Mohon tunggu...
0037333226
0037333226 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fica Afria Windiasari

enjoy your life

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kegiatan Warga Desa Sekitar Sungai Brantas dalam Menyambut Bulan Suci Ramadhan

2 Juni 2022   17:56 Diperbarui: 2 Juni 2022   18:00 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bacaan kali ini aku akan menceritakan tentang kebiasaan sebelum menyambut bulan Ramadhan yang dilakukan di daerah asal tempat tinggal ku yaitu di daerah kabupaten Mojokerto yang tekenal dengan julukan Kota Onde -- Onde,  lebih tepatnya di desa Sidorejo, Dusun Kwangen. Daerah ku ini termasuk wilayah kecil yang bisa dibilang pelosok karena terletak diantara perbatasan 3 kabupaten sekaligus, yaitu kabupaten Sidoarjo, 

kabupaten Mojokerto dan kabupaten Gresik. Sebelumnya aku mau sedikit cerita tentang daerah ku ini ya, jadi di daerah ku ini terkenal dengan sejarahnya yang sangat kental. Kalian bisa cari tahu tentang Mojokerto, pasti yang terlihat menonjol yaitu tentang cerita sejarah dan situs peniggalan kerajaan yang terkenal yaitu Kerajaan Majapahit. Oke, next kita balik ke tema awal yaitu kegiatan sebelum menyambut bulan Ramadhan ya, jadi sebentar lagi 

sudah mau memasuki bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa dan dalam penanggalan kalender Hijriah biasa disebut dengan bulan Sya'ban. Dalam pertengahan bulan ini, di daerah ku Kabupaten Mojokerto terdapat beberapa kegiatan tradisi yang dilakukan sebelum memasuki bulan puasa. Daerah ku termasuk wilayah kecamatan Jetis, daerah ini masuk dalam wilayah sebelah utara sungai Brantas. Warga utara sungai Brantas mempunyai beberapa tradisi berbeda, 

contohnya seperti kegiatan Brahatan. Jadi, brahatan adalah sebuah tradisi turun - temurun yang biasa dilakukan masyarakat desa daerah sini. Nama brahatan sendiri pun diambil dari bahasa Arab yaitu Bara'ah. Tradisi ini dilakukan dengan cara ritual berdoa bersama tepat di malam 15 bulan Sya'ban. Tradisi ini dilakukan dengan cara ritual berdoa bersama tepat di malam 15 bulan Syakban. Tak jauh berbeda dengan kegiatan nisfu Sya'ban, di malam 

pertengahan bulan itu warga muslim daerah kami menggelar doa di masjid maupun mushola terdekat dengan membaca surah Yasin sebanyak tiga kali dan memanjatkan doa kepada Allah SWT secara berjamaah. Dengan harapan memohon dipanjangkan umur dalam ketakwaan, diluaskan rezeki yang halal, dijauhkan dari bencana, hingga memohon diberi ketetapan iman sampai akhir hayat. Mengapa dilaksanakan pada tanggal 15? 

Karena kami meyakini pada tanggal 15 bulan ke 8 dalam tahun islam diyakini sebagai keberkahan. Di malam nifsu sya'ban ini dipercaya oleh masyarakat kami bahwa pintu ampunan sedang terbuka dan mustajabahnya semua doa. Selain itu, brahatan ini juga adalah simbol ruwatan bagi masyarakat kami sebelum menjelang datangnya bulan Ramadhan. Brahatan juga bisa diartikan sebagai cara mempersiapkan diri dan hati dalam menyambut bulan suci Ramadhan. 

Salah satu simbolisasinya adalah banykanya macam aneka makanan yang dihidangkan oleh masyarakat setempat. Warga biasanya membuat ketupat, lontong, lontong sayur, dan lepet dengan bumbu kacang. Mirip seperti ketika bulan Ramadhan dan seminggu setelah Idul Fitri, ketupat yang biasanya dimasak pun sama, lengkap dengan lontong sayur nya. Dalam tradisi masyarakat Jawa, dua makanan ini memiliki filosofis yang sangat dalam. 

Ketupat atau biasa disebut juga dengan kupat merupakan akronim dari ngaku lepat yang memiliki arti mengakui segala kesalahan. 

Selain itu bentuk dari kupat yang dibungkus dengan janur atau daun kelapa mudan dan dibentuk segi empat ini juga melambangkan hati. Sehingga jika digabung menjadi, Bersama -- sama saling mengakui kesalahan, hati disimbolkan seperti bentuk ketupat yang dibelah. Ketika tampak isinya setelah dibelah yang putih dan bersih tanpa dikotori denga penyakit hati seperti iri, dengki, dendam dan sombong. Seperti hal nya ketupat, lepet juga memiliki filosofis tersendiri. 

Makanan yang dibuat dari bahan dasar beras ketan ini melambangkan tali silaturahim setelah sama -- sama mengakui kesalahan masing -- masing. Sehingga hubungan persaudaraan bisa terjalin erat kembali seperti lengketnya ketan dalam makanan lepet tersebut. Dalam kegiatan ini masyarakat berharap bisa saling memaafkan sesame manusia dan mendapat ampunan dari Allah SWT untuk mempersiapkan hati dan diri menyambut bulan suci Ramadhan. 

Berbeda dengan wilayah selatan sungai Brantas dan daerah kota Mojokerto. Daerah tersebut hampir kurang mengtahui tentang kegiatan brahatan ini, namun di wilayah kota rutin melakukan tradisi turun -- temurun ketika menyambut bulan suci Ramadhan yaitu seperti tradisi Nyadran. Tradisi ini biasanya diawali dengan kirab Tumpeng Ageng. Biasanya dilakukan dengan membawa tumpeng setinggi kurang lebih 1,5 meter dan berat nya hampir 80 kg, 

dan biasanya juga diiringi dengan kesenian reog ponorogo atau barongan. Tujuan dari tradisi ini yaitu mengungkap rasa syukur kepada sang pencipta. Selain itu, kirim doa kepada para leluhur yang dihormati di lingkungan tersebut. Setelah diarak bersama, para warga akan berdoa bersama dan berebut isi dari tumpeng tersebut yang berisi jajanan tradisional. Selain tradisi Nyandran, masih banyak juga kegiatan yang dilakukan warga setempat juga, 

diantaranya biasanya yaitu melakukan tradisi ziarah sekaligus bersih -- bersih makam, serta melakukan pertunjukan wayang, dan juga mengadakan megengan. Megengan sendiri memiliki makna yang dalam yakni kata megengan berasal dari kata megeng yang artinya menahan. Hubungan dan maksut dari arti kata menahan sendiri yaitu dengan Ramadhan terkait ibadah puasa yang arti puasa itu sendiri imsak atau menahan. 

Kegiatan megengan ini juga merupakan tradisi memberikan berkat atau makanan kepada tetangga, salah satu makanan atau jajanan terkenal yang ada di dalamnya yaitu kue apem. Kue Apem adalah makanan yang terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan telur, santan, gula dan tape serta sedikit garam kemudian dipanggang. Serta memiliki rasa yang manis dan gurih. Bentuknya mirip serabi, hanya saja lebih tebal. 

Kata apem sendiri berasal dari bahasa Arab afuum yang berarti pemberian maaf (ampunan) atau pengayoman. Disebutkan, tradisi ini bertujuan untuk mensucikan diri agar mendapat ampunan di Bulan Ramadan. Kegiatan - kegiatan ini juga dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan memperkuat jalinan silaturahmi sesama manusia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun