Mohon tunggu...
Abdul Fickar Hadjar
Abdul Fickar Hadjar Mohon Tunggu... Dosen - Konsultan, Dosen, pengamat hukum & public speaker

Penggemar sastra & filsafat. Pengamat hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hoaks, Penegakan Hukum, dan Pendidikan Literasi

22 Oktober 2017   22:26 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:39 2701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara

           melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu

           muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan

           barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,

           diancam dengan pidana penipuan dengan ancaman pidana paling lama empat tahun.

 

Tidak semua berita bohong dapat dikualifisir dan diancam hukuman pidana, karena ada beberapa kualifikasi "berita bohong" yang tidak termasuk dalam ancaman pidana sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Sebagai contoh mengganti status di media Sosial dengan sesuatu yang tidak benar hanya karena ingin terlihat wah...tetapi tidak merugikan orang lain (missal berceritera tentang keindahan sebuah kota di Amerika dengan menggambarkan seolah olah penulis berada disana padahal tidak), maka bohong seperti ini tidak dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana.

Selain itu berkembang juga terminologi "bohong putih" dan "bohong hitam", bohong putih sering diartikan orang sebagai informasi yang tidak sebenarnya yang disebarkan dengan maksud menstabilkan suasana atau mententramkan keadaan. Sedangkan "bohong hitam" inilah yang disebut Hoax, informasi bohong yang sengaja disebar sebagai ujaran kebencian yang dimaksudkan sebagai pemicu ketidak tertiban atau merugikan orang lain atau kelompok lain.

Ancaman hukuman terhadap Hoax yang disebutkan dalam perundang-undangan dimaksudkan dan dapat diterapkan bagi penyebaran informasi yang merugikan orang perorang atau kelompok orang. Jika sebuah informasi bohong (Hoax) itu merugikan orang perorang, maka terhadap perbuatan itu dapat diterapkan ketentuan Pasal 311 KUHP (fitnah) atau Pasal 378 (penipuan) dan jika dilakukan melalui media internet diterapkan ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE (merugikan konsumen), sedangkan jika berita bohong (hoax) itu merugikan masyarakat atau kelompok orang dapat diterapkan Pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946 dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE dalam hal dilakukan melalui transaksi elektronik, internet.

Ada dilemma diantara penegakan hukum yang dilakukan terhadap para pelaku Hoax disatu sisi dengan dengan pemblokiran terhadap situs-situs hoax, disi lain juga penuntutan hanya terhadap pelaku hoax. Kedua langkah yang dilakukan oleh Negara ic Pemerintah itu sudah seharusnya, namun bersamaan dengan itu jumlah penyebar hoax semakin besar (terutama terjadi pada momen-momen pemilihan kepala daerah) Karena itu sangat disayangkan pemerintah hanya berhenti pada tindakan melakukan pemblokiran terhadap situs-situs  hoax tanpa meminta pertanggung jawaban para pengelola media sosial. 

Sementara si pembuat berita hoax masih dapat terus berproduksi menyebar hoax dan memperluas ruang gerak dengan nama dan situs yang lain. Konsepsi pelaku (dader) dalam hukum pidana tidak terbatas pada pelaku langsung,  tetapi juga termasuk pihak-pihak yang menyuruh, membantu, memberi fasilitas dan kesempatan sebagaimana diatur Pasal 55 dan 56 KUHP sebagai pelaku penyertaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun