Hari mulai gelap, kursi-kursi panjang dengan meja khas mulai terisi oleh kaum pria. Gelas berisi minuman warna putih bersoda tepat di depan mereka. Tegukan demi tegukan menulai obrolan sore itu. Tak hanya itu, suasa semakin hidup ketika gitar mulai dipetik untuk mengiri suara merdu khas orang batak. Setelah seharian mencari nafkah, waktunya mereka healing. Ya, minum tuak dan marmitu adalah healing terbaik mereka.
Tuak, minuman beralkohol yang berasal dari pohon nira menjadi penghangat badan dan melepas lelah. Marmitu, bernyanyi bersama dengan iringan gitar. Merupakan aktivitas yang akrab dengan lapo tuak.Demikianlah gambaran lapo tuak, tongkrongan kaum rural batak pada umumnya.
Jika dalam peradaban Yunani dikenal istilah agora, secara harafiah diartikan sebagai tempat berkumpul. Dengan adanya interaksi, maka akan terjadi komunikasi hingga transfer informasipun terjadi. Layaknya agora, peradaban batak juga mempunyai partukkoan, wadah komunikasi dan musyawarah masyarakat batak. Partukkoan menjadi tempat untuk berbagi informasi, pengambilan kebijakan-kebijakan penting yang berhubungan dengan adat, perencanaan pembangunan, pertanian, keagamaan, hingga hubungan sosial kemasyarakatan.
Jika dahulu agora sangat berperan pentingan dalam keberlangsungan peradaban Yunani. Pun demikian dengan partukkoan dalam budaya batak. Kini fungsi kedua tempat ini dapat ditemukan di lapo tuak.
Tidak hanya menikmati tuak dan marmitu, lapo tuak juga menjadi ruang pertukaran informasi seperti adat istiadat, pembangunan desa, pertanian hingga hal-hal yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan.
Lapo Tuak Sebagai Ruang Publik
 Jurgen Habermas mendefenisikan ruang publik sebagai tempat berkumpulnya orang-orang untuk berdiskusi berdasarkan rasionalitas. Ruang publik menjadi tempat masyarakat untuk berdebat mengenai isu penting kehidupan sosial. Dalam hal ini, ruang publik membentuk hubungan antara kehidupan publik dengan masyarakat sipil.
Jika dilihat dari kebiasaan di lapo tuak, seperti berdiskusi tentang kehidupan pertanian hingga adat istiadat maka sudah memenuhi kategori sebagai ruang publik. Tak jarang perdebatan-perdebatan tentang pelaksanaan upacara adat terjadi di lapo tuak. Evaluasi-evaluasi akan dilakukan demi perbaikan-perbaikan pelaksanaan upacara ada ke depannya. Tak sampai di sana, di lapo tuak juga terjadi transfer informasi tentang lowongan kerja hingga harga komoditi pertanian.
Sri Lestari Samosir dalam jurnal Lapo Tuak Sebagai Ruang Publik Dalam Prespektif Jurgen Habermas menyimpulkan secara karakteristik dan fungsi lapo tuak merupakan ruang publik. Lapo tuak memiliki sebuah perkembangan fungsi dan peran yang bermula hanya berupa tempat menikmati tuak berubah menjadi wadah interaksi sosial masyarakat umum.Â
Lapo tuak juga berfungsi sebagai wadah untuk bersosialisasi, komunikasi, informasi, tempat mengekspresikan diri, berbagi pengalaman sosial, dan juga mempunyai aspek ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H