Mohon tunggu...
Drg Fery Setiawan M Si
Drg Fery Setiawan M Si Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Magister Ilmu Forensik Universitas Airlangga

Magister Ilmu Forensik Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Upaya Pembuktian pada Kasus Kekerasan Seksual pada Anak

26 Juli 2020   10:54 Diperbarui: 26 Juli 2020   10:45 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akhir-akhir ini di media massa (baik media elektronik maupun media cetak) sering diberitakan tentang terjadinya Kekerasan Seksual pada Anak. Anak seharusnya, mendapat perlindungan dari orang tua maupun orang-orang yang ada di sekitarnya. Namun, begitu ironi bahwa anak yang seharusnya dilindungi namun justru menjadi budak "nafsu bejat" yang tidak seharusnya dilakukan terhadap anak-anak. 

Memiliki anak pada saat ini, harus pandai-pandai di dalam merawat dan mengawasinya sebab kita tidak mengetahui sifat dan kelakuan seseorang selanjutnya, seperti peribahasa "Dalamnya laut dapat diukur, namun dalamnya hati manusia siapa yang tahu". 

Hal tersebut cocok untuk disematkan kepada setiap orang, baik orang dewasa dekat ataupun jauh, teman, sanak saudara, famili yang dapat melakukan perbuatan asusila terhadap anak. Pola atau jenis kekerasan seksual yang dialami oleh anak dapat dilakukan oleh satu orang dan beberapa orang secara bergantian terhadap anak tersebut, yang harus dibuktikan apakah kekerasan seksual tersebut dilakukan oleh orang tunggal atau banyak orang.

Jika suatu saat ternyata terjadi kekerasan seksual pada anak, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah pembuktian tindakan kekerasan seksual tersebut melalui jalur medikolegal, di mana hal tersebut sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 184 di mana suatu tindakan pidana harus dianalisis kebenaran dan pembuktiannya. 

Analisis tersebut tentunya dapat melibatkan para Ahli Disiplin Ilmu Forensik atau Ahli Kedokteran Kehakiman Forensik. Upaya pembuktian tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan tes DNA atau Deoxyribonucleic Acid. Tes DNA adalah salah satu tes yang paling pakem yang diakui kebenaran dan keabsahan oleh dunia kehakiman di Indonesia. 

Tes DNA adalah salah satu terobosan baru di dalam dunia Forensik yang memanfaatkan teknologi fingerprinting DNA, di mana terdapat salah satu publikasi yang didemonstrasikan oleh Watson dan Crick yang akhirnya diakui secara umum di dalam dunia Biologi Molekular bahwa DNA terdiri dari dua utas pita ganda yang saling melilit antara pita satu dengan pita yang lainnya. Pada dasarnya DNA terdiri dari tiga jenis bagian yang utama, yaitu: Gugus Fosfat-Gugus Nitrogen dan Gugus Basa DNA. 

Gugus Basa DNA terdiri dari dua jenis basa, yaitu basa Purin (Adenin dan Guanine) dan basa Purimidin (Tymin dan Cytosin). Pada dasarnya kedua struktur utama yaitu gugus Fosfat dan Nitrogen adalah sama pada semua orang, tetapi pada gugus Basa DNA-lah yang membedakan antara suatu orang dengan orang lainnya. 

Teori tersebut sesuai dengan prinsip dasar penurunan DNA yang secara umum melalui prinsip paternal dan maternal, dan melalui teori tersebut dapat dibedakan bahwa DNA terdiri dari dua, yaitu: DNA inti (nuclear DNA/nDNA) dan DNA mitokondria (mitocondrial DNA/mtDNA). 

Prinsip penurunan DNA dari kedua orang tua kita adalah penurunan secara semi konservatif di mana kedua utas pita DNA akan terpisah dan mencetak utas DNA yang baru. Pola atau jenis penurunan nDNA terjadi secara hukum Mendell, yaitu DNA anak didapatkan dari orang tua ayah (paternal) dan ibu (maternal), sedangkan untuk pola atau jenis penurunan mtDNA terjadi secara maternal atau hanya dari pihak ibu saja.

Proses pembuktian DNA tersebut dapat dilakukan pada bekas baju atau pada bekas barang yang dipakai oleh baik korban maupun pelaku. Pembutktian tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan teknik analisis pada Short Tandem Repeat (STR) DNA yang didapatkan dari barang bukti pakaian ataupun di daerah yang di mana sebelumnya dilakukan kasus kekerasan seksual tersebut. 

Metode pemeriksaan dengan menggunakan STR tersebut adalah salah satu metode pemeriksaan DNA yang diakui di dunia (Internasional) dan sesuai dengan rekomendasi syarat dari Federal Boureau Investigation (FBI). Menurut FBI dapat dilakukan pemeriksaan melalui tiga belas (13) lokus dan ditambah dengan pemeriksaan terhadap adanya keberadaan kromosom Y yang sering dikenal dengan sebutan Y-STR  dan tentunya karena berdasarkan analisis kromosom Y maka tentunya yang diperiksa adalah pada jenis kelamin pria.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa upaya pembuktian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip dengan pendekatan analisis DNA, di mana pada prinsip pendekatan pemeriksaan DNA tersebut (melalui metode STR dan Y-STR) dapat diketahui apakah tindakan kekerasan seksual tersebut dilakukan oleh satu orang atau beberapa orang dan kepada pemilik DNA tersebut tidak dapat menyangkal kebenaran dari pada pemeriksaan DNA karena pemeriksaan DNA pasti betul dan tertuju kepada satu terduga pelaku denga tingkat kepercayaan 99,99%.

Setelah hal tersebut diperiksa dan dibuktikan, bahwa memang telah terjadi tindakan kekerasan seksual terhadap anak tersebut, maka tindakan selanjutnya adalah menentukan dan sesuai dengan Pasal 184 KUHP bahwa keterangan ahli adalah salah satu hal yang penting dibutuhkan oleh pihak penyidik untuk menentukan terduga tersangka tersebut. Selain keterangan ahli dapat pula berupa saksi ahli.

Melalui deskripsi singkat di atas tentang pembuktian pada tindakan Kekerasan Seksual pada anak, sepatutnya tidak pantas untuk dilakukan sebab Anak patutnya mendapat perlindungan dari orang yang lebih tua dan lebih dewasa. Namun, sebelum tindaka kekerasan seksual pada anak tersebut terjadi, sepatutnya dapat dilakukan tindakan pencegahan (preventif) di mana pada tindakan ini anak dapat diajarkan untuk tidak mengikuti orang yang tidak dikenal atau tidak memperbolehkan untuk menyentuh bagian-bagian yang dirasa vital (seperti pada bagian tubuh atas dan bagian tubuh bawah di daerah kemaluan).

Tentunya peran dari Orang Tua harus lebih preventif di mana tidak membiarkan anaknya untuk bertemu dengan orang sembarangan yang baru dikenal ataupun kepada orang yang dianggap teman sendiri. Semoga tulisan ini dapat membantu untuk menyetop dan sebagai upaya pembuktian pada kasus kekerasa seksual pada anak. 

Upaya menyetop dalam hal ini adalah jangan pernah mencoba untuk melakukan tindakan kekerasan seksual pada anak, karena bagaimanapun cara untuk menyembunyikan bukti ataupun berbohong, pasti akan diketahui dan terbongkar melalui pemeriksaan DNA yang dapat dilakukan oleh Ahli Forensik atau Ahli Kedokteran Kehakiman. Hal tersebut sesuai dengan peribahasa "Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, lama-lama bau busuknya akan tercium pula". Jangan pernah dekati tindakan asusila.

Terimakasih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun