Selain itu menurut saya istilah "dua matahari" bisa saja terjadi dalam pemerintahan Jokowi kali ini. Karena sejatinya Jokowi dan Prabowo ini merupakan dua rival dalam politik Indonesia.Â
Nah ketika Prabowo masuk kabinet, walaupun secara de facto dan de jure Jokowi sebagai Presiden tetapi figur Prabowo tidak lepas dari kekuatan masa yang dimilikinya.
Karena itu ada kekhawatiran, kemudian membandingkan kerja Jokowi itu dibayang-bayangi oleh Prabowo. Konsekuensinya ya keberhasilan Jokowi juga menjadi keberhasilan Prabowo. Begitu pun sebaliknya.
Kondisi ini bisa saja melahirkan persepsi publik bahwa di kabinet Jokowi ada dua figur yang mendominasi keputusan politik.
Belum lagi jika ternyata dalam perjalanannya kinerja Prabowo tak bagus, nggak mampu mencapai Key Performance Indeks (KPI) yang sudah digariskan Presiden.
Berkaca pada pidato pelantikan Jokowi, yang akan betindak tegas terhadap para menterinya yang tak performed, jika Prabowo yang masuk kategori itu, beranikah Jokowi memecat Prabowo?
Selain itu dual jabatan yang selama ini dilarang dalam masa kepemimpinan Jokowi pun bisa menjadi masalah buat Prabowo, meskipun pernah ada pengecualian terhadap Golkar, saat sang Ketum Airlangga Hartarto jadi Menteri Perindustrian.
Apakah larangan tersebut akan dihilangkan, dalam kabinet ini? Â Bagaimana pula terkait loyalitasnya apabila dikaitkan dengan pemilu 2024 misalnya.Â
Suka atau tidak Prabowo masih berpeluang untuk menjadi Calon Presiden dalam pilpres 2024 kelak.
Sebetulnya terlalu banyak potensi komplikasi, jika mengangkat Prabowo jadi menteri. Namun tentu saja Jokowi pun sudah berhitung ke arah sana. Sehingga ia tetap mengajak Prabowo bergabung dalam kabinetnya.
Sak wa sangka seperti itu tak sepenuhnya benar juga sih, bisa saja keputusan Prabowo masuk dan memperkuat kabinet Jokowi Jilid II ini, merupakan ketulusannya dalam memberikan kontribusi bagi Indonesia.Â