Lisoi lisoi lisoi lisoi
O parmitu lisoi lisoi
Lisoi lisoi lisoi lisoi
Inum ma tuak mi
Penggalan lirik lagu karya Nahum Situmorang yang menggambarkan aktivitas sosial di lapo tuak. Saat malam menjelang, langit di tepian danau toba sudah mulai gelap, satu demi satu pria batak akan berkumpul, meneguk tuak, memetik senar gitar sambil bernyanyi dengan merdunya. Aktivitas ini populer dengan istilah marmitu (baca: bernyanyi sembari minum tuak). Selain marmitu, di lapo tuak juga menjadi ruang interaksi sosial. Pada umumnya di lapo tuak akan terjadi komunikasi, interaksi, hiburan hingga pertukan informasi.
Sejak euforia yang terjadi di Jazirah Arab, lapo tuak kini berubah fungsi sebagai arena menyaksikan perhelatan Piala Dunia. Banyak muka-muka baru yang berdatangan ke lapo. Tujuan mereka tentunya menyaksikan pertandingan. Harus diakui, lapo tuak menjadi alternatif karena terbatasnya akses menyaksikan Piala Dunia di era komersialisasi sepakbola.
Sama hal dengan kehidupan kaum urban, orang-orang kampung juga punya Negara favorit yang menjadi juara. Tak kalah dengan para pandit, mereka juga punya analisis sendiri tentang sepakbola. Brazil, Portugal, Argentina, Prancis menjadi Negara favorit mereka untuk Juara. Messi, Neymar, dan Ronaldo menjadi pemain yang mereka tunggu-tunggu. Tak jarang dari mereka menjagokan Argentina dan Portugal.
Mencintai Jerman hingga Membenci Belanda
Kaki bukit barisan, tepian Danau Toba hingga Tapanuli daratan akrab dengan orang Batak Toba. Mayoritas dari mereka menganut Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Agama yang tumbuh melalui lembaga misi Rheinische Missionsgesellschaft asal Jerman. Oleh seorang missionaris bernama I.L Nommensen, HKBP secara resmi berdiri tahun 1861 di kota Tarutung.
Atas dasar kesetiaan kepada Agama dan rasa cinta  juga terima kasih terhadap Ompui I.L Nommensen tak jarang dari mereka menjagokan Jerman sebagai kandidat juara. Sangat masuk akal sebab lahirnya fanatisme dapat dipengaruhi banyak hal. Di sisi lain, menjagokan Jerman sangat realistis karena menjadi salah satu raksasa sepakbola dunia, dan sudah pernah menjadi juara.
Hingga tak jarang dari mereka yang kecewa ketika Jepang berhasil mengandaskan Jerman di penyisihan grup dengan skor 2-1. Kekecewaan menjadi paripurna ketika Jerman tidak lolos penyisihan grup.
Lain Jerman, lain juga Belanda. Sibontar mata (baca: mata putih) sebutan bagi orang-orang Belanda, lahir dari nenek moyang dan diteruskan hingga saat ini. Belanda menjadi negara yang tidak begitu digemari karena faktor sejarah dan nasionalisme.
Banyak yang tidak suka dengan Belanda karena berlabel penjajah. Hingga tidak jarang yang menyoraki Belanda ketika bertanding dengan iyel-iyel mulak ma ho da Bolanda (baca: pulanglah wahai Belanda).
Fenomena ini semakin memperjelas betapa menariknya sepakbola. Fanatisme bisa lahir dari faktor agama, sejarah, juga nasionalisme.
Melawan Dinginnya Malam Lewat Tuak dan Perapian
Layaknya musim lampau, akhir tahun artinya musim dingin. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan suhu udara semakin dingin. Udara dingin tidak menjadi penghalang untuk menyaksikan tim favorit hingga larut malam.
Tuak dan perapian menjadi jurus ampuh melawan dinginnya malam. Kandungan alkohol dalam tuak akan menghangatkan badan hingga melek untuk menyaksikan tim favorit bertanding. Selain tuak, menghidupkan perapian menjadi fenomena unik dalam menyaksikan sepakbola. Bagaimana tidak, sembari menyaksikan pertandingan sesekali satu persatu akan mendekatkan diri ke perapian lalu beranjak lagi menyaksikan pertandingan. Sebelum akhirnya mereka melingkar ketika peluit tanda istirahat dibunyikan.
Merubah Stigma Negatif Lapo Tuak
Lapo tuak tidak bisa terlepas dari stigma negatif. Harus diakui lapo tuak terkadang menjadi tempat mabuk-mabukan, judi, dan tak jarang terjadi perkelahian karena pengaruh alkohol.
Momen Piala Dunia Qatar 2022 mampu menghadirkan warna baru di lapo tuak. Ada aktivitas sosial baru, yakni nobar. Nobar menjadi alternatif bagi warga kampung yang mempunyai keterbatasan akses Piala Dunia di era komersialisasi industri sepakbola. Lapo tuak tidak lagi terbatas pada minum tuak, mabuk, dan main judi. Akan tetapi, menjadi ruang positif bagi penggila sepakbola.
Atas dasar kecintaan dan fanatisme mereka rela melawan suhu dingin hingga lewat tengah malam. Semua demi tim favorit. Harus diakui, sepakbola itu olahraga fenomenal, favorit dan sangat menarik disaksikan. Jika merasa ragu, lihatlah lapo tuak yang kini semakin semarak berkat Piala Dunia 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H