Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal KPI dan Teguran Tanpa Konteks

18 September 2019   11:37 Diperbarui: 18 September 2019   13:29 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)(Instagram/KPI Pusat)

Lembaga Negara Indonesia adalah Lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang (UU) atau peraturan-peraturan dibawahnya.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan salah satu lembaga yang pendiriannya didasari oleh undang-undang , yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.

KPI terdiri dari KPI-Pusat dan KPI Daerah yang terdapat di setiap daerah tingkat I, Provinsi di seluruh wilayah Indonesia.

Wewenang dan lingkup tugas KPI meliputi pengaturan dan pengawasan penyiaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, dan Lembaga Penyiaran Komunitas.

Jelas dan terang bahwa tugas KPI ialah mengatur dan mengawasi penyiaran, baik audio maupun video dan gabungan keduanya. Namun kewenangan yang disandang oleh KPI itu terkadang ketika diaplikasikan di lapangan menjadi aneh dan memicu kontroversi  di masyarakat.

Masih ingat teguran KPI terhadap 11 stasiun televisi nasional terkait penayangan iklan sebuah perusahaan perdagangan daring, Shopee yang menampilkan K-pop Girl Band Blackpink dan acara Shopee Road to 12.12 Birthday Sale. yang dianggap melanggar kesopanan.

@Alfazziii
@Alfazziii
KPI Pusat menilai muatan dalam dua tayangan tersebut berpotensi melanggar Pasal 9 Ayat (1) SPS KPI Tahun 2012 tentang kewajiban program siaran memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak terkait budaya.

Teguran ini lantas menjadi kontroversi karena sebagaian besar masyarakat menganggap keputusan itu diambil hanya karena tekanan sepihak saja dan terkesan terburu-buru, tanpa mempertimbangkan konteks.

Dunia media sosial pun kemudian ramai dengan protes warganet. Salah satunya dari akun Twitter @widasSatyo, yang menulis.

"Bukan soal sia-sia.. Tp keputusan ini diambil menurutku krna tekanan sepihak. Daripada ribut, akhirnya di iyain. Kalo kyk gini terus, kita bs balik ke hukum rimba. Masalahnya KPI sendiri jg gak konsisten filter tayangan lain yg lbh gak seronok dr iklannya blackpink"

Namun hal tuduhan-tuduhan ini dibantah oleh salah Komosioner KPI, Dewi Setyarini. "Karena keputusan yang kita buat selalu melalui prosedur, baik melalui tim pemantauan, tim pengaduan, kita lihat dan kita review baru kita kemudian analisa, cek dengan tim kami, baru kita rapatkan di divisi penyiaran, jadi (keputusannya) sudah melalui proses itu," kata Dewi, Rabu(12/12/18) lalu. Seperti dilansir BBC News Indonesia.

Kemudian keriuhan ciptaan KPI lain, saat awal Agustus 2019 lalu lembaga ini berniat cawe-cawe mengawasi Youtube, Netflix, bahkan Facebook. Padahal tak ada satu pun aturan yang memberi wewenang KPI untuk mengawasi penyiaran berbasis internet.

KPI ngotot sekali saat itu agar bisa mengawasi penyiaran berbasis internet tersebut. Ketua KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan bahwa pihaknya melihat ada transisi penonton Indonesia dari TV konvensional ke aplikasi-aplikasi penyiaran berbasis internet.

Ia beranggapan bahwa pihaknya harus memastikan bahwa penyiaran itu sesuai dengan falsafah dan kepribadian bangsa. "Kalau generasi digital, digital native yang lahir di era baru ini mereka sudah lebih banyak mengonsumsi media baru daripada media konvensional. Ini yang perlu diawasi agar sesuai dengan filosofi atau kepribadian bangsa," kata Agung, Kamis (08/08/19)lalu seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.

Sontak niat KPI ini, mendapat serangan, kecaman, dan bahkan caci maki dari netizen. Lebih dari satu minggu timeline berbagai Platform Medsos dipenuhi oleh kontroversi ini. Bahkan salah satu netizen yang merupakan seorang pengacara dan anggota Partai PSI, Dara Nasution mengajukan petisi melalui Change.org. 

"Untuk seluruh penonton Netflix dan Youtube; Lawan!" tulis Dara dalam petisi tersebut. Hasilnya 75 ribu orang menandatangani petisi tersebut, yang kemudian diberikan kepada pimpinan KPI.

Tak ada wewenang apapun terkait pengawasan aplikasi berbasis internet, namun KPI berniat lakukan itu. Entah apa yang ada di otak pimpinan KPI ini. Maksa-maksa buat revisi UU Penyiaran, padahal mengawasi yang merupakan wilayahnya saja  belum benar, sinetron tak mendidik masih gentayangan, berbagai program tayangan sampah masih disiarkan berbagai TV nasional.

Bahkan kasus pembunuhan heboh yang terjadi baru-baru ini, Aulia Kesuma yang mendalangi pembunuhan suami dan anak tirinya mengaku bahwa proses pembunuhannya terinspirasi oleh sinetron yang ditayangan televisi nasional 

"Jadi kami maunya api kecil nyala. Setelah itu mobilnya kami dorong ke jurang. Kami itu ya, mungkin karena kebanyakan nonton sinetron atau bagaimana, kami tadinya berpikir gini," kata Aulia Kesumadi Polda Metro Jaya, Selasa (3/9/2019) lalu, seperti yang dikutip dari Suara.com.

Seperti biasa KPI ngeles, hanya mampu menjawab secara normatif tak menjawab permasalah yang real. "Kan itu kan kalau sinetron secara umum kan apakah semuanya itu mengandung unsur kekerasan yang akhirnya dia misalnya (membunuh) itu kan tidak bisa digeneralisir," ujar Mimah Susanti salah satu Komisioner KPI, Rabu (4/9/2019)lalu, seperti yang dilansir Kompas.com.

Terakhir kontroversi kembali menguar saat KPI merilis surat teguran terhadap 14 program siaran di sejumlah lembaga penyiaran yang ditandatangani 5 September 2019 lalu. 

Dalam surat itu, mereka menyampaikan sejumlah tayangan telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) KPI tahun 2012.

Dari 14 program yang ditegur tersebut, terdapat 2 hal yang membuat netizen kemudian meradang, yakni film kartun SpongeBob Square Pants dan Thriller film Gundala.

Teguran terhadap SpongeBob dilayangkan karena ada adegan dalam kartun tersebut memukul wajah dengan papan, menjatuhkan bola bowling dari atas dan mengenai kepala, melayangkan palu ke wajah dan memukul pot kaktus menggunakan raket ke wajah.

Sementara Thriler film Gundala, hanya ada kata "bangsat".  Hal ini direspon negatif oleh netizen, tagar #bubarkanKPI kembali menjadi trending topic di Twitter.

KPI kembali berkilah, Wakil Ketua KPI, Mulyo Hadi Purnomo mengatakan bahwa  mereka hanya menjalankan kewajiban lembaganya saja. "Kami menjalankan UU soal pembatasan dan larangan," ujar Mulyo, Senin (16/9/2019) malam. Seperti yang dikutip dari tirto.id.

Tak henti-henti lembaga bentukan negara ini memicu kegaduhan di ruang publik. Hampir semua putusan yang mereka keluarkan selalu memicu kontroversi. 

Sementara kualitas program penyiaran di Indonesia tak pernah kunjung membaik. Setiap teguran yang mereka keluarkan sepertinya tidak berdampak apapun bagi peningkatan kualitas program industri televisi nasional.

Apakah KPI melakukan assesment terhadap setiap teguran yang dikeluarkannya? Adakah korelasi positif terhadap kehidupan masyarakat setelah teguran itu dilayangkan dan dilaksanakan?

Apakah pemerkosaan dan pelecehan menurun setelah adegan Shizuka berbikini dalam Kartun Doraemon, di blur?

Padahal clear ucapan Aulia Kesuma pembunuhan yang dilakukannya diinspirasi oleh sinetron, eh malah ngeles. 

Mungkin KPI tak harus dibubarkan, namun harus berbenah secara serius. Karena memang bermasalah. Teguran-teguran yang KPI lakukan seperti buta konteks, dan terkesan sepotong-sepotong.

KPI kadang-kadang melihatnya ada adegan mukul, tidak ada paradigma, tanpa melihat konteks. Padahal paradigma dan konteks itu penting. Karena untuk menggambarkan kebaikan butuh kejahatan.

Harus ada perbaikan mendasar di Lembaga pengawasan penyiaran ini, jika tidak yah bubarin saja. Tak ada efek langsung yang dirasakan masyarakat kok atas putusan-putusannya. Malah seringnya bikin gaduh, pilihannya cuma dua, berbenah atau bubarkan.

Sumber: 1 2 3 4 5  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun