Mohon tunggu...
Febri Sidjaja
Febri Sidjaja Mohon Tunggu... -

PhD Candidate at School of Psychology, University of Queensland, Australia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pencitraan yang Sejati : Memahami Arti Pencitraan yang Sesungguhnya

5 Juli 2014   07:45 Diperbarui: 4 April 2017   18:05 4130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1404495646943104673

Sejak beberapa waktu yang lalu, istilah ‘pencitraan’ menjadi sangat terkenal di tengah masyarakat Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, kata ‘citra’ secara umum dapat berarti rupa atau gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Lebih jauh, dalam konteks politik, KBBI mengartikan kata ini sebagai ‘gambaran diri yg ingin diciptakan oleh seorang tokoh masyarakat’.

[caption id="attachment_314096" align="aligncenter" width="612" caption="Pencitraan Jokowi lahir dari kepeduliannya yang sejati terhadap masyarakat (sumber foto : www.tribunnews.com)"][/caption]

Kata pencitraan semakin populer seiring dicalonkannya Gubernur Jakarta, Joko Widodo menjadi calon presiden Republik Indonesia. Beberapa media tertentu bahkan begitu kuat membuat korelasi antara sosok Jokowi dengan istilah tersebut. Pesan yang ingin disampaikan hanya satu: kebaikan dan prestasi Jokowi hanyalah kebohongan demi membangun gambar diri yang baik di mata publik.

Hal ini semakin menarik mengingat beberapa hal. Pertama, saat Jokowi dipilih untuk kedua kalinya oleh masyarakat Solo, isu pencitraan ini sama sekali tidak muncul ke permukaan. Istilah ini baru merebak saat ia dicalonkan menjadi capres. Kedua, terminologi ini sama sekali tidak diberikan kepada Ahok, wakilnya yang sebenarnya juga memiliki track record kepedulian yang mirip dengan Jokowi (misalnya: saat menjadi bupati di Bangka Belitung, Pak Ahok sering bercakap dengan masyarakat di warung kopi). Ketiga, istilah ini hampir tidak pernah dilekatkan sama sekali kepada calon presiden Prabowo. Kenapa hanya Jokowi yang dituduh melakukan pencitraan? Mengapa tuduhan ini populer saat ia menjadi calon presiden?

Kacamata psikologi sosial mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki dua jenis kesadaran diri, yaitu kesadaran diri privat dan kesadaran diri publik. Kesadaran diri yang bersifat privat mengacu pada kecenderungan seseorang untuk mengevaluasi pikiran dan perasaannya sedangkan kesadaran diri publik berarti seseorang sadar bahwa ia sedang diamati oleh orang-orang sekitarnya. Arti kata pencitraan (dalam konteks politik) dapat dihubungkan dengan kesadaran diri publik ini dimana seseorang menyadari bahwa tindakannya disorot publik sehingga ia dapat mengatur tindakannya demi membentuk image yang diinginkan dari orang-orang yang mengamatinya.

Saat ini Jokowi dikatakan melakukan pencitraan. Perbuatan baik dan kepeduliannya terhadap masyarakat, pendekatannya yang tidak menggunakan kekerasan, dan kesederhanaannya dalam bersikap dinilai sebagai tindakannya yang sadar sedang disorot publik. Semua itu hanya dilakukannya demi membangun penilaian positif terhadap dirinya. Masyarakat tampak lengah menilai bahwa di saat sosok Jokowi habis-habisan dituduh melakukan kebaikan hanya demi pencitraan positif, calon presiden Prabowo lolos dari tuduhan melakukan pencitraan demi memperbaiki citra negatif yang sudah melekat dalam dirinya sejak tahun 1998. Selain membentuk citra tegas, Prabowo berhasil melakukan pencitraan sebagai sosok yang patut dikasihani karena dituduh terlibat pelanggaran HAM di tahun 1998.

Tulisan ini bertujuan untuk mengajak kita semua berpikir kritis, bahwa pada faktanya, semua orang melakukan pencitraan. Pencitraan tidaklah selalu berkonotasi negatif selama sosok yang ingin ditampilkan kepada masyarakat berangkat dari kesejatian seseorang. Pertanyaannya : dari mana kita dapat mengetahui bahwa citra yang ditampilkan Jokowi atau Prabowo bersumber dari kepribadian mereka yang sesungguhnya dan bukan kepura-puraan? Jawabannya adalah ‘konsistensi’. Perhatikan secara kritis, apakah Jokowi mulai bertindak baik dan berjuang membangun masyarakat saat ia disorot? Tidak. Tanyakan kepada warga Solo. Sebelum ada satu wartawanpun yang meliput tindakan baiknya, ia sudah melakukan sepak terjang untuk membangun masyarakat Solo. Sejak kapan Jokowi memulai blusukan? Saat ia pertama kali ditunjuk menjadi walikota Solo. Hal itu dilakukannya bukan untuk pencitraan namun itulah caranya untuk mengetahui kondisi lapangan. Tindakan dan cara-cara beliau dalam menangani masyarakat secara konsisten berlanjut saat ia menjadi gubernur dan akan terus berlanjut sampai kapanpun karena itulah pribadi Jokowi yang sesunngguhnya. Citranya yang positif lahir dari tindakannya yang positif dan konsisten sejak ia mengawali karirnya sebagai Walikota Solo.

Berikutnya, mari kita bertanya, apakah sosok Prabowo sebagai seorang pemimpin yang mempedulikan bangsa konsisten dari waktu ke waktu? Ataukah sosok positifnya baru bersinar menjelang detik-detik pemilu? Lebih jauh, mari kita mengkritisi pencitraan apa yang sebenarnya sedang dibangun atas sosok Prabowo dan menanyakan sejauh mana pencitraan itu benar adanya atau hanya untuk menghapus citra negatif yang telah melekat pada dirinya sejak tahun 1998.

Pada akhirnya, tulisan ini berpendapat bahwa istilah pencitraan yang dipakai untuk menjatuhkan seorang calon presiden sebenarnya merupakan strategi jitu yang dilancarkan kubu lawan untuk membuat masyarakat Indonesia meragukan kesejatian seorang Joko Widodo dan di saat yang bersamaan, pencitraan yang terselubung dibangun untuk mematahkan citra negatif masa lalu dari Prabowo Subianto. Kacamata psikologi secara teoritis menilai bahwa kedua calon melakukan pencitraan demi meraih simpati masyarakat, namun pada akhirnya konsistensi dan rekam jejak kedua calonlah yang akan mengukuhkan atau justru mematahkan citra tersebut.

Brisbane, 5 Juli 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun