iklim (Perikanan, 2023). Dengan berbagai manfaat ini, pelestarian terumbu karang menjadi investasi penting untuk masa depan lingkungan dan ekonomi Indonesia. Secara tidak langsung, terumbu karang telah memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian lokal dan nasional melalui sektor pariwisata, perikanan, dan jasa ekosistem yang mereka sediakan. Industri pariwisata bahari yang didukung terumbu karang menghasilkan pendapatan yang besar, sementara sektor perikanan yang bergantung pada ekosistem terumbu karang menyediakan lapangan kerja dan sumber penghidupan bagi jutaan orang di wilayah pesisir. Perlindungan yang diberikan terumbu karang terhadap pesisir juga memiliki nilai ekonomi tinggi karena mengurangi biaya infrastruktur untuk perlindungan pantai, seperti pemecah gelombang buatan dan tanggul. (Tropikal, 2024).
Ancaman terhadap Keberlanjutan Terumbu Karang
Terumbu karang adalah ekosistem laut yang sangat kaya dan penting, mendukung keberagaman hayati yang luas dan menyediakan sumber mata pencaharian bagi banyak masyarakat pesisir. Namun, keberlanjutan terumbu karang menghadapi ancaman serius dari berbagai faktor, seperti perubahan iklim, polusi, dan aktivitas manusia. Ancaman-ancaman ini memberikan dampak yang signifikan pada kondisi terumbu karang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang mengalami penurunan kualitas, dengan ancaman utama berasal dari perubahan suhu laut, pengasaman laut, dan praktik penangkapan ikan yang merusak. Teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) dan citra satelit kini mulai diterapkan untuk memantau kesehatan terumbu karang. Contohnya, proyek CoralWatch menggunakan analisis warna karang untuk mendeteksi tanda-tanda awal pemutihan, memungkinkan tindakan mitigasi lebih cepat. Selain itu, robot bawah air seperti 'CoralBots' telah digunakan untuk membantu restorasi karang dengan menanam fragmen karang secara efisien
a. Perubahan Iklim dan Suhu Laut
Perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan suhu laut, yang sangat berbahaya bagi terumbu karang. Pemanasan suhu air laut menyebabkan terjadinya fenomena pemutihan karang (coral bleaching), di mana karang kehilangan alga simbiotiknya yang penting untuk kelangsungan hidup mereka. Laporan terbaru dari IPCC menyebutkan bahwa pemanasan global telah mencapai 1,1°C di atas tingkat pra-industri, yang memicu peningkatan kejadian pemutihan karang di berbagai wilayah tropis (Kelly Levin, 2022). Suhu laut yang lebih tinggi memaksa karang untuk melepas zooxanthellae, alga yang menyediakan sebagian besar energi yang dibutuhkan karang untuk hidup. Tanpa alga ini, karang menjadi rentan dan, dalam banyak kasus, tidak dapat pulih, akhirnya mengalami kematian massal.
b. Pengasaman Laut
Pengasaman laut juga merupakan ancaman serius bagi ekosistem terumbu karang, selain dari dampak peningkatan suhu. Proses ini terjadi ketika emisi karbon dioksida (CO₂) yang meningkat diserap oleh lautan, di mana CO₂ yang larut membentuk asam karbonat. (Network, accessed on 07 Sep 2024). Pembentukan asam karbonat ini menyebabkan pelepasan ion hidrogen, yang menurunkan pH air laut dan membuatnya lebih asam. Akibatnya, ion hidrogen yang terbentuk bergabung dengan ion karbonat untuk membentuk bikarbonat, sehingga mengurangi ketersediaan ion karbonat yang dibutuhkan oleh organisme pengapur seperti terumbu karang, krustasea, dan moluska untuk membangun cangkang dan rangka mereka (Scott C Doney., 2009). Menurut penelitian Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), perubahan kimia ini memperburuk kemampuan karang dalam membentuk kalsium karbonat, bahan utama yang digunakan untuk membangun kerangka mereka. Jika penurunan pH laut terus berlanjut, terumbu karang akan semakin sulit untuk tumbuh dan bertahan hidup, mengancam keberlanjutan ekosistem laut yang sangat bergantung pada kesehatan terumbu karang tersebut. (IPCC, 2021)
c. Polusi dan Aktivitas Manusia
Aktivitas manusia yang tidak terkendali menjadi salah satu faktor utama yang memperparah kerusakan ekosistem terumbu karang, selain pengaruh perubahan iklim. Pencemaran laut dari limbah industri, pertanian, dan rumah tangga membawa bahan kimia berbahaya dan nutrisi berlebih yang memicu pertumbuhan alga invasif. Alga ini menghalangi cahaya matahari yang dibutuhkan oleh karang untuk fotosintesis, sehingga menghambat pertumbuhannya. Praktik penangkapan ikan yang merusak, seperti penggunaan bom dan racun sianida, turut menghancurkan struktur fisik terumbu karang, mengganggu habitat biota laut, dan mengurangi keanekaragaman hayati di ekosistem tersebut. Selain itu, perubahan iklim yang menyebabkan peningkatan suhu air laut, kenaikan permukaan laut, dan pemutihan karang telah memberikan dampak signifikan terhadap kesehatan terumbu karang. Kondisi ini memperburuk kemampuan karang untuk berkembang dan melindungi spesies yang bergantung pada ekosistem karang tersebut.
Penelitian yang dilakukan pada akhir 2022 menunjukkan bahwa kerusakan terumbu karang tidak hanya berdampak pada biota laut yang tinggal di sekitar karang, tetapi juga berdampak luas pada keseimbangan ekosistem laut secara keseluruhan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, berupa studi literatur dari berbagai sumber ilmiah, menunjukkan adanya dampak yang nyata dan signifikan dari aktivitas manusia dan perubahan iklim terhadap kerusakan terumbu karang, termasuk pemutihan karang dan peningkatan kejadian benturan fisik pada ekosistem tersebut.
Strategi Perlindungan Ekosistem laut Indonesia
1. Upaya Pemerintah dan Inisiatif Lokal
Terumbu karang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir, sehingga diperlukan upaya kolaboratif untuk mencegah kerusakan yang semakin parah. Salah satu langkah konkret yang diusulkan adalah melalui program konservasi dan restorasi seperti Indonesia Coral Reef Garden (ICRG), yang diluncurkan pada Oktober 2018 di Bali (id, 2022). Program ini didanai sebagai bagian dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pasca-COVID-19, dengan tujuan utama memulihkan kesehatan ekosistem terumbu karang, meningkatkan keanekaragaman hayati, menciptakan lapangan kerja, serta mendorong pariwisata berkelanjutan berbasis konservasi. ICRG menggunakan tiga pilar utama: penelitian dan inovasi, pembibitan dan transplantasi, serta pemberdayaan masyarakat dan ekonomi kreatif, dengan pendekatan yang menggabungkan aspek ilmiah dan sosial ekonomi dalam pemulihan karang (Hendra Yusran Siry, 2024). Melalui program ini, pembangunan terumbu buatan dilakukan di berbagai lokasi, termasuk di tempat peluncurannya Bali, sebagai upaya untuk meningkatkan pariwisata bahari dan mendukung mata pencaharian lokal.
Selain itu, Program Rehabilitasi dan Manajemen Terumbu Karang (Coremap) yang diluncurkan sejak 1998 telah memberikan hasil positif dalam memperbaiki kondisi terumbu karang sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui konservasi dan manajemen lingkungan berkelanjutan. Program yang didanai oleh Bank Dunia dan Global Environment Facility (GEF) ini bertujuan membangun kapasitas ilmu dan manajemen secara bertahap selama 21 tahun. Pada tahap awalnya, COREMAP berfungsi sebagai proyek percontohan untuk menguji model pengelolaan perikanan berbasis masyarakat dan menetapkan dasar legislasi yang memungkinkan masyarakat turut serta mengelola sumber daya pesisir. Dengan model yang berhasil diterapkan, COREMAP kemudian diperluas, menghasilkan lebih dari 350 rencana pengelolaan kolaboratif antara masyarakat dan pemerintah daerah, serta meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai kesehatan laut. Program ini juga mendukung kembalinya spesies langka, mencatat pertumbuhan tutupan terumbu karang hingga 17% di enam dari tujuh kabupaten lokasi kegiatan, serta meningkatkan pendapatan penerima manfaat hingga 20% (KACZAN, 2019).
2. Teknik Restorasi Aktif dan Pasif
Rencana Aksi Terumbu Karang Nasional Indonesia mengedepankan kombinasi teknik restorasi aktif seperti berkebun karang dan restorasi pasif melalui pemulihan alami. Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan ekosistem karang secara berkelanjutan, tetapi juga mendukung ekonomi biru dan meningkatkan ketahanan pesisir terhadap erosi pantai. Coral Stock Center (CSC) yang dibentuk oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mendukung rehabilitasi, edukasi, dan pariwisata bahari dan melibatkan masyarakat dalam penanaman karang di lokasi-lokasi yang dipilih seperti di Kepulauan Seribu, Lombok Barat, dan Bokori di Sulawesi Tenggara memonitor tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan karang yang ditanam, serta menyediakan spot wisata untuk kegiatan menyelam yang mendukung pariwisata berkelanjutan (Hendra Yusran Siry, 2024).
Memperluas upaya restorasi dengan menanam fragmen karang di daerah-daerah terpilih, akan mendorong pertumbuhan kembali karang di area yang mengalami kerusakan. Pembangunan terumbu buatan dan transplantasi karang pada area yang strategis terbukti meningkatkan populasi karang, yang berfungsi sebagai habitat bagi berbagai biota laut dan sebagai daya tarik wisata bahari. Upaya-upaya ini menunjukkan komitmen kolaboratif dalam pemulihan terumbu karang dan ekonomi yang berkelanjutan, yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi.
Dukungan dan komitmen dari negara-negara lain, seperti Arab Saudi yang berjanji memberikan kontribusi dana sebesar 10 juta dolar per tahun juga, menunjukkan bahwa pelestarian terumbu karang kini menjadi isu global. Indonesia pun mengambil peran aktif dengan mengajak negara-negara G20 untuk bersama-sama terlibat dalam upaya konservasi ini, termasuk melalui pembentukan pusat penelitian Coral Stock Center (CSC) dan Global Center of Excellence (GCoE) on Coral Reef yang diharapkan dapat menjadi pusat pengembangan ilmu dan teknologi terkait ekosistem terumbu karang. Dengan dukungan dan kolaborasi internasional ini, Indonesia memiliki harapan tercipta solusi inovatif dan berkelanjutan untuk mengembalikan kesehatan terumbu karang yang kritis bagi ekosistem laut global. (id, 2022)
Strategi Kolaboratif untuk Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan
a) Reformasi Kebijakan dan Peran Kolaborasi
Internasional
Kebijakan yang mendukung keberlanjutan sangat penting untuk melindungi terumbu karang. Regulasi yang lebih ketat dalam praktik penangkapan ikan, perlindungan kawasan konservasi, dan pengendalian polusi dapat membantu mengurangi ancaman terhadap ekosistem ini. Peran organisasi internasional dan LSM, seperti UNEP dan Coral Triangle Initiative, memberikan dukungan teknis dan pendanaan untuk proyek konservasi. Mekanisme inovatif seperti blue bonds menjadi salah satu solusi pendanaan jangka panjang, seperti yang dilakukan Seychelles untuk merehabilitasi ekosistem laut. Kolaborasi internasional diperlukan untuk menciptakan kebijakan global yang efektif dalam melestarikan terumbu karang dan mendukung keberlanjutan ekosistem laut
b) Pengembangan Ekonomi Biru dan
Keterlibatan Masyarakat
Ekonomi biru yang berkelanjutan berperan penting dalam mendukung pelestarian terumbu karang dengan memanfaatkan sumber daya laut secara bijaksana untuk pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan perlindungan lingkungan. Inisiatif seperti pariwisata berbasis konservasi, budidaya laut ramah lingkungan, dan praktik perikanan berkelanjutan membantu menciptakan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat pesisir sekaligus melindungi ekosistem.
Keterlibatan masyarakat sangat penting melalui pendidikan lingkungan, kampanye kesadaran publik, dan partisipasi aktif dalam program konservasi. Pengawasan dan evaluasi program secara berkala diperlukan untuk memastikan efektivitas jangka panjang, menjaga keseimbangan ekosistem, dan mengoptimalkan manfaat ekonomi serta sosial dari ekosistem terumbu karang.
c) Kawasan Konservasi Laut
Perluasan kawasan laut yang dilindungi merupakan langkah penting dalam menjaga keanekaragaman hayati dan keberlanjutan terumbu karang. Penetapan zona konservasi yang efektif, disertai praktik pengelolaan yang baik, membantu melindungi ekosistem dari ancaman seperti penangkapan ikan yang merusak dan polusi. Contohnya, terumbu karang Pulau Kedindingan menjadi lokasi pemantauan dan rehabilitasi yang bertujuan memperbaiki kawasan yang rusak. Strategi ini mencakup penilaian kesehatan karang secara berkala untuk memastikan efektivitas program konservasi dalam jangka panjang.
d) Praktik Perikanan Berkelanjutan
Praktik perikanan berkelanjutan dilakukan dengan menerapkan sistem berbasis kuota dan pengaturan jenis serta jumlah ikan yang ditangkap. Pendekatan ini bertujuan mencegah penangkapan ikan berlebihan dan menjaga keseimbangan ekosistem laut. Selain itu, penerapan teknologi ramah lingkungan dan pelarangan metode destruktif seperti bom atau racun ikan juga mendukung keberlanjutan sumber daya laut, memastikan ketersediaannya bagi generasi mendatang.
e) Keterlibatan Komunitas Adat dan Lokal
Komunitas adat, seperti suku Bajo di Indonesia, memiliki kearifan lokal yang mendukung keberlanjutan ekosistem laut, seperti tradisi sasi yang melarang penangkapan ikan secara musiman untuk menjaga keseimbangan populasi ikan. Mengintegrasikan praktik tradisional ini ke dalam program konservasi meningkatkan efektivitas pelestarian sekaligus memperkuat dukungan masyarakat setempat. Pendekatan ini tidak hanya melestarikan ekosistem tetapi juga memperkuat hubungan sosial budaya komunitas dengan lingkungan mereka.
KESIMPULAN
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan dan ekonomi, khususnya di Indonesia yang memiliki keanekaragaman terumbu karang terbesar di dunia. Namun, ekosistem ini menghadapi ancaman serius dari perubahan iklim, polusi, dan aktivitas manusia yang merusak. Upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi internasional sangat diperlukan untuk melindungi terumbu karang, melalui program konservasi, restorasi, dan pendidikan lingkungan. Dengan melibatkan berbagai pihak dan mengimplementasikan kebijakan berbasis keberlanjutan, terumbu karang dapat terus memberikan manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial bagi generasi mendatang.
Oleh karena itu, penting bagi seluruh pihak, mulai dari pemerintah hingga individu, untuk mengambil langkah aktif dalam melestarikan terumbu karang. Dengan memperkuat kesadaran dan kontribusi nyata, kita dapat memastikan bahwa keindahan dan manfaat terumbu karang tetap lestari untuk generasi mendatang.
REFERENSI
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2023). Penilaian Terumbu Karang Indonesia: Laporan Kinerja KKP 2023. Jakarta: KKP.
Hendra Yusran Siry, P. (2024). Indonesia's Current Restoration Policies on Coral Reef Ecosystems. The International Coral Reef Initiative (ICRI) 38th General Meeting, Jeddah, Saudi Arabia https://icriforum.org/.
id, A. I. (2022). Indonesia Ajak Negara G20 Bersama Restorasi Terumbu Karang. Portal Informasi Indonesia, https://indonesia.go.id/.
IPCC. (2021). Climate Change 2021: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Sixth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press.
KACZAN, A. R. (2019). Ilmu kelautan untuk terumbu karang yang sehat dan komunitas tangguh: 21 Tahun COREMAP di Indonesia. World Bank Blogs, https://blogs.worldbank.org/, Published on East Asia & Pacific on the Rise.
Kelly Levin, S. B. (2022). 6 Temuan Besar dari Laporan IPCC 2022 tentang Dampak Iklim, Adaptasi, dan Kerentanan. https://wri-indonesia.org/.
Network, R. R. (accessed on 07 Sep 2024). Pengasaman Laut. Reef Resilience Network, https://reefresilience.org/.
Perikanan, K. K. (2023). Penilaian Terumbu Karang Indonesia. https://kkp.go.id/, Laporan Kinerja KKP 2023.
Scott C Doney., e. a. (2009). "Ocean Acidification: The Other CO₂ Problem.". Annual Review of Marine Science, 1(1), 169-192.
Tropikal, A. O. (2024). Pentingnya Terumbu Karang: Ekosistem Laut yang Menakjubkan. https://orangutantrop.com/, Edukasi
Hughes, T. P., et al. (2018). "Global warming transforms coral reef assemblages." Nature, 556(7702), 492-496.
Burke, L., et al. (2011). Reefs at Risk Revisited Washington, D.C.: World Resources Institute.
Hoegh-Guldberg, O., et al. (2007). "Coral reefs under rapid climate change and ocean acidification." Science, 318(5857), 1737-1742.
Badan Riset dan Inovasi Nasional. (2022). Dampak Aktivitas Manusia terhadap Ekosistem Terumbu Karang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI