original dengan gaya hidup, budaya, dan bahasa.
Pagi hari yang cerah dan hembusan angin pagi yang mengiringi kicauan burung-burung, ayam berkokok serta bisikan di kuping telinga yang terdengar yang membawa mimpi dari malam hari. Niat batinku lebih besar untuk bergerak dan mencoba untuk mencari informasi tentang situasi dan keadaan di linkungan sekitar. Lingkuangan masyarakat di daerah pedasaan masih sangatSaya mendapatkan inforamasi dengan mudah lewat Handphome(Hp), kemana harus melangkah untuk menjelajahi lingkungan sekitar. Informasi itu dapat memestikan untuk melangkahkan kaki ± 2 KM, dari ibu kota Tambolaka ke kampung tersebut, Kab. Sumba Barat Daya(SBD),NTT yakni Desa. Werenna, Dusun. 04(Empat), Rw. 07, Rt. 14, Kampung. Puukapaka.
Sepanjang perjalanan dengan mengunakan sepeda motor Jupiter MX rasanya bukan seperti bagian dari Kec. Kota Tambolaka. Insfrastruktur yang menuju ke kampung itu sangat parah, apa lagi kalau sudah musim hujan yang pastinya aktivitas masyarakat yang menggunakan kendaraan baik (Roda Dua dan Roda Empat) harus berhati-hati kalau mau berkunjung ke kampung itu.
Setelah tiba di kampung dan berjumpa dengan masyarakat sekitar sangat memperihatinkan keadaan dan cara hidup mereka yang tidak pernah merasakan keadilan dan kesejahteraan seperti yang tercantum pada Sila ke-5, “Kedilan Sosial Bagi Sulurah Rakyat Indonesia”.
FERDIANUS BULU, merupakan salah satu anak muda yang berada di kampung itu yang mempunyai pemahaman tentang perubahan dan Inovasi kedepannya sehingga beberapa masyarakat sekitar mendoakan dirinya agar dalam bangku Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Weetebula bisa belajar dengan tulus dan serius sehingga ilmu yang dia peroleh bisa membawa perubahan terhadap keluarga, masyarakat dan seluruh masyarakat Desa. Werenna. Adapun latar belakang ekonomi kurang mendukung tetapi dirinya mempunyai niat untuk terus belajar seperti kawan-kawannya yang lain.
Saya bertemu dengan dirinya yang melakukan aktivitas seperti biasa yakni bertani bersama kedua orang tuanya. Mereka sangat menghargai tamu yang datang berkunjung selayaknya sebagai tamu istimewa dan mengajak duduk bersama sambil bercerita di tempat mereka tinggal.
Kerja sama dan gotong royong masih terjaga dan membudidaya dalam kampung itu. Waktu terus berjalan sambil berbagi cerita kehidupan sehari-hari dan perubahan yang terjadi saat ini, disamping itu mereka menyajikan makanan lokal yang mereka tanam sendiri dan secangkir kopi hitam.Singkat kata, terima kasih yang sudah memasak dengan penuh hati-hati dan berjuang sampai bisa menikmati sajiannya.
Semoga mendapatkan kesejahteraan dan keadilan seperti masyarakat di luar sana dan Pemerintah bisa melihat kebutuhan mereka. Salam bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H