Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Poligami, dari Prespektif Anak Pelaku Poligami

9 Juli 2019   15:30 Diperbarui: 10 Juli 2019   21:03 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik tentang poligami ini rasanya tak pernah berhenti. Sekarang mulai ramai lagi diperbincangkan setelah DPRD Nangroe Aceh Darussalam berniat membuat Qonun atau aturan terkait poligami di wilayah NAD. 

Alasan mereka membuat Qonun poligami adalah untuk mencegah nikah siri, supaya dapat menjamin hak perempuan dan anak. Beleid tentang otonomi khusus Aceh memberi hak kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh untuk menyelaraskan regulasi perkawinan dengan syariat Islam.

Walaupun sudah ramai menjadi bahan perbincangan, qanun ini belum pernah didiskusikan dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Agama yang selama ini berwenang mengurus urusan pernikahan. 

Kementerian Agama menilai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sudah menjabarkan syarat rinci dan ketat bagi pria yang berminat untuk beristri lebih dari satu. 

Hal itu ditegaskan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah pada Direktorat Bina Masyarakat Islam di Kementerian Agama, Agus Salim. "Sudah jelas aturannya, kalau mau beristri dua harus laki-laki harus izin istri pertama. Aturan itu sudah dijalankan, terutama di kalangan PNS," ujar Agus kemarin(8/07/19) seperti yang dikutip dari bbc.com.

UU tentang perkawinan dibuat dengan asas monogami, namun bagi pria yang berniat atau memiliki keinginan untuk beristri lebih dari satu maka pasal 4 dalam UU tersebut telah mengatur hal tersebut. 

Pria yang ingin melakukan poligami harus mengajukan permohonan kepada pengadilan agama setempat dimana pria itu tinggal. Akan diberikan izin jika istri pertama tidak dapat menjalankan kewajiban, cacat badan atau menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan, serta tidak dapat melahirkan keturunan. 

Di pasal 5 diatur pula syarat-syaratnya, pertama pernikahan kedua pria tersebut harus berdasarkan ijin dari istri pertama. Kedua, Pria tersebut harus menjamin pemenuhan kebutuhan serta berlaku adil kepada seluruh istri dan anak-anaknya.

Nah, hal ini lah yang kemudian diklaim oleh Ketua Komisi VII DPRD Aceh, Musannif, bahwa UU Perkawinan tahun 1974 itu tidak mengatur secara rinci syarat-syarat berlaku adil sehingga ini bisa menjadi celah dan berdampak bagi  hak-hak perempuan dan anak-anak  keluarga poligami cenderung terabaikan. 

Draft Rancangan qanun hukum keluarga yang memuat aturan poligami, berbentuk  peraturan daerah ini disusun Dinas Syariat Islam Pemprov Aceh, dan prosesnya sudah berlangsung selama tiga bulan  aturan ini disusun untuk melindungi hak perempuan dan anak-anak Aceh. "Kami bukannya mau memberi cek kosong ke 'pria hidung belang', tapi justru agar mereka benar-benar adil, sehat lahir-batin, dan mampu secara ekonomi," ujar Musannif.  

Pembahasan qanun poligami kini terus bergulir. Di tengah pro-kontra, DPRD Aceh mengklaim terus berkonsulitasi dengan lembaga di tingkat pusat, termasuk kelompok masyarakat sipil di sektor perlindungan dan pemberdayaan perempuan. Dan sudah dapat dipastikan aturan ini tidak akan diberlakukan dalam waktu dekat. Rapat dengar pendapat pertama saja baru dilaksanakan pada Agustus nanti. masih panjang perjalanan agar rancangan ini menjadi peraturan. 

Sementara hiruk pikuk berlangsung, pro dan kontra ditinjau dari berbagai sudut pandang. Selama ini yang kencang bersuara terkait poligami ini yah pihak perempuan yang merasa terzalimi oleh tindakan poligami. Sebenarnya ada satu pihak lagi yang mungkin lebih banyak diam tidak bersuara padahal dia merupakan bagian yang paling berhak untuk mengutarakan hal ini. Anak dari para keluarga pelaku praktek poligami.

Apabila dapat memilih, maka setiap anak di dunia ini akan memilih dilahirkan di keluarga yang monogamis, harmonis, hangat, dan penuh kasih sayang. Keluarga yang demikian adalah dambaan dari setiap anak di dunia. 

Tapi sayangnya, anak tidak dapat memilih siapa yang akan menjadi orangtuanya. Saat mereka lahir, mereka harus menerima siapapun yang menjadi orangtua mereka. Termasuk saat mereka memiliki orangtua yang melakukan praktek poligami. 

Pengaruh besar praktek poligami terhadap perkembangan anak, akan dimulai pada saat si ayah mulai berniat menambah istri, karena otomatis perhatian terhadap keluarga akan mulai berkurang. dalam perjalanannya kondisi ini akan bertambah rumit manakala si Ibu mulai mencium gelagat sang suami. Pertengkaran demi pertengkaran pasti akan sering terjadi. 

Anak yang berada di tengah situasi ini pastinya akan merasa tidak bahagia dan cenderung tertekan, ibu yang seharusnya berada dalam posisi mampu menenangkan dan membuat nyaman anak, kondisinya juga sedang tidak memungkinkan untuk melakukan itu, karena dia pun sedang dihinggapi persoalan yang sama, akhirnya keutuhan perkembangan jiwa anak menjadi terdekontruksi.

Dan ini akan berpengaruh besar terhadap perkembangan jiwa anak di kemudian hari, taruhannya masa depan anak itu sendiri. Dalam suasana yang tidak harmonis akan sulit bagi seorang anak untuk bisa berkembang secara optimal. Proses pendidikan menjadi tidak efektif, dan efek paling ditakutkan adalah kepribadian anak berkembang kearah wujud yang tidak baik. 

Anak terkadang akan memanifestasikan ketidaknyamanannya dengan lebih sering bergaul di luar rumah sementara sang bapak sibuk dengan istri barunya, dan ibunya terkadang sibuk meratapi dirinya sendiri, atau bertindak sama dengan sering bepergian keluar rumah. 

Kondisi rumah seperti itu membuat anak tidak betah berada di rumah, hilangnya tokoh idola, kehilangan kepercayaan diri, berkembangnya sikap agresif dan permusuhan serta bentuk-bentuk penyimpangan yang lainnya. Keadaan itu akan makin parah apabila anak masuk dalam lingkungan pergaulan yang tidak baik. Besar kemungkinan pada gilirannya akan merembes ke dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas lagi. 

Kepada para pria yang hendak berniat untuk berpoligami cobalah berpikir baik-baik, apakah tindakan berpoligaminya itu membawa kemasalahatan terutama bagi keluarganya. 

Perkembangan jiwa seorang anak sangat dipengaruhi oleh keutuhan rumah tangga dimana anak itu tinggal. Dampak negatif bagi anak apabila berada dalam keluarga poligami, pertama mereka akan tumbuh dan berkembang dengan bimbingan dan pengawasan dari seorang ayah dengan sangat minimal, karena ayahnya harus berbagi waktu dengan keluarga lainnya. Potensi sang anak untuk bergerak kearah negatif menjadi lebih besar. 

Kedua, akan ternanam kebencian dari dalam diri anak itu secara tidak di sadari kepada ayahnya, karena anak itu merasa diperlakukan tidak adil seperti teman-temannya diperlakukan oleh ayahnya yang rumahtangganya monogamis dan harmonis. 

Ketiga, anak akan kehilangan percaya diri. Apabila teman-teman sepermainannya mulai mengetahui bahwa ayahnya melakukan poligami, maka kemungkina untuk dibully terkait kelakukan ayahnya menjadi sangat besar. 

Dan itu menimbulkan tekanan tersendiri bagi sang anak. yang akan membuat anak itu minder, dan hilanglah kepercayaan dirinya. Keempat, bisa menimbulkan trauma berkepanjangan bagi sang anak, terutama apabila anak itu perempuan. Melihat ibunya diperlakukan seperti itu mungkin anak itu kedepannya tidak lagi mempercayai institusi pernikahan. 

Jujur saya sih tidak melihat satu pun kebaikan dari poligami itu, terlepas dari diperbolehkan secara syariah agama Islam. Terlalu berat bagi manusia kebanyakan untuk berlaku adil seperti yang disyaratkan oleh Al Quran apabila mau berpoligami. Namun jika memang ada yang mau melakukannya yah silahkan saja.

Sumber:
abdulsofyan.blogspot.com
bbc.com 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun