“Dalam membantu orang lain saya tidak pernah berpikir untuk mendapatkan sesuatu. Tetapi saya ikhlas ingin bermanfaat untuk orang sekitar”. Ungkapan tersebut disampaikan oleh Ibu Suyatmi. Seorang sosok yang menginisiasi Koperasi Wanita Flamboyan di Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur. Prihatin kepada tetangga yang berhutang kepada rentenir, mendorong Ibu Suyatmi untuk bergerak melakukan kebaikan dengan membentuk usaha simpan pinjam serta mengedukasi masyarakat tentang ketahanan ekonomi. Alhasil, kini banyak anggota koperasi tersebut yang mandiri dan mampu mengembangkan usahanya masing-masing. Kehadiran koperasi membawa kebermanfaatan bagi pergerakan ekonomi di wilayah tersebut.
Sejarah hadirnya koperasi di Indonesia juga diawali dari rasa keprihatinan, seperti pengalaman Ibu Suyatmi. Keprihatinan terhadap para pegawai negeri yang terjerat pinjaman dengan bunga yang tinggi dari rentenir, seorang Pamong Praja Patih di Purwokerto, R. Aria Wiria Atmaja, berinisiasi membentuk sebuah bank simpan pinjam para Priyayi Purwokerto. Bank yang terbentuk pada tahun 1896 ini menjadi titik awal perjalanan koperasi. Kemudian pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan Dr. Sutomo menginisiasi gerakan koperasi. Perkembangan koperasi juga semakin besar berkat Serikat Dagang Islam di tahun 1927 dan dukungan Partai Nasional Indonesia di tahun 1929.
Pada tanggal 12 Juli 1947 pergerakan koperasi Indonesia mengadakan kongres koperasi pertama di Tasikmalaya dan menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Koperasi Nasional. Berkat kontribusi dan peranan Mohammad Hatta dalam memajukan koperasi, beliau dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Tujuan koperasi berdasarkan Undang-Undang Dasar nomor 25 tahun 1992 adalah untuk “memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.”. Semangat menghadirkan dan memajukan kesejahteraan ini yang mendorong banyak sosok seperti Ibu Suyatmi untuk berkontribusi meningkatkan pergerakan ekonomi melalui koperasi dan UMKM. Hal tersebut juga menjadi pemantik munculnya perempuan-perempuan tangguh dan mandiri yang memperkuat ekonomi keluarga melalui gerakan koperasi perempuan.
Memperkuat Ekonomi Keluarga
Pengalaman pandemi COVID-19 memberikan banyak hikmah, salah satunya adalah resiliensi dan ketangguhan masyarakat khususnya perempuan, dalam mengatasi masa yang sulit tersebut. Pemberhentian karyawan baik secara permanen ataupun sementara mengakibatkan banyak yang tadinya tidak menjadi tulang punggung, akhirnya “mendadak” menjadi tumpuan pendapatan keluarga. Perubahan peranan dalam keluarga ini mendorong pasangan yang sebelumnya merupakan ibu/bapak rumah tangga untuk menjadikan usaha sampingan sebagai sumber pemasukan utama. Hal ini mendorong mereka untuk lebih adaptif sehingga bisa bertahan dalam menghadapi pandemi COVID-19. Contohnya seperti usaha toko kelontong kecil-kecilan, jualan online dan berbagai usaha rumahan lainnya.
Selain jenis usaha di atas, koperasi juga ternyata bisa menjadi jaring pengaman bagi banyak keluarga selama masa pandemi. Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan, koperasi memberi peluang bagi para perempuan untuk terlibat langsung dalam pengelolaannya. Kepiawaian para perempuan dalam menggerakkan dan menghimpun keanggotaan membuat koperasi berpeluang lebih cepat untuk berkembang dan membawa manfaat yang lebih besar bagi anggotanya. Hal ini menegaskan keberadaan dan peranan perempuan dalam koperasi cukup signifikan.
Gerakan Koperasi Perempuan
Gerakan Koperasi diawali dari skala rumah tangga, sehingga seharusnya tidak mengherankan jika koperasi dapat digerakkan oleh perempuan. Belajar dari pengalaman Ibu Suyatmi yang mengawali Koperasi Flamboyan pada tahun 1992 dengan 40 anggota, kini telah memiliki 4.679 anggota. Koperasi Flamboyan ini merupakan hasil pemberdayaan LSM Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita (PPSW) yang berkegiatan di Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur. LSM PPSW memberikan keberanian bagi Ibu Suyatmi untuk mengembangkan kegiatan pemberdayaan bagi perempuan setempat, menjadi sebuah gerakan koperasi perempuan yang kini telah memiliki 11 unit dan tiga cabang serta aset yang mencapai lebih dari 17 miliar rupiah.
Koperasi Flamboyan juga memberikan kebermanfaatan dengan membantu usaha kecil masyarakat setempat khususnya perempuan dan memberikan pinjaman modal yang dapat mencapai hingga 400 juta rupiah. Berbagai pelatihan dan edukasi juga diberikan dengan harapan upaya-upaya tersebut dapat membantu mencapai ketahanan ekonomi keluarga.
Pengalaman inspiratif ini menunjukkan bahwa gerakan koperasi yang beranggotakan mayoritas perempuan dapat menjadi potensi besar dalam menggerakkan putaran roda ekonomi lokal. Selain itu, pengetahuan para perempuan tentang kebutuhan dan kondisi riil di lapangan dapat menjadi aset yang kuat sebagai bagian dari gerakan ekonomi rakyat.
Keberadaan koperasi sebagai roda penggerak ekonomi rakyat tidak dapat dipungkiri. Koperasi membawa kebermanfaatan yang besar bagi masyarakat, dan gerakan koperasi perempuan harapannya dapat menambah nilai kebermanfaatan tersebut. Mungkin sudah saatnya kegiatan-kegiatan yang kerap diasosiasikan dengan para perempuan seperti arisan dapat berkembang menjadi koperasi perempuan. Saya rasa hal ini dapat menjadi renungan bersama saat memperingati hari Koperasi Nasional, tanggal 12 Juli ini tentang peranan perempuan yang berdampak, bermanfaat dan berdaya.
Selamat Hari Koperasi Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H