Mohon tunggu...
Fibrisio H Marbun
Fibrisio H Marbun Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan kaki

Tertarik dengan sepakbola, sosial budaya, dan humaniora.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

May Day, Jalan Panjang Buruh di Era Revolusi Industri 4.0

2 Mei 2019   17:23 Diperbarui: 2 Mei 2019   20:09 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah era Orde Baru usai walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan sebagai hari buruh di Indonesia dengan demonstrasi diberbagai kota. Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei menjadi kerusuhan tidak pernah terbukti.

Pasca reformasi tahun 2000, kaum buruh memperingat 1 Mei dengan tuntutan menjadikan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional dan ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional. Aksi yang berlangsung satu pekan dan dibarengan aski mogok nyaris membuat ekonomi lumpuh dan membuat para pengusaha ketar ketir.

Namun perjuangan untuk menjadikan 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional tidak mendapat respon positif dari pemerintahan saat itu. Abdurrahman Wahid maupun Megawati Soekarno Putri tidak melegitimasi tuntutan buruh.

Era pemerintahan SBY tuntutan menjadikan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional dan dijadikan Hari Libur Nasional kembali menggelora. Tak sampai disana, buruh juga meminta kepada SBY supaya merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, serta Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang kemudian membuahkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Aksi May Day di Indonesia tidak hanya diikuti oleh kaum buruh, akan tetapi juga diikuti berbagai kalangan seperti mahasiswa, aktivis, dan organisasi kepemudaan hingga masyarakat umum.

Pucaknya pada 29 Juli 2013 Presiden SBY menetapkan 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional.

Jalan Panjang Buruh di Era Revolusi Industri 4.0

Revolusi Industri 4.0 adalah permulaan dari berakhirnya pekerjaan bagi manusia. Kita bisa melihat dari digantikannya tenaga kerja manusia dengan mesin, e-parking, penggunaan uang elektronik atau e-money,pengembangan AI (Artificial Intelegensia), bahkan di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah telah gencar-gencarnya membuat robot perang untuk memperkuat keamanan negaranya. Internet of think yang menjadi ciri dari Revolusi Industri 4.0 juga telah mulai dikembangkan dibanyak negara.

Rekson Silaban, Analis Indonesian Labour Institute dalam opininya di Kompas Selasa (18/12/2018) menjelaskan kaum buruh dan serikat buruh harus beradaptasi secara inovatif agar terhindar dari eliminasi akibat disrupsi Industri 4.0.

Lantas bagaimana kaum buruh dan serikatnya agar mampu beradaptasi di Era Revolusi Industri 4.0?

Pertama Inovasi dan Adaptasi. Dengan optimisme akan ada pekerjaan baru yang lebih banyak dan manusiawi, proaktif dan adaptasi hal yang wajib dilakukan. Karena dengan ada atau tidaknya era Revolusi Industri 4.0 pekerjaan dan lapangan pekerjaan pasti ada yang punah,. Untuk itu, dibutuhkan Inovasi dan adaptasi dari setiap kaum buruh dalam menghadapi disrupsi di era revolusi industri 4.0.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun