Mohon tunggu...
Fevi Machuriyati
Fevi Machuriyati Mohon Tunggu... -

Seorang ibu sederhana yang suka berimaginasi. Suka menulis sebatas fb

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Sisi Lain

16 Maret 2012   00:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:00 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seroja percepat langkah hampir setengahberlari. Ia tidak sabar untuk segera sampai ke rumahnya bertemu dua buah hatinya, Arindi dan Saktya. Tak sabar pula ingin bersimpuh dikaki emak dan ingin menghambur dipelukan suaminya, Mas Marno. Sementara matahari sudah berwarna jingga, hari hampir gelap. Dua tas besar ditentengnya ditambah ransel di punggungnya terasa mengganggu langkahnya. Ia tak perdulikan sekelilingnya, ia hanya ingin cepat sampai ke rumahnya di desa Sukapura, dilereng gunung Bromo.

Satu tahun ia bekerja di negeri jiran Malaysia, sebagai TKW. Sebutan kerennya pahlawan devisa, meski cuma sebagai pembantu Rumah tangga. Pengalaman buruk membuatnya jera dan ingin melupakan kenangan pahit selama di sana. Perlakuan majikannya yang tidak manusiawi sama sekali membuat trauma sendiri buat Seroja. Bahkan tubuhnya kerap dijadikan sasaran amukan, majikannya, manakala ia tak becus bekerja. Bahkan tak jarang seharian ia tak dikasih makan.

" Ah........, kenangan itu aku hapus semua dari kehidupanku. Yang penting aku sudah pulang sekarang ", Seroja bergumam sendiri sambil tak berhenti melangkah.

Sampai di ujung jalan yang hampir sampai ke rumahnya, Seroja baru tersadar, Kalau desa itu seperti desa mati. Rumah penduduk seperti bertahun-tahun kosong tak ditempati. Suasanapun gelap gulita. Satu-satunya cahaya matahari yang sudah mulai hilang, karena menjelang malam. Desa Sukapura yang dulu indah dan asri kini seperti kota hantu. Seroja hampir menjerit melihat kenyataan itu. Hatinya berdebar selintas rasa cemas membersit di hatinya.

“ Arindi, Saktya, Mas Marno dan Emak ….. Kemana mereka ? ”, jeritan lirih di hati Seroja, hampir mengurungkan langkahnya kesana. Gelap gulita sekeliling seroja berputar-putar. Tubuhnya limbung tak bertenaga. Seroja hampir jatuh. Sampai ada yang menahan bahunya.

“ Seroja, kamu pulang nak ?, Emak sudah menunggumu. “, Suara lembut hinggap ditelinga Seroja. Ia mengenal suara itu. Yah...itu suara emak Rodiyah. Ibundanya tercinta.

“ Emak…..emak….”, Seroja memeluk emaknya sambil tak kuasa menahan tangisanya .

“ Ayo, kita pulang”, emak membimbing tangan Seroja menuju ke rumah mereka.

Seroja menatap rumah atau lebih tepatnya gubuk. tetap tak berubah. Bilik bambu Cumaberalas ubin semen biasa. Satu-satunya cahaya di ruangan itu hanyalah lampu tempel. Kursi bambu reyot masih sebagai pengganti sofa. Hanya itu yang dipunya. Dihempaskan tubuhnya di kursi bambu itu. Selintas bayangan kedua buah hatinya, suaminya tergambar dipelupuk matanya. Mono suaminya…..

“ Mak kemana Arindi, Saktya dan mas Marno ? “, Seroja bertanya dengan tak sabar.

“ Wis nduk, tak ambil minum dulu kamu haus dan capek ? " Emak Rodiyah masuk kebelakang. Sebentar kemudian ditangannya sudah ada segelas teh hangat dan sepiring ubi goreng. Emak Rodiyah duduk disamping Seroja.

" Nduk yang sabar ya...., tiga bulan yang lalu desa kita dilanda bencana tanah longsor. Semua penduduk desa pergi meninggalkankampung ini. Marno, suamimu berlari menyelamatkan kedua anakmu itu pergi dari desa ini. Cuma mak yang tetap sini menunggumu pulang. Tapi mak yakin mereka akan kembali ke rumah ini. Kita tunggu mereka saja disini ya nduk.....“, Mak Rodiya mengelus kepala Seroja dengan lembut. Ada rasa damai didada Seroja.

" Aku kangen mereka mak, aku ingin ketemu mereka“, suara sendu Seroja menahan kesedihannya.

" Sebentar lagi mereka pulang, nduk. Percaya emak ", Emak Rodiyah menenangkan perasaan Seroja.

" Mak, aku pulang tapi belum bisa membawakan mereka apapun. Tapi yang penting aku sudah nyampai rumah ya mak ? ", Kata Seroja dengan pandangan memelas. Tak ingin emaknya bertanya-tanya tentang pengalamannya di negeri jiran.

" Wis ….wis…emak sudah tahu, diminum dulu tehnya, mumpung hangat."Emak Rodiah mengalihkan pembicaraan.

Sehari terasa setahun, begitulah yang dirasakan Seroja, Menunggu dengan rasa tak pasti kedua buah hati dan suaminya tercinta membuncahkan kerinduan yang teramat sangat di dada Seroja. Ia ingin mendekap dan mencium dua buah hatinya. Kenangannya kembali ke setahun yang lalu. Tatkala ia menyatakan keinginannya bekerja menjadi TKW di negeri Jiran.Iming-iming gaji besar dan masa depan cerah ia tergiur ingin berangkat. Melalui agensi tak resmi ia nekat berangkat meski suaminya melarangnya. Apalagi melihat keberhasilan Aminah teman dekatnya. Ia sudah mengirimkan ringgitnya ke kampung dan dibelikan sapi. Rumah gubuk Aminah yang lebih reot dari rumah Seroja kini sudah menjadi rumah gedung. Makin menggebu-nggebu keinginan Seroja buat bekerja disana. Memang Marmo suaminya, hanya buruh tani saja. Tapi ia bekerja giat sampai petang buat menghidupi keluarganya. Meskipun hasilnya Cuma cukup buat makan saja. Tapi Mas Marno, suami yang penuh cinta dengan lautan kesabaran itu tak bisa menahan keinginan isterinya Seroja. Apalgi Pak Mustopah, agensi yang akan membawanya untuk segera berangkat.mulai mendesaknya. Urusan paspor dan surat2 lain sudah diselesaikannya.

“ Mas Marno, aku jadi berangkat besok “, Suara Seroja pelan disamping suaminya.

"Maafkan aku ya dik, aku belum bisa membahagiakanmu. Hati-Hati disana? " Perih suara Marno terdengar.

" Cuma dua tahun saja kok mas kontraknya. Aku titip Emak, dan kedua anak kita ya " Seroja memegang tangan suaminya.

Satu tahun yang lalu terakhir Seroja bertemu dan berkomunikasi dengan keluarganya. Kini ia kembali kerumah ini tapi kemana mereka semua. Kata Emak mereka pasti akan datang kesini. Kapan? Kapan?.....Sehari , dua hari , tiga hari.....sehari rasanya setahun, apalagi menunggu sampaitiga hari, rasanya hampir tak kuat menahan rasa rindunya.

Tiba-tiba pintu terbuka. Seroja melihat siapa yang dibalik pintu. Ternyata dua buah hatinya. Arindi dan Saktya. Arindi sudah besar rambutnya yang selalu dikucir dua kini berganti dikepang satu. Kelihatan dewasa dari usianya yang Cuma 12 tahun dan Saktya 10 tahun tampak sudah besar pula. Tapi mengapa mereka tak melihat dirinya yang berdiri didepannya. Tampak wajah mereka sembab kelihatan sedih....Dan mereka membawa foto mereka berempat.

" Ibu....ibu....“, mereka meraba foto dirinya sambil menangis. Arini mendekap mereka. Tapi tangannya seperti menyentuh angin. Diulangi lagi mendekap tapi seperti menyentuh bayangan. Mengapa mereka tak bisa kupegang ? Mengapa mereka tak bisa mendengar suaraku? Mengapa mereka tak melihatku?........

Marto suaminyapun datang memegang kedua bocha yang masih menangis itu. Dengan sayang digendongnya Saktya keluar pintu.dan menggandeng tangan Arindi

“ Kita ngajiya…baca yasin …doakan ibu dan nenek “, Suara Marno terdengar ditelinga Seroja.

“ Mas Marno,….!!”, Teriak Seroja….

“ Arindi…! Saktya…!.”, Teriak Seroja keras-keras.....

Seroja berlari mencari emaknya....mencari jawaban.......Tapi ruangan itu gelap.dan berputar-putar.....Seroja seperti tertarik di pusara. Emaknya dari jauh kelihatan dan memandang dirinya dengan tatapan hampa..........Gubuk mereka yang berdiri tiba-tiba menjadi hamparan tanah kosong.........yang disana Cuma ada satu nisan.........bertuliskan Rodiyah.

..................................................................................

Berita hari ini dikoran

Lagi-----lagi nasib TKW Indonesia di Malaysia mengalami nasib naas. Seroja TKW asal dusun Sukapuro, kabupaten Probolinggo dikabarkan jatuh dari apartemen tingkat 5 dengan kondisi mengenaskan. Konon Seroja tidak tahan dengan perlakuan majikannya yang sering memperlakukan dengan tidak manusiawi. Diduga ia ingin melarikan diri dari apartemen majikannya. Tapi ia terpeleset dan jatuh dari lantai lima .............dst

Berita 3 bulan yang lalu di koran...

.....................Dusun Sukapura terkena musibah tanah longsor. Banyak yang menjadi korban akibat bencana itu......Salah satu nama adalah Rodiyah umur 60 th..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun