Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

KPI Bakal Awasi Youtube dan Netflix

9 Agustus 2019   13:51 Diperbarui: 14 Agustus 2019   04:17 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: CNNIndonesia.com

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) rupanya mulai gratelan untuk ikut cawe-cawe mengawasi tontonan dan aplikasi berbasis internet seperti Facebook, Youtube dan terutama Netflix. Mungkin akan terus berkembang mengawasi aplikasi-aplikasi tontonan lain yang berbasis digital. 

Niat KPI untuk mengawasi aplikasi-alikasi tersebut didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), dua lembaga negara tersebut bersinergi guna menghindari masalah atau isu tertentu yang terdapat dalam konten Netflix. KPI menggandeng Kemenkominfo mengingat pengawasan konten digital merupakan hal baru yang berbeda dengan penyiaran kovensional seperti siaran TV dan Radio.

Sebelum pengawasan itu dilakukan langkah pertama yang akan dilakukan KPI adalah meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi Undang-Undang Penyiaran, karena dalam UU Penyiaran yang berlaku hari ini tidak mengatur mengenai pengawasan media digital. Menurut Komisioner KPI, Agung Suprio, perlunya pengawasan media digital seperti Youtube dan Netflix ini mengingat sebagian masyarakat sudah mulai beralih dari media konvensional ke media, terutama kaum milenial yang bisa menghabiskan waktunya berjam-jam menggunakan media digital ini.

"KPI harus memastikan bahwa konten yang terdapat dalam media digital tersebut memiliki nilai edukasi, dan masyarakat bisa terhindar dari konten yang nilainya rendah,"Ujar Agus

Untuk itulah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dalam undang-undang penyiaran harus direvisi "jadi ada hal-hal baru yang belum terakomodasi, ini akan kita revisi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," tanbah agus beberapa saat lalu seperti yang dikutip dari Suara.com.

Demi mendengar rencana KPI tersebut, sontak warganet berujar berang, mereka menganggap KPI sudah melampaui wewenangnya. Selain itu jangankan mengawasi media digital, mengawasi media konvensional aja tak becus. Media Sosial pun dipenuhi dengan komentar-komentar negatif para warganet terkait niat KPI tersebut.

Partai Solidaritas Indonesia termasuk pihak paling vokal mengecam hal ini. Dalam Akun Twitter milik mereka @PSI_id mereka mengeluarkan unek-uneknya berikut rentetan cuitannya.

"Mendingan urus acara talent show di mana pesertanya diarahkan untuk menceritakan kisah hidupnya yang dililit hutang. Lalu disuruh nyanyi. Kalau nyanyinya bagus, hutangnya dilunasi. Kesulitan hidup orang lain kok dieksploitasi seenaknya. Malihhhh?". 

"Mending urusin reality show yang main hipnotis-hipnotisan atau kemunculan so called "pakar mikroekspresi" yang layaknya dukun bisa mengetahui isi hati orang. Ini menjauhkan masyarakat dari cara berpikir yang saintifik dan logis." 

"Mending urusin tayangan berita kriminal yang kerap menampilkan wajah korban kekerasan seksual tanpa sensor. Bahkan menyebutkan nama lengkapnya. Membiarkan reporter menanyakan pertanyaan traumatis kepada mereka." 

"Youtube dan Facebook. Boleh kita desak untuk memeperbaiki kontennya sesuai standart Community guidelines. Tapi jangan awasi kesenangan kami dimana kami membayar dan menggunakan kuota pribadi kami sendiri"

Bahkan salah satu pengurus PSI, Dara Nasution mengunggah keberatannya atas tindakan KPI ini dengan membuat petisi di Change.or.id

"Seluruh Penonton Youtube dan Netflix bersatulah. Tandatangani petisi, Tolak KPI! Awasi Youtube, Facebook, dan Netflix."

Selain PSI masih banyak warganet lain yang keberatan dengan niat KPI ini, mereka menonton Netflix itu karena merasa tidak puas denganberbagai macam program siaran di media penyiaran konvensional yang setiap hari dipelototi dan diawasi KPI. seharusnya kalau KPI memang concern terhadap hal itu perbaikilah program-program di stasiun televisi nasional itu agar layak buat ditonton. Siapa sudi kita tiap hari dijejali dengan sinetron tidak bermutu seperti yang banyak disiarkan tv nasional. 

Mana ada orang jahat, yang sepanjang hidupnya nyaris tidak pernah berbuat baik. Dan sebaliknya tokoh protagonisnya tampilannya bak malaikat nyaris tanpa cela, tapi terus menerus dijahati tokoh antagonisnya, itulah gambaran sinetron Indonesia yang kadang jauh dari akal sehat. Terus siaran-siaran settingan reality show yang mengharu biru tidak jelas juntrungannya.

Seorang warganet yang memiliki akun Twitter NurulWidiawati mencuitkan kalimat ini dengan memakai huruf kapital semua, tandanya kekesalannya mungkin sudah di ubun-ubun terhadap rencana KPI ini "GW BAYAR BUAT AKSES NETFLIX, TONG. LO URUSIN AJA TV LOKAL YG BUANYAK BGT SIARAN TIDAK MENDIDIK!" 

Seharusnya KPI lebih bijak menyikapi media digital ini bukan asal mengawasi dan kemudian akan memblocknya apabila ditemukan yang menurut KPI tidak sesuai kaidah-kaidah yang ada. Mindset KPI terhadap media digital itu harus disesuaikan dulu jangan asal mengawasi kemudian ngeblock, mereka itu bisa bermetamorfosis begitu cepat. Tentunya masih ingat bagaimana kesulitannya OJK mengawasi Pinjol ilegal walaupun sudah bekerjasama dengan Kemenkominfo.

Ada seribu satu cara yang bakal dilakukan oleh warganet untuk dapat mengakses media digital yang mereka sukai, ini teknologi bung, mindset pengawasan juga harus berubah, jangan pake cara-cara baheula, percuma tidak akan pernah berhasil.

Sumber.

Suara | Bisnis.com.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun