Namun bagi daerah-daerah yang lain sangat mungkin hanya menikmati tetesan-tetesan yang tersisa sebagai wilayah penyangga. Tindakan rasional yang  perlu disusun dengan matang adalah  pembentukan beberapa faktor fundamental.Â
Minimal, faktor-faktor produksi dasar aktivitas ekonomi (misalnya kualitas infrastruktur, SDM, bahan baku, layanan permodalan, juga pusat keterampilan melalui pendidikan dan kesehatan) bisa disediakan oleh pemerintah daerah. Â
Ketiga, fenomena mudik bisa berdampak positif secara psikologis terhadap masyarakat di daerah. Bagi kalangan migran, mudik adalah sebuah simbol kesuksesan secara moral dan ekonomi di tanah perantauan. Karena dengan kemampuannya untuk melakukan mudik, perantau dapat dianggap sukses mengelola sebagian saving-nya.Â
Sayang nya justru simbol kesuksesan yang dinisiasi oleh para pemudik, cenderung disalah artikan oleh mereka menjadi sebuah keinginan untuk berurbanisasi,  bukan meras  terdorong memajukan daerahnya sendiri.  Efeknya urbanisasi makin masif terjadi, dan sebagian menjadi beban pihak lain.
Sudah saatnya bagi pemerintah daerah maupun desa untuk semakin membangkitkan jiwa nasionalismenya melalui jalur kebijakan pembangunan ekonomi masyarakatnya.Â
Jiwa-jiwa "parahita" (memperhatikan kesejahteraan orang lain) yang terbukti tumbuh subur selama aktivitas mudik selama ini, dapat dilanjutkan sebagai media modal sosial yang semakin kuat. Mudah-mudahan pemerataan kemenangan yang terjadi pada setiap Lebaran kemarin mampu kita pertahankan.
Sumber: Kemenkeu.go.id | BI.go.id | Kemenhub.go.id | feb.ub.ac.id | cnnindonesia.com | kontan.co.id | idntimes.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H