Berlainan dari pernyataan PWI Pusat adalah nada penyataan Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat pada hari yang sama, yang lebih memperlihatkan kesetiakawanan terhadap media pers yang diberedel. SPS Pusat dalam pernyataannya menyatakan “keprihatinan yang mendalam” dan “mengharapkan agar ketiga penerbitan pers tersebut bisa terbit kembali.”
Puncak dari gerakan ini adalah menghasilkan satu organisasi yang terus bertahan hingga sekarang, yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI). AJI mulanya didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap PWI yang dianggap dekat dengan rezim penguasa. Pada 7 Agustus 1994 sekitar 100 orang jurnalis, termasuk GM, Eros, Fikri, Andreas Harsono, dan Yosep Adi Prasetyo, menandatangani Deklarasi Sirnagalih. Intinya, jurnalis menolak tunduk kepada pemerintah dengan menyediakan hak publik atas informasi dan menentang pengekangan pers.
Tidak pernah sebelumnya terjadi dalam sejarah pers di Indonesia, puluhan sampai ratusan demonstran selama berhari-hari berbaris di jalan-jalan untuk mendukung kebebasan pers, yang juga berarti kebebasan berbicara dan mengemukakan pendapat. Mereka termasuk mahasiswa, seniman, politisi, kaum profesional, pengacara dan cendekiawan, selain wartawan. Pemberedelan 1994 itu justru menjadi momentum bagi banyak wartawan untuk membangkitkan semangat kebebasan pers di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H