Mohon tunggu...
Fibi Rimadani
Fibi Rimadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Farmasi Universitas Airlangga

Gemar dengan dunia kesehatan dan kecantikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Skandal Apoteker Heni Sagara "Mafia Skincare" atau "Korban Fitnah"?

10 Januari 2025   14:30 Diperbarui: 10 Januari 2025   14:30 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama Heni Sagara, seorang apoteker lulusan Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, mendadak menjadi sorotan publik setelah disebut-sebut sebagai "mafia skincare" di media sosial.
Tuduhan ini muncul seiring dengan maraknya perbincangan mengenai produk skincare etiket
biru yang diduga mengandung bahan berbahaya dan diperjualbelikan secara ilegal.

Apa itu Etiket Biru?
Etiket biru menurut BPOM merujuk pada produk perawatan kulit yang diracik dengan menggunakan bahan obat keras. Penggunaan etiket ini sebenarnya diperuntukkan bagi produk
farmasi yang dibuat secara khusus berdasarkan resep dokter. Namun, dalam kasus Heni Sagara,
etiket biru diduga digunakan secara ilegal untuk produk kosmetik yang dijual bebas.

Tuduhan dan Bantahan
Tuduhan terhadap Heni Sagara semakin menguat setelah sejumlah pihak, termasuk dokter Richard Lee dan dokter Oky Pratama, mengangkat isu ini ke publik dalam sebuah podcast di akun youtube @dr. Richard Lee, MARS. Mereka mengklaim bahwa Heni Sagara terlibat dalam praktik jual beli etiket biru secara ilegal, yang dapat membahayakan konsumen. Heni Sagara sendiri membantah semua tuduhan tersebut. Ia menegaskan bahwa produk-produknya aman dan telah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Investigasi BPOM dan Penutupan Pabrik
Menanggapi isu yang berkembang, BPOM melakukan penyelidikan terhadap pabrik milik
Heni Sagara. Hasilnya, pabrik tersebut sempat ditutup sementara karena ditemukan adanya
pelanggaran administrasi. Meskipun begitu, BPOM belum menemukan bukti kuat mengenai
penggunaan bahan berbahaya dalam produk-produk Heni Sagara.

"Pabrik itu tidak mengeluarkan racikan, karena itu ada di klinik, farmasi. Hasil pemeriksaan
BPOM, tidak ada ditemukan bahan berbahaya seperti hidrokuinon atau merkuri," ucap
Johannes Oberlin selaku pengacara Heni Sagara.

Kasus ini menunjukkan bahwa pengawasan BPOM terhadap industri kosmetik masih perlu ditingkatkan untuk mencegah peredaran produk kosmetik ilegal. Kasus ini menjadi peringatan bagi konsumen untuk lebih berhati-hati dalam memilih produk kosmetik. Konsumen harus selalu memperhatikan izin edar BPOM dan menghindari produk yang tidak memiliki label yang jelas. Hal ini juga menunjukkan pentingnya peran pemerintah dalam melindungi konsumen dan memastikan bahwa produk-produk yang beredar di pasaran aman dan berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun