Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Kain Gringsing, Kain Khas Bali yang Sarat Filosofis

6 Oktober 2019   07:08 Diperbarui: 6 Oktober 2019   18:37 1666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah itu baru masuk dalam proses pemintalan dengan teknik double ikat artinya proses penataan benang, pengikatan, dan pewarnaan dilakukan pada sisi lungsi (panjang) dan pakan (lebar). Teknik tenun ini hanya terdapat di tiga negara di dunia. Selain di Tenganan teknik ini juga dilakukan di India dan jepang.

Dalam satu helai kain gringsing hanya memiliki 3 warna saja, yaitu kuning, merah, dan hitam yang disebut tridatu. Pewarna alami untuk warna merah merupakan campuran dari akar pohon mengkudu dengan kelopak pohon kepudung putih.

Warna kuning, minyak buah kemiri berusia lebih dari 1 tahun, dicampur dengan air serbuk kayu. Dan batang pohon thaum untuk warna hitam. 

Ketiga warna tersebut memiliki filosofi masing-masing. Menurut Bapak Kelian adat Tenganan, Warna kuning pada kain gringsing melambangkan angin, sebagai manifestasi oksigen yang dihasilkan tumbuhan, maka tumbuhan harus dijaga agar kelangsungan hidul manusia pun terjaga

Warna merah sebagai personifikasi dari api yang memberikan energi bagi kehidupan manusia. Warna hitam melambangkan air yang memberi penghidupan untuk seluruh makhluk di muka bumi.

Selain memaknai ketiga warna tersebut sebagai angin, api dan air, juga melambangkan trimurti dalam agama Hindu. Kuning untuk Brahmana sebagai pencipta,  merah untuk Siwa sebagai pelebur, dan hitam untuk Wisnu sebagai pemelihara.

Kain gringsing konon katanya secara keseluruhan memiliki 20 motif, namun yang baru bisa dikerjakan hanya 14 motif saja, yaitu, lubeng, sanan empeg, cecempkaan, cemplong, gringsing isi, wayang, batun tuung.

Motif-motif kuno kain gringsing lainnya yang masih dikenal meliputi: Teteledan, Enjekan Siap, Pepare, Gegonggangan, Sitan Pegat, Dinding Ai, Dinding Sigading, dan Talidandan.

Bagi masyarakat Tenganan, kain gringsing memiliki nilai sakral sebagai simbol keselarasan hidup serta sebagai penghormatan kepada leluhur yang telah mewariskan budaya adiluhung kain tersebut.

Kain Tenun gringsing sekarang sudah dipatenkan oleh pemerintah provinsi Bali ke Kementerian Hukum dan HAM. Hak paten itu berupa Hak Indikasi Geografis.

Usia kain gringsing kuno yang ada dan masih dipakai saat ini mencapai usia 100 tahun. Mengenai harga yang, karena prosesnya yang rumit harga kain gringsing bisa mencapai 25 juta Rupiah per helai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun