Mohon tunggu...
Fianisa
Fianisa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswi

Tidur adalah kesukaan, belajar adalah keharusan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Mungkinkah Kita Memiliki Hidup hingga 2050?

9 Mei 2024   11:45 Diperbarui: 9 Mei 2024   11:47 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak mungkin jika para lansia ataupun bayi yang melakukan hal di atas. Pastilah para pemuda yang harus menjadi pembawa perubahan. Dapat dilihat bahwa kurangnya kesadaran dan kepedulian lingkungan pada sebagian besar generasi muda. Seharusnya jika tahu hal tersebut sering terjadi mereka bangkit untuk melakukan reboisasi walaupun hanya di sekitar rumah mereka, atau lahan kosong yang sekiranya cocok untuk membantu pemulihan bumi.

Di tanah air pun juga demikian, maraknya berita bencana alam di sana sini menimbulkan kekhawatiran. Bukan gunung meletus, gempa bumi, ataupun rumor terjadinya tsunami. Itu semua murni dari alam. Namun, saat ada kejadian meluapnya sungai, air rob, dan tanah longsor. Kita harus menyalahkan alam lagi? Apa kita tidak mau intropeksi?

Hampir 40% bencana alam di RI akibat banjir, serta Kementrian PUPR melihat bahwa penanganan banjir belum efektif. Peran kita diperlukan di sini. Selalu ajak keluarga dan teman teman untuk setidaknya membuang sampah pada tempatnya. Terlebih lagi jika bisa mendaur ulang ataupun mengolah sampah sebaik mungkin. (Sejak SD pasti kita telah mengulas hal ini. Berhenti menjadi generasi pura pura tidak mengerti dan hanya peduli diri sendiri)

"Kaum muda dengan rentang waktu penyelesaian 30 tahun atau tahun 2050 generasi yang sekarang SMP atau SMA menjadi aktor kunci mengatasi perubahan iklim. Karena itu, sangat penting bagi generasi muda saat ini untuk memahami persoalan ini dan memiliki kemampuan mitigasi maupun adaptasi" ucap Febby Tumiwa, Direktur Institute for Essential Services Reform yang juga anggota Majelis Wali Amanat Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)

Salah satu yang bisa dilakukan adalah memahami dan menjalani gaya hidup yang sesuai dengan lingkungan.

Bukan berarti berkonotasi bisa melakukan apapun yang dapat mengupgrade lingkungan tetapi melupakan kemaslahatan umat manusia. Juga bukan pula mementingkan manusia dan melupakan rumah kita. "There can be no plan B because there is no planet B" ucap UN Secretary-General Ban Ki-Moon.

Seiring berjalannya waktu, generasi milenial sudah mulai peka tentang menuanya bumi kita ini. Bersama mengurangi sampah plastik atau perlahan beralih dari sepeda motor ke sepeda maupun jalan kaki.

Berbondong bondong memanfaatkan media sosial sebagai ajang mengkampanyekan cinta dan selamatkan bumi.

Sumber : bogor.tribunnews.com
Sumber : bogor.tribunnews.com

Keanekaragaman hayati. Mereka sangat terancam dengan perubahan iklim yang begitu cepat. Banyak sekali hewan punah pada abad ini, tentu karena mereka perlu waktu beradaptasi yang cukup lama sedangkan bumi mengalami perubahan yang begitu cepat.

Tidak akan ada anak muda yang ingin menghabiskan sisa hidupnya hanya untuk melihat bumi hancur dan menggunakan masker guna menghindari badai debu di tanah yang kian gersang. "Peran anak muda sangat vital. Dorongan dari merekalah yang membuat kami, generasi yang lebih tua, terus waspada dan terus berusaha mencari solusi" kata Vincent Picket di sela sela acara Erasmus Days 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun