Esensi pertama, aktivitas mudik termasuk di dalamnya arus balik, akan menciptakan perputaran uang yang sangat besar dan serentak (velocity of money).Â
Ratusan triliun berputar dari kota ke kota, dari kota ke desa dari desa ke perkampungan kecil. Secara aggregat, value of money-nya tidak hanya berbentuk tunai, tetapi bisa juga berbentuk bahan makanan "oleh-oleh kota", baju baru, bahkan alat-alat elektronik, kendaraan roda dua atau empat, dan berbagai barang kebutuhan lainnya.Â
Bayangkan, menurut Kementerian Perhubungan potensi pemudik 2019 ini  di pulau Jawa saja, mencapai  18.29 juta orang pemudik diasumsikan masing-masing  menghabiskan uang sebesar antara Rp. 2,5 juta - 5 juta /orang  berarti akan terjadi transfer uang ke daerah antara Rp. 45, 725 triliun - Rp. 91,45 trliun.Â
Bahkan, apabila ditambahkan dengan unsur pemudik seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang membawa valuta asing hasil kerjanya berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun di luar negeri maka jumlahnya akan lebih besar lagi.
"Butuh effort yang lumayan besar untuk melayani pemudik ini. Keamanan dan kenyamanan menjadi prioritas pemerintah dalam mengawal pemudik pergi pulang. Jumlah pemudik di Indonesia pada tahun lalu 2018, menurut catatan Kementerian Perhubungan mencapai 18.603.081 orang. Angka tersebut tumbuh sekitar 2,44% jika dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 18.160.668 orang."
Dalam pendekatan teori ekonomi hal ini bisa dikategorikan sebagai redistribusi aset atau redistribusi kekayaan, yakni terjadinya perpindahan kekayaan (uang) dari satu daerah ke daerah lain atau dari satu individu ke individu lain.Â
Redistribusi aset dalam mudik lebaran bisa dibagi menjadi dua tipe pemudik. Tipe pertama pemudik sektor pekerja formal berpenghasilan tinggi, tipe kedua sektor pekerja informal yang berpenghasilan rendah, tipe ini biasanya terdiri dari pedagang baso, buruh bangunan, Asisten Rumah Tangga, Penjual Jamu, dan Pedagang Kaki Lima.Â
Kelompok ini biasa melakukan redistribusi ekonominya dengan cara membelanjakan uangnya untuk kebutuhan membetulkan tempat tinggalnya di kampungnya, membeli barang-barang elektronik, perhiasan emas, dan membeli berbagai kebutuhan pokok dalam jumlah besar, atau bahkan sebagian orang menginvestasikan uangnya untuk membangun usaha baru di kampungnya.Â
Tipe yang pertama, biasanya bekerja sebagai pegawai negeri, bankir, dokter, pengacara, Â karyawan swasta dan lain sebagainya. walaupun yang dibelanjakan relatif tidak jauh berbeda dengan tipe kedua mereka juga membagi-bagikan kepada sanak familinya dikampung, menyewa tukang cuci, sopir pribadi dan lainnya.
Dengan fakta tersebut diatas, tradisi mudik ternyata memang akan menciptkan redistribusi aset ekonomi dari kota-kota besar  ke kota yang lebih kecil dan seterusnya.Â
Hal ini bisa memberikan stimulan bagi aktivitas produktif masyarakat dan menumbuhkan perekonomian daerah. dalam titik tertentu, kondisi ini bisa pula membentuk kemandirian daerah, agar tidak selalu tergantung kepada pemerintah pusat.