A. Untuk Pihak yang Menolak Permendikbudristek 30/2021 karena Dianggap Melegalisasi Aktivitas Seksual di Luar Nikah
- Padahal, sebelum adanya Permendikbudristek 30/2021, aktivitas seksual di luar nikah memang tidak pernah dilarang oleh hukum nasional (selama bukan termasuk perbuatan zina yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP, bukan dilakukan oleh orang di bawah umur, bukan kegiatan prostitusi, tidak dilakukan di kahalayak umum, tidak termasuk delik pornografi, dan tidak termasuk sebagai perbuatan yang dilarang oleh hukum), dengan kata lain, hukum nasional sedari awal memang tidak pernah melarang dan memberi hukuman kepada orang-orang yang melakukan aktivitas seksual, selama:
- didasari dengan kehendak dan persetujuan para pihak; dan
- tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dan rasa-rasanya hanya sejauh itulah hukum pidana bisa mencampuri urusan-urusan privat seseorang, karena apabila lebih dari itu, hukum pidana bisa-bisa kehilangan jiwanya, merumuskan suatu kebijakan yang berisikan larangan dan hukuman pada hal-hal yang sejatinya bukanlah perbuatan jahat.
- Berangkat dari Poin 1 di atas, penulis pun hendak mempertanyakan tujuan apa yang hendak dicapai oleh pihak-pihak yang menolak Permendikbudristek 30/2021, terumata terkait ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) tersebut. Jelas-jelas Permendikbudristek 30/2021 tidak pernah melarang dan melegalisasi apapun, karena perbuatan yang dikategorikan sebagai bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam Permendikbudristek 30/2021 sudah diatur juga di dalam instrumen hukum lain, seperti KUHP, UU ITE, UU Pornografi, dan lainnya. Dan sebagaimana diuraikan pada Poin 1 di atas, lagi-lagi perlu disampaikan, bahwa Permendikbudristek 30/2021 juga tidak pernah melegalisasi suatu perbuatan (aktivitas seksual di luar nikah).
B. Komentar untuk Pembentuk Peraturan
- Berangkat pada Komentar A di atas, sebetulnya tidak ada urgensi juga bagi pembentuk peraturan untuk merumuskan perbuatan-perbuatan yang “dikategorikan” sebagai perbuatan kekerasan seksual untuk dimuat di dalam Permendikbudristek 30/2021, toh perbuatan-perbuatan yang dikategorikan tersebut sudah diatur dalam instrument hukum lain.
- Bahwa urgensi terpenting dibentuknya Permendikbudristek 30/2021 adalah sebagai instrumen yang dapat mengatur, memastikan, dan mengawasi jalannya upaya-upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, dan tidak lebih dari pada itu. Apabila dirasa urgensinya adalah untuk menciptkan suatu ketentuan baru yang mengatur dengan jelas apa-apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual secara komperhensif, maka undang-undanglah instrumen hukum yang tepat.
oleh: Mohamad Fajar Hasiolan, S.H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H