pemain keturunan menjadi hal penting dalam memajukan sepakbola Indonesia. Kehadiran pemain keturunan juga membawa dampak positif dalam memperkuat identitas lokal. Di era Shin Tae Yong,
Meskipun mereka memiliki latar belakang budaya yang berbeda, keterlibatan mereka dalam Timnas Indonesia dapat menjadi simbol persatuan dan kebanggaan nasional.
Selain itu, pengalaman dan keterampilan yang diperoleh oleh pemain keturunan yang bermain di luar negeri juga dapat menjadi aset berharga bagi Timnas, membawa gagasan dan teknik baru yang dapat diterapkan dalam permainan lokal.
 Di sisi lain, dengan adanya pemain keturunan ini juga menyulitkan mereka berkomunikasi dengan pemain lokal karena bahasa yang digunakan berbeda.
Baru-baru ini, mantan asisten pelatih Timnas Indonesia, Nova Arianto mengungkapkan bahwa sebelumnya ada jarak antara pemain keturunan dengan pemain lokal di Timnas Indonesia. Pengakuan itu diungkapkannya ketika menghadiri podcast akun youtube Si Paling Timnas. (19/02/2024)
Divo Sashendra yang merupakan komandan pasukan @garudarevolution.football (akun instagram pendukung Timnas Indonesia) dan temannya Domy Stupa selaku host podcast tersebut menanyakan kepada coach Nova tentang isu adanya jarak antara pemain keturunan dengan pemain lokal.
"Pemain keturunan kalau di awal itu memang ada. Karena mungkin proses adaptasi mereka dengan pemain juga. Ya kita tahu orang Indonesia kan pemalu." Ungkap coach Nova, yang sekarang ini melatih Timnas Indonesia U-16.
Coach Nova juga mengatakan kalau terjadinya jarak antara pemain keturunan sama pemain lokal itu karena masalah bahasa.
"Pertama kalo saya duduk di sana ngobrol bahasa Inggris, gua ga bisa bahasa Inggris. Akhirnya terbentuk ini, mereka sendiri kita sendiri." Ucap coach Nova.
Namun hal itu bisa diatasi oleh para staff pelatih. Mereka membuat peraturan yang mana di meja makan dikasih nama masing-masing.
"Di situ ada Jordy, disebelahnya ada Ridho, sebelahnya ada Shayne, di sebelahnya ada Asnawi. Jadi satu meja bisa dua tiga orang pemain abroad kita, pemain indo kita juga ada. Jadi semuanya menjadi satu." Kata mantan asisten Shin Tae Yong tersebut.
Karena solusi inilah tim mulai berubah. Dan akhirnya para pemain mau nggak mau ya harus ngobrol satu sama lain.
"Akhirnya mereka akan sharing karena mau nggak mau dipaksa, makan ya udah ngobrol aja. Tapi kalo nggak ya, tetap mereka akan ngumpul sih. Itu yang kita coba buat agar pemain naturalisasi dengan pemain asli Indonesia bisa menjadi satu. Dan bisa fokus selama piala Asia karena sebelum itu juga saya mengumpulkan mereka, saya panggil si Klok, saya panggil si Jordy, Asnawi, Dendy, pemain pemain senior." Ungkap coach Nova lagi.
Coach Nova juga menanyakan kepada mereka apa yang bisa kita lakukan untuk tim ini agar bisa menjadi satu.
"Karena kalau dari mereka bicara sebenarnya ga ada masalah. Kita dengan pemain ini juga ga ada masalah dan menurut kami pun ga ada masalah. Tapi untuk jadi satu chemistry kan bukan hanya ngomong oh saya cocok kok sama mas Divo, saya cocok kok sama mas Domy, bukan itu. Tapi chemistry adalah itu adalah oh tau Asnawi itu sukanya apa sih, Jordy itu sukanya bola apa itu yang menjadi konsen, karena saya pernah tes." Kata coach Nova.
Hal unik juga pernah terjadi kalau Shayne Pattynama mengira coach Nova orang Korea. Dan Justin Hubner juga pernah ditanya oleh coach Nova nama salah satu pemain lokal (Syahrul Trisna) dan ternyata Justin tidak mengetahuinya.
Coach Nova lalu mengatakan, bagaimana dia bisa menjadikan chemistry menjadi satu kalo dia tidak tahu masing masing nama pemainnya. Akhirnya saya pikir. Apanih, apa yang harus kita buat untuk agar tim ini menjadi satu. Akhirnya kita dari coaching staff, udah deh coba paksa pake nama di meja makan. Otomatis satu meja kan kita karena enggak panjang kita pakai bulat satu bulatin isinya enam orang, nah enam pemain jadi 3 pemain abroad 3 pemain Indonesia, dijadiin satu biar mereka bisa komunikasi. Jadi itu yang kita coba, kita coba biar komunikasi mereka bisa lebih lancar dan bersyukurnya mereka bisa lebih menyatu lagi sih sekarang.
Semoga artikel ini mendapat predikat artikel utama, hehe.
Siapa sih yang tidak mau artikelnya mendapat predikat artikel utama di Kompasiana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H