Mohon tunggu...
Fery Pratama
Fery Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Saya sekarang masih menjadi mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di Malang. dengan mengambil jurusan Hukum Tata Negara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekerasan Verbal, Kekerasan Tak Disadari

1 Desember 2017   16:13 Diperbarui: 2 Desember 2017   13:32 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dewasa ini kita hanya menyadiri adanya kekerasan fisik yang terjadi disekeliling kita. Baik itu yang terjadi dikarenakan perbedaan pendapat ataupun karena adanya perbedaan keyakinan diantara sesama umat manusia kita seakan dibuat takut dengan adanya kekerasan yang sering muncul diakibatkan hal ini. Tetapi kita jarang sekali menyadari bahwa adanya kekerasan selain kekerasan tersebut. Kekerasan ini sangat sering dialami oleh anak-anak, akan tetapi orang dewasa juga tidak lepas dari ancaman kekerasan ini.

Kekerasan ini walaupun sering tidak disadari tetapi akibat dari kekerasan ini tidak bisa dianggap remeh. Kekerasaan ini sangat dekat dengan kita, bahkan mungkin kita semua pernah mengalami atau malah kita yang menjadi pelaku kekerasan tersebut. Kekerasan ini disebut dengan kekerasan verbal. Kekerasan ini biasanya berbentuk berupa cacian, makian, kata-kata mengintimidasi, atau suatu perkataan yang menunjukkan ketidak toleranan, dan juga mempermalukan di depan umum dengan lisan.

Kemudian kekarasan ini marak terjadi dimana-mana sekarang ini. Baik itu kekerasan fisik ataupun itu merupakan kekerasan verbal. Bahkan dengan berkembangnya teknologi saat ini dimana semua orang dapat dengan mudah untuk mengakses atau menguduh informasi dari berbagai dunia manapun.

Akan tetapi dengan adanya perkembangan teknologi ini tidak serta merta hanya membawa efek positif tetapi juga membawa dampak negatif, dimana sekarang dengan mudahnya orang untuk menyebarkan ungkapan-ungkapan provokatif untuk membenci suatu golongan yang biasanya didorong oleh adanya perbedaan pendapat atau yang paling sering terjadi adalah dikarenakan adanya perbedaan agama, kalau agama nya sudah sama maka perbedaan golongan pada agama itulah yang mendukung adanya ungkapan-ungkapan kekerasaan tersebut.

Bahkan hal-hal seperti ini sering terjadi di negara Indonesia yang katanya negara paling demokratis di dunia dan dengan didukung dengan mayoritas penduduknya yang muslim yang padahal dalam Islam sendiri dilarang untuk menghina bahkan menciptakan kekacauan yang hanya gara-gara didorong oleh adanya perbedaan agama atau madzhab atau ormas yang dianut.

Padahal Indonesia merupakan negara yang sangat menghargai adanya keragaman yang dimana keragaman itu sering memicu adanya kekerasan dalam suatu negara. Indonesia menghargai adanya keragaman ini dapat dilihat dari adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika yang merupakan suatu konsepsi dialog keragaman budaya di Indonesia. Mohammad Hatta pernah berkata " bagi kami, Indonesia menyatakan suatu tujuan politik karena dia melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air dari masa depan dan untuk mewujudkannya, setiap orang Indonesia akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya". 

Memang diadakannya pengerahan kemauan dan kemampuan yang luar biasa untuk bisa menyatukan keanekaragaman yang ada diIndonesia ini menjadi suatu kesatuan yang solid dimana tidak ada lagi kekerasan yang hadir di negara ini. Kata menyatukan disini bukan berarti semua kebudayaan atau pandangan yang ada di Indonesia ini harus satu sehingga tidak ada keragaman lagi, akan tetapi menyatukan disini berarti menghargai adanya kebudayaan atau pandangan yang berbeda dari kita asalkan itu masih sesuai dengan keadaan dan falsafah negara Indonesia tercinta ini.

Karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, sehingga dengan adanya banyak pulau yang ada di Indonesia menghasilkan banyaknya juga kebudayaan dan juga setiap penduduknya memiliki watak yang berbeda setiap pulaunya. Menurut Denys lombard " sungguh tidak ada tempat didunia ini, kecuali mungkin Asia Tengah yang seperti nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir semua kebudayaan besar dunia, berdanpingan atau lebur menjadi satu."

Dia mengatakan bahwa adanya peleburan budaya yang mempengaruhi peradapan Indonesia. Tetapi akhir-akhir ini negara ini  lupa akan hadirnya semboyan Bhineka Tunggal Ika tersebut. Sekarang ini ketika adanya pandangan yang berbeda terlebih ketika yang berbeda pandangan itu adalah kaum minoritas maka kaum mayoritas secara spontan akan melakukan kekerasan terhadap orang tersebut. Walaupun sekarang kekerasannya tidak langsung secara fisik tetapi menggunakan cara hinaan, cacian, dan memaksa orang tersebut sepandangan dengan yang mayoritas. Keragaman sekarang hanya sebatas simbol saja. Banyak orang yang menggembor-gemborkan persatuan dan perdamaian tetapi apalah daya mereka bahkan menjadi tokoh terdepan dalam menyebarkan kebencian.

Sedangkan sebagai negara yang memiliki umat Islam paling banyak di dunia seharusnya dapat menghindarkan negara ini dari adanya kekerasan yang diakibatkan dari adanya keragaman budaya ataupun pandangan yang hadir di Indonesia. Karena Islam merupakan agama yang sangat mendukung adanya persatuan dan perdamaian. Bahkan dalam hal beragama pun Islam tidak menjalankan cara kekerasan dan paksaan karena pembawa Islam sadar ketika suatu ajaran disebarkan secara paksaan maka yang terjadi adalah pertumpahan darah yang banyak. Islam mengajarkan adanya toleransi yang harus dipegang setiap umat beragama jika ingin adanya perdamaian.

Baik dalam beragama ataupun dalam menganut suatu madzab. Tetapi kenyataannya sekarang ini adanya fanatisme madzab menyebabkan adanya perpecahan di umat Islam sendiri. Walaupun untuk di Indonesia tidak sampai menumpahkan darah tetapi lebih sering yang terjadi di Indonesia ini adalah dilakukan secara verbal yaitu dengan secara gampang menganggap orang yang tidak semadzab atau se ormas maka orang tersebut adalah kafir. Bahkan yang lebih parah lagi yang ada di indonesia adalah ketikas salah satu golongan ormas ingin mengganti ideologi Indonesia dengan ideologi khilafah yang mereka usung.

Mereka menyebar perkataan-perkataan anti demokrasi, pancasila baik lewet pengajian-pengajian mereka atau mereka share ujaran kebencian tersebut lewat media massa. Mereka lupa dengan kemajemukan masyarakat indonesia dan mereka lupa bahwa Islam tidak mengajarkan paksaan dalam menyebarkan agama dan yang lebih parah mereka lupa apabila suatu ideologi dipaksakan untuk menggantikann suatu ideologi yang sudah ada maka yang keluar adalah revolusi dan revolusi didapat setelah adanya perang.

Kemudian kembali lagi kepada pembahasan mengenai kekerasan verbal yang terjadi di sekitar kita. Kekerasaan ini pernah terjadi kepada teman saya dimana dia bukan merupakan orang yang lahir asli di daerah saya yaitu desa tawing kecamatan Munnjungan kabupaten Trenggalek dia merupakan orang kelahiran papua. Lalu dikarenakan dia memiliki perbedaan yang sangat mencolok baik dari penampilan maupun dari tingkah laku dan kebiasaan mereka. Maka dia ketika pertama kali bergaul bersama kami ejekan lah yang dia dapat pertama kali. Tidak hanya itu dia sering dikucilkan dari kegiatan-kegiatan anak seusianya.

Kebencian terhadapnya semakin menjadi ketika diketahui bahwa kebiasaan dia salah satunya adalah mencuri. Kalau dulu ejekan atau hinaan tersebut hanya sebatas pada guyonan anak-anak tetapi dengan seiringnya waktu hinaan itu sudah didorong oleh kebencian terhadap seseorang. Bahkan walaupun tidak sampai melakukan kekerasan tetapi perlakuan seperti ini  juga tidak bisa dibenarkan. Dan bahkan perlakuan seperti ini lebih tidak memanusiakan manusia.

Dimana pendapatnya lebih sering dianggap sebagai angin lewat. Dan ketika sekali saja berbuat kejelekan maka cemoohan yang ia dapat. Padahal kami dan dia sama-sama memeluk agama yang sama dan masuk pada organisasi masyarakat yang sama. Tapi kami tidak sadar bahwa yang kami lakukan tersebut juga merupakan kekerasan yang bahayanya juga sama-sama bahaya dengan kekerasan fisik.

Memang tidak banyak diketahui bahwa penindasan atau kekerasan yang dilakukan secara verbal ternyata memiliki efek yang lebih dahsyat dibandingkan dengan kekerasan secara fisik. Menurut psikolog klinis Liza Marielly Djaprie, efeknya memang tidak terlihat tapi cukup mematikan. (CNN Indonesia, kamis 14 Oktober 2014). "efeknya tidak ada mimisan, bengep, seperti intimidasi fisik, tapi nikam banget ke dalamnya (jiwa), kena banget. Oleh sebab itu biasanya tingkat bunuh diri paling banyak berasal dari cyber bulliying dan verbal". Kata Liza dalam peluncuran kampanye gerakan #rayakannamamu yang diadakan oleh Coca Cola dikawasan Senayan, Jakarta, Rabu (13/1)

Yang akibatnya korban dari kekerasan verbal tersebut mengalami penurunan kepercayaan diri, menyakiti diri, bahkan bisa saja sampai menngakibatkan luka pada fisiik si korban. dan yang paling parah lagi apabila ia tak segan untuk melakukan bunuh diri. Memang apa yang dikatakan oleh Liza Marielly Djaprie memang benar. Hal itu terjadi pada teman saya tadi yang telah saya paparkan bahwa ia mendapat kekerasan verbal dimasa kecilnya dan sampai remaja oleh teman-temannya di daerah saya.

Dia memang setelah adanya perlakuan diskriminasi tersebut. Dia menjadi orang yang sedikit lebih pendiam daripada sebelumnya. Bahkan ketika diajak kumpul bareng-bareng dengan teman sebayanya. Dia lebih memilih untuk menyendiri dan ketika dia ikut kumpul dia pun tidak banyak bicara. Karena ketika dia ikut ngobrol, obrolannya itu tidak terlalu ditanggapi oleh kawan-kawan, sekalipun ditanggapi maka ujung-ujungnya didebat sampai dia terpojokkan dan akhirnya dia tidak mau untuk ngomong lagi. Apalagi ketika kami melakukan permainan secara team itu maka dia akan merasa minder jika satu team dengan kami masalahnya setiap permainan itu dia selalu diintimidasi oleh teman-teman setimnya.

Akan tetapi hal itu tidak berlangsung terlalu lama, karena kami sadar akan pentingnya toleransi keberagaman yang ada di Indonesia. Yang terkenal dengan semboyan bhineka tunggal ika nya yang mengakui perbedaan yang ada di negara ini asalkan tetep mengakui adanya pancasila dan juga UUD 1945 sebagai dasar negara.

Begitupun sebagai umat Islam, kami sadar akan pentingnya toleransi keberagaman. Kami sudah cukup kenyang terkait cerita akan bagaimana jika umat Islam sulit untuk dipersaudarakan. Bahkan hal itu terjadi dimasa yang sangat dini yaitu pasca Nabi SAW wafat. Dimana umat Islam terkotak-kotak menjadi faksi politik, awalnya menjadi faksi politik kemudian berlanjut kedalam aliran keagaman yang ironisnya dalam menyikapi perbedaan tersebut umat Islam cenderung mengkafirkan satu dengan yang lainnya dan yang paling ekstem dapat saling membunuh satu dengan yang lainnya.

Akan tetapi seharusnya realitas perbedaan ini menunjukkan ujian bagi masing-masing kelompok untuk bisa menjadikan kelompoknya sebagai pelopor dalam menghargai kemanusiaan. Maka dari itu toleransi sangat dibutuhkan dalam bermasyarakat dan bernegara. Toleransi sendiri menurut Nur Cholis Majid adalah keseimbangan antara kelompok mayoritas dan minoritas. Sehingga satu dengan lain dapat menghargai pluraritas yang ada di NKRI ini asalkan mereka paham akan konsep toleransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun