Tantangan perlindungan konsumen saat ini dan ke depan semakin menuntut kehadiran Negara secara SistemikTantangan Perlindungan Konsumen Bergerak cepat, dinamis, menyentuh berbagai
aspek pengelolaan dan pengaturan. Hal ini menuntut pengaturan atas aspek-aspek yang multifaset dan across the board. Secara keseluruhan Perlindungan Konsumen bukan lah isu sektoral lagi, dalam kondisi seperti ini, Pendekatan sektoral dan kewilayahan tiada lagi memadai/
Pengaturan perlindungan konsumen saat ini cenderung gagap ketika harus menyikapi berbagai insiden perlindungan konsumen di era digital. Pendekatan lintas sektoral dan kewilayahan jelas tidak lagi memadai dalam melindungi kepentingan konsumen.
Menurut Edib Muslim, Paradigma Kehadiran "Negara Hadir" Dalam Perlindungan Konsumen adalah Kehadiran Negara menjaga Integritas Perlindungan Konsumen adalah Modal utama kepercayaan pasar (market confidence) untuk bertransaksi.
- Keniscayaan Tantangan PK. Indonesia, negara pasar terbuka, dimana kompleksitas PK merupakan keniscayaan;
- Paradigma Ekosistemik. Kompleksitas PK saat ini dan ke depan tidak lagi dapat diamankan secara sektoral dan kewilayahan semata, harus menyeluruh;
- Mind Set Berorientasi Tujuan. Diperlukan mind set ekosistemik, berorientasi pada pencapaian tujuan dan sasaran PK. Bukan bergulat pada  langkah mengatasi masalah;
- Mewujudkan Integritas PK. Pengelolaan PK mengedepankan perwujudan keberlanjutan Integritas Keselamatan dan Kesehatan Konsumen, bukan kepentingan individu, kelompok/golongan dan sektor.
- Upaya Kolaboratif. Negara memiliki kelembagaan kelola integritas PK berdaya dan berhasil guna, melalui upaya kolaborasi, terkoordinasi dan tepat waktu.
Revisi UU Perlindungan Konsumen dinilai harus mampu mengakomodasi kebutuhan perlindungan konsumen saat ini dan di masa depan. Revisi juga dapat membangun hubungan saling percaya antara pelaku usaha dan konsumen secara efektif dan berkeadilan.
Dinamika transaksi masa depan harus berparadigma 'consumer-centric' karena konsumen yang berdaya bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Tanpa 'confidence to transact' maka jelas terjadi disrupsi pasar yang merugikan pertumbuhan perekonomian nasional
Hal itu karena sektor konsumsi menjadi pilar penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan porsinya yang mencapai kisaran 58% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi bertransaksi percaya diri ini membangun dinamika pasar dan daya beli konsumen efektif, dan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas.
Dengan demikian bahwa beberapa point di atas sekiranya dapat memberikan sudut pandang baru terhadap stakeholder dan informasi kepada masyarakat agar lebih aware terhadap perlindungan konsumen. karena perlindungan konsumen tidak semata penyelesaian kasus semata, melainkan pertumbuhan perekonomian dalam skala nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H