Sudah satu tahun lebih RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh KPK. Tapi hingga saat ini, kasus tersebut seperti jalan ditempat. Padahal saat penetapan sebagai tersangka KPK dengan tegas menyatakan telah menemukan dua alat bukti yang cukup, namun apa yang terjadi sekarang. KPK seperti kebingungan, mau melanjutkan kasusnya tapi bukti kurang. Dihentikan (SP3) tidak bisa kasusnya.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengakui kesulitan lain yang dihadapi penyidik ialah barang bukti. Ia mengatakan penyidik tidak bisa melimpahkan berkas perkara ke pengadilan tanpa ada dua alat bukti yang lengkap. "Ternyata mengumpulkan satu bukti saja sulit," kata Saut saat rapat dengan DPR RI 18 Januari yang lalu.
Aneh kan, pada tanggal 18 Desember 2015, KPK mengatakan telah menemukan minimal dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status tersebut ke penyidikan dan tetapkan RJL Direktur Utama PT Pelindo II Utama perseo sebagai tersangka. Sekarang kok KPK mengatakan kalau sulit menemukan alat bukti?
Muncul pertanyaan bagaimana standar KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi. Kemana perginya dua alat bukti yang cukup dulu? Atau RJ Lino dilindungi oleh kekuatan yang luarbiasa, sehingga KPK takut untuk mengusutnya. Jika memang KPK salah, sebaiknya mengakui kepada publik, dan tidak membiarkan RJ Lino dalam status tanpa kepastian.
Terkait kasus RJ Lino itu, Emeron Yuntho dari ICW pada tahun 2015 lalu juga mengatakan kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka, bisa hampir dipastikan kasusnya sampai ke pengadilan.
Sebelumnya, Lino ditetapkan sebagai tersangka pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) tahun 2010.
Dia diduga menyalahgunakan wewenang dan memperkaya diri sendiri karena langsung menunjuk perusahaan asal China, Wuxi Huadong Heavy Machinery Co, Ltd.
Atas perbuatannya Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus tersebut sendiri dilaporkan mayarakat tahun 2014 ke KPK dan kemudian dilanjutkan penyelidikan oleh KPK.
Pelapor saat itu adalah para Serikat Pekerja Pelindo II melaporkan manajemen Pelindo II terkait sejumlah hal yang dianggap tidak beres.
Pada Oktober 2015, Menko Maritim saat itu, Rizal Ramli menuding RJ Lino dibacking oleh seseorang yang kuat. Karena RJ Lino dianggap membangkang saat akan diperiksa.