Mohon tunggu...
Fery Nurdiansyah
Fery Nurdiansyah Mohon Tunggu... Konsultan - Adil Sejak Dalam Pikiran

Imajinasi berawal dari mimpi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Generasi Milenial Adalah Syarat Kemajuan Transaksi Elektronik

8 Maret 2018   14:39 Diperbarui: 8 Maret 2018   14:41 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GENERASI MILENIAL ADALAH SYARAT KEMAJUAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pada laman website Bank Indonesia (BI) dilansir bahwa "Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo, pada Kamis, 14 Agustus 2014 di Jakarta secara resmi mencanangkan "Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai -Less Cash Society-(LCS) terhadap melakukan transaksi atas kegiatan ekonomi." 

BI ingin mendorong masyarakat untuk menggunakan non tunai, bukan hanya uang elektronik termasuk debit, kredit membuat transaksi lebih efisien, aman, praktis, bisa dibawa kemana-mana, penyimpanan lebih mudah dan tidak gampang kotor. Keseriusan tersebut telah menjadi kebijakan BI yaitu terdapat pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tanggal 8 April 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money).

GNNT sudah dimulai dengan sangat intensif. moda transportasi seperti kereta Commuter Line Jabodetabek dan Bus TransJakarta hanya melayani transaksi non tunai bagi penumpangnya. Selain moda transportasi, swalayan, supermarket, pom bensin, jalan tol dan beberapa arena hiburan di Jakarta juga lebih memilih untuk menggalakkan transaksi non tunai.

Apa yang ditawarkan Kebijakan Bank Indonesia kepada masyarakat atas GNNT sehingga masyarakat sebagai konsumen dapat mendukung kebijakan tersebut?  Ya, tentu saja terhadap suatu bentuk pendalaman layanan keuangan (financial service deepening) yang ditujukan kepada masyarakat untuk memanfaatkan produk dan jasa keuangan formal seperti sarana menyimpan uang yang aman (keeping), transfer, menabung maupun pinjaman dan asuransi. 

Hal ini dilakukan tidak saja menyediakan produk dengan cara yang sesuai tapi dikombinasikan dengan berbagai aspek. Oleh sebab itu dalam rangka mendukung keuangan inklusif, diperlukan perluasan akses kepada masyarakat untuk memperoleh layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan, dengan meningkatkan penggunaan uang elektronik sebagai salah satu instrumen dalam layanan keuangan digital, sehingga untuk mendukung pertumbuhan industri uang elektronik yang sehat perlu adanya peningkatan keamanan teknologi dan efisiensi penyelenggaraan uang elektronik.

Kehadiran generasi milenial merupakan syarat yang harus dilibatkan dalam perkembangan teknologi transaksi non tunai, karena kehadiran alat pembayaran non tunai bagi perekonomian nasional juga memberi manfaat terhadap peningkatan efisiensi dan produktifitas keuangan yang mendorong aktifitas sektor riil dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Apabila peningkatan kredibiitas bank sentral dapat disokong oleh neraca keuangan yang sehat dan cadangan devisa yang memadai, kebijakan tersebut dapat membantu masyarakat dalam menggunakan uang yang lebih bijak dan efektif.

Keberadaan generasi milenial merupakan sumber daya yang berbeda dari generasi sebelumnya seperti halnya perilaku, inovasi dan kreatifitas generasi milenial ini menjadi modal yang sangat berharga dalam pemerintah memetakan kebiijakannya, pun perilaku konsumtif dan mobilitas generasi milenial menjadi parameter utama sebagai kemajuan teknologi transaksi baik barang maupun jasa.

Menuju Less Cash Society

Secara tidak langsung generasi milenial menjadi poros pelaku usaha maupun pemerintah sekalipun, untuk mengetahui keberadaannya sebagai pengkritik teknologi informasi dengan berbagai kemudahan yang membangkitkan semangat teknologi semakin maju dengan pesat. Akan tetapi ada banyak tantangan yang telah menunggu dengan semua resikonya, setidaknya ada tantangan yang harus dihadapi untuk terus meningkatkan kualitas generasi milenial dalam transaksi non-tunai yaitu :

  • Perilaku masyarakat yang masih lebih mempercayai uang tunai
  • Kurangnya pemahaman masyarakat tentang keberadaan instrument non tunai
  • Interkoneksi yang masih terbatas
  • Infrastruktur yang belum merata dan belum terstandarisasi
  • Model bisnis yang berkesinambungan
  • Ekosistem yang belum terbentuk secara komprehensif
  • Kordinasi diantara regulator dan pelaku bisnis
  • Persaingan industri domestik versus global.

Perilaku Konsumen Dalam Transaksi Non Tunai

Prinsip utama transaksi menggunakan alat pembayaran non tunai di Indonesia masih lebih mengedepankan aspek kepercayaan atau "Trust" terhadap penjual maupun pembeli. Potret penggunaan transaksi non tunai oleh konsumen khususnya berbelanja secara online. 

Kebijakan ini dapat dikatakan inovatif, karena masyarakat dipermudah atas penggunaan transaksi keuangan. Berdasarkan dari banyaknya keluhan dan kerugian pada konsumen, seperti barang rusak, tidak sesuai pesanan, maupun sulit untuk klaim kerugian. Kini terdapat keragu-raguan pada konsumen dalam bertransaksi secara online.  

Dengan adanya keragu-raguan dalam bertransaksi secara online dalam bidang e-commerce, maka metode COD adalah hal yang paling dirasa aman bagi konsumen, sebab keberadaan penyelenggara atau pelaku usaha e-commerce dapat dikatakan belum dapat melindungi konsumen, ini digadang menjadi salah satu penyebab ketidakpercayaan konsumen menjadi bertambah, pada akhirnya dalam e-commercemetode COD adalah yang paling aman bagi konsumen. Menurut Hadi Kuncoro, CEO aCommerce Indonesia, mengatakan dalam sebuah diskusi panel di Indonesia E-commerce Summit & Expo (IESE) 2016 kalau penggunaan COD di Indonesia saat ini telah mencapai angka 30 sampai 40 persen dari total transaksi e-commerce.

Keamanan infrastruktur transaksi secara online seperti jaminan atas kebenaran identitas penjual/pembeli, jaminan keamanan jalur pembayaran (payment gateway),jaminan keamanan dan keandalan website e-commerce belum menjadi perhatian utama bagi penjual maupun pembeli, terlebih pada transaksi berskala kecil sampai medium dengan nilai nominal transaksi yang tidak terlalu besar (misalnya transaksi jual beli melalui jejaring sosial, komunitas online, toko online, maupun blog).

Salah satu indikasinya adalah banyaknya laporan pengaduan tentang penipuan melalui media internet maupun media telekomunikasi lainnya yang diterima oleh kepolisian maupun penyidik Kementerian Kominfo. Jika transaksi berdasarkan kepercayaan, harus kah pelaku usaha e-commerce disertifikasi kepercayaan oleh lembaga yang berwenang untuk melakukan sertifikasi. Namun sampai saat ini belum ada badan atau lembaga yang berwenang untuk mensertifikasi pelaku usaha e-commerce, di samping itu, penyelenggara e-commerce melakukan terobosan untuk memberikan kepercayaan pada pedagang yang kooperatif dalam transaksi e-commerce.

Apakah perlu adanya serifikasi kepercayaan dalam e-commerce oleh pemerintah? Bagaimana Sertifikasi sistem keandalan agar data konsumen digunakan sebagaimana mestinya? Juga, dapatkah pelaku usaha memberikan pelayanan yang adil bila terjadi kerugian pada konsumen? GNNT yang dicanangkan oleh BI atas Sistem pembayaran non tunai merupakan sebuah inovasi yang cukup baik dari pemerintah, pelaku usaha difasilitasi, konsumen dipermudah dan dilindungi, walaupun banyak keraguan pada konsumen dalam melakukan transaksi non tunai khususnya e-commerce, konsumen tetap menggunakan sistem pembayaran non tunai yang lebih efisien. namun pengawasan dan penegakan hukum pada sektor jasa keuangan masih sangat lemah, untuk mendukung pertumbuhan industri uang elektronik yang sehat maka diperlukan adanya sistem keandalan yang lebih aman dan transparan guna melindungi konsumen jasa keuangan, peningkatan keamanan teknologi dan efisiensi penyelenggaraan uang elektronik.

Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Dari semua kebijakan Bank Indonesia, pada dasarnya mengarah kepada perlindungan konsumen jasa keuangan, dengan tujuan agar masyarakat memiliki jaminan rasa aman dalam berinteraksi dengan institusi keuangan dalam memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan. Komponen yang berada pada pilar ini meliputi: transparansi produk, penanganan keluhan nasabah, mediasi, dan edukasi konsumen.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 16/11/DKSP tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money), Pengawasan terhadap penyelenggaraan Uang Elektronik difokuskan pada :

  • Penerapan aspek manajemen risiko;
  • Kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan, penerapan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, prinsip persaingan usaha yang sehat, transfer dana, dan peraturan perundang-undangan lainnya; dan
  • Penerapan aspek perlindungan konsumen.

Keberadaan alat pembayaran non tunai juga dapat membantu mengurangi potensi korupsi, pencucian uang (money laundry), pencegahan pendanaan terorisme serta dapat membantu menambah devisa negara dalam perpajakan. Di samping banyak keuntungan yang ada pada pembayaran non tunai, ada pun kelemahan pada alat pembayaran tersebut yang dirasakan pada konsumen, yaitu pelanggaran privasi di mana data pengguna dipakai untuk menawarkan layanan yang lain atau kepentingan lain tanpa seijin konsumen, dan belum adanya Sertifikasi dan Jaminan Keandalan Sistem Elektronik.

Perjanjian yang diberikan kepada konsumen adalah dibuat secara sepihak, yang biasanya disebut sebagai perjanjian baku, pada perjanjian baku tersebut terdapat klausula baku yang setidaknya dalam perjanjian tersebut konsumen selalu berada dalam posisi yang lemah, oleh sebab itu informasi/data konsumen dapat digunakan untuk menawarkan layanan atau kepentingan lain tanpa seijin konsumen. Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 mengenai hak konsumen yaitu :

  • Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  • Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  • Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  • Hak untuk didengan pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  • Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  • Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  • Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau Jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  • hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selain itu, diatur juga pada Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, Prinsip Perlindungan Konsumen meliputi:

  • Keadilan dan keandalan;
  • Transparansi;
  • Perlindungan data dan/atau informasi Konsumen; dan
  • Penanganan dan penyelesaian pengaduan yang efektif.

Pengaturan lain juga terdapat pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan pada Pasal 19 "Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan Konsumen." Cukup jelas aturan mengenai perlindungan konsumen dalam sektor jasa keuangan, namun implementasi terhadap penggunaan atas data tanpa sepengetahuan konsumen jasa keuangan masih saja terjadi

Setidaknya ada 250 juta jiwa yang juga disebut sebagai konsumen, bagaimana menuju less cash society jika penanganan serta penyelesaian pengaduan konsumen tidak terselesaikan. 

Namun, masih ada keraguan dalam penggunaan non-tunai dari konsumen jasa keuangan, hal ini disebabkan oleh kualitas penanganan serta penyelesaian pengaduan konsumen jasa keuangan belum menjadi urusan prioritas dari penyelenggara, pelaku usaha maupun pemerintah yang tidak masuk dalam nawacita. Padahal semua itu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, efisiensi anggaran, serta kebijakan inklusif dari BI berjalan dengan beriringan.

Dengan kondisi demikian, ada baiknya generasi milenial saat ini kita lebih selektif dalam melakukan transaksi dengan alat pembayaran non tunai dan mengedepankan aspek keamanan transaksi dan kehati-hatian sebagai pertimbangan utama dalam melakukan transaksi jual beli secara online, mengingat perkembangan zaman semakin berkembang yang tidak diimbangi dengan perlindungan konsumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun