8 orang meninggal, 3 orang luka berat, dan 25 orang luka ringan akibat kecelakan tabrakan beruntun yang melibatkan 21 kendaraan, di tol Cipularang Kilometer 92.
Menurut Direktur Penegakan Hukum Korlantas Mabes Polri, Brigjen Pol Pujiyono Dulrachman kecelakaan beruntun ini berawal dari kecelakaan tunggal dump truck yang terguling di Km 92.
Nah saat kendaraan lain menunggu antrian dump truck yang terguling tersebut di evakuasi, tiba-tiba dari arah belakang ada dump truck lain bermuatan tanah hilang kendali akibat rem blong menabrak kendaraan yang saat itu antre.
"Dump truck bermuatan tanah itu menabrak empat kendaraan yang tengah mengantre," kata Pujiyono, Senin (2/09/19) kemarin seperti yang dilansir Kompas.com.
Kemudian 15 kendaraan lain dibelakang dump truck tersebut langsung saling bertabrakan, 4 kendaraan di antaranya langsung terbakar.
Korban meninggal dan kecelakaan tersebut langsung dibawa ke 3 rumah sakit di daerah Purwakarta, Rumah Sakit MH Thamrin, Rumah Sakit Siloam, dan Rumah Sakit Umum Daerah Purwakarta.Â
Kecelakaan di tol yang menghubungkan Kota Bandung dengan Jakarta ini memang kerap terjadi, struktur jalan yang menurun dan menanjak panjang membuat pengemudi harus ekstra konsentrasi.
Terlebih kondisi kendaraan harus prima, sebaiknya para pengguna jalan tol tersebut mengecek kondisi kendaraan terutama ban dan rem.
Terkait kecelakaan maut tersebut, AKP Ricki Adipratama, Kasatlantas Polres Purwakarta menyatakan bahwa kemungkinan penyebab kecelakaan tersebut, media jalanan menurun.
"Diduga kuat pengemudi tidak bisa menjaga jarak aman dan kendaraan tidak bisa mengerem," kata AKP Ricki dikutip dari Kompas.com.
Sementara pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebutkan bahwa aspek geometrik tol Cipularang yang menyebabkan laju kendaraan dari arah Bandung ke Jakarta cenderung melaju dengan sangat cepat.
"Kalau saya lihat dari sisi geometrik jalan itu memang jalan kan agak tikungan dan kemudian turunan. Jadi kalau dari Bandung pasti kecenderungannya adalah kecepatan tinggi," ujar Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi di Jakarta, Senin (2/9/2019). Seperti yang dikutip dari Kompas.com
Kendati demikian pihaknya belum dapat memastikan penyebab kecelakaan tersebut, karena mungkin saja terdapat faktor lain termasuk kelalaian manusia dan kondisi kendaraan yang tidak prima.
Kelalaian manusia di sini bisa saja sopir dalam keadaan mengantuk sehingga tak mampu menguasai laju kendaraan. Atau muatan yang melampaui tonase dump truck tersebut. Sehingga membuat kondisi rem tidak berfungsi, akibat beban berlebih.
Karena kalau melihat secara kronologis terjadinya kecelakaan maut tersebut, 2 truk pengangkut tanah lah yang memicu kecelakaan tersebut. Yang akhirnya melibatkan 19 kendaraan lainnya.
Memang pihak berwenang belum dapat memastikan penyebab kecelakan tersebut. Namun indikasi-indikasi yang disampaikan oleh Kepolisian dan Kemenhub, ada yang salah di kedua truk tersebut. Sehingga kemudian kecelakaan maut ini terjadi.
Kerap kali truk muatan barang ini jadi biang keladi kecelakaan lalu lintas. Over Dimension, Over Load (ODOL), kelebihan muatan, baik itu daya angkut kendaraannya maupun tonase batasan maksimal jalan yang dilaluinya.
Untuk menampung kelebihan volume beban tersebut pemilik truk memodifikasi dimensi truk menjadi lebih besar dan lebih panjang  sehingga memerlukan ruang jalan yang lebih besar dan kendaraan cenderung menjadi kurang stabil. Hal inilah disinyalir menjadi penyebab utama kecelakaan yang kerap melibatkan mereka.Â
Kemenhub telah mengatur hal ini dalam beberapa aturan, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan jalan raya, kemudian ada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 134 tahun 2015.
Secara teknis untuk dapat mengukur dimensi dan tonase, Kemenhub sudah menyiapkan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang.
Sepanjang periode 14 hari dari tanggal 8-22 Juli 2019, jembatan timbang sudah memeriksa 11.379 truk dan hasilnya 81,07% atau 9.225 truk melanggar ODOL. Sangat mengkhawatirkan memang kondisi ini, tidak heran jika acapkali truk-truk itu memicu kecelakaan dan kemacetan.
Karena truk yang kondisinya ODOL, jalannya akan sangat lambat dan memicu antrian panjang kendaraan dibelakangnya dan ujungnya menimbulkan kemacetan.Â
Yang lebih berbahaya lagi seperti kejadian di Tol Cipularang, walau belum jelas benar penyebabnya, namun disinyalir karena rem blong akibat muatan berlebihan.Â
Kapasitas truk yang semestinya 20 ton dimuat 2x lipatnya, 40 ton. Hal ini mengakibatkan masa yang mampu ditopang  oleh rem maksimal 20 ton. Nah dengan masa 40 ton, rem tidak mampu lagi menahannya, akibatnya rem menjadi blong.
Menurut data PT Jasa Marga, 63% kecelakaan di ruas Tol Jakarta-Cikampek sepanjang tahun 2018 diakibatkan oleh kendaraan besar yang kelebihan muatan.
Data yang sama dinyatakan oleh Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), 70% Â kecelakaan akibat truk ODOL diakibatkan oleh kelebihan muatan, dengan tingkat fatalitas tertinggi akibat rem blong.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setyadi Kemenhub memang tengah serius menyelesaikan persoalan angkutan barang yang melanggar ketentuan Over Dimension Overload (ODOL). Dia mengaku, aspek penegakan hukum tidak dikedepankan, tetapi lebih menekankan partisipasi semua pihak.
"Paling penting komitmen kita bersama, saya kumpulkan asosiasi logistik, asosiasi karoseri, operator, Organda, Aptrindo, pasti mendukung tapi mereka butuh waktu menyelesaikan semuanya," katanya. Rabu (24/07/19)lalu. Seperti yang dikutip dari CNBCIndonesia.com.
Namun demikian Kemenhub, akan segera melakukan penegakan hukum secara tegas. Agar komitmen "Zero ODOL" bisa terlaksana. Berikut 4 langkah yang akan dilakukan oleh Kemenhub terkait masalah ini.
- Penegasan aturan ODOL pada truk container.
- Pembentukan satgas (task force) normalisasi.
- Penyidikan dan penuntutan bagi oknum yang masih melanggar ketentuan.
- Tilang dan penurunan barang serta penundaan perjalanan.
Berharap pemerintah benar-benar serius menangani masalah ODOL ini. Agar kecelakan dan kemacetan bisa dikurangi. Jangan sampai ada pihak cuma mementingkan urusan efesiensi dengan memuat lebih banyak tanpa memedulikan berbagai konsekuensi, terutama keselamatan.
Sumber:
kompas.com
kompas.com
dephub.go.id
cnbcindonesia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H