Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pemilu 2019, Pemilu Pertama?

5 Mei 2019   10:46 Diperbarui: 5 Mei 2019   10:52 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Pemilihan Umum, KPU yang bentuknya seperti KPU hari ini sudah ada selepas reformasi tahun 1998. KPU pertama periode 1999-2001 dibentuk pada Thun 1999 berdasarkan KEPPRES  Nomer 16 Tahun 1999 beranggotakan 53 orang yang terdiri dari wakil partai politik dan pemerintah. 

KPU kedua  periode 2002-2007 dibentuk pada tahun 2001  berdasarkan KEPPRES Nomer 10 tahun 2001 beranggotakan 11 orang terdiri dari unsur akademisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 

KPU Ketiga periode 2007-2012 dibentuk setelah presiden mengeluarkan KEPPRES Nomer 101/p/2007 dan ini merupakan penyempurnaan dari KPU-KPU sebelumnya karena semua pihak sadar bahwa KPU merupakan  garda terdepan dari sebuah proses demokrasi yang bernama pemilu. 

Anggotanya terdiri 7 orang yang terdiri dari anggota  KPU Provinsi, akademisi, peneliti, dan birokrat. Dan KPU ketiga ini merupakan tonggak perubahan KPU menjadi lebih independen. Segala kelengkapan KPU ketiga ini diatur berdasarkan UU Nomer 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilu. 

Mulai Periode inilah angggotanya dipilih olleh DPR setelah pemerintah membentuk panitai seleksi yang anggotanya terdiri dari para akademisi. Diawasi oleh Bawaslu dan DKPP.

KPU keempat periode tahun 2012-2017 berdasarkan KEPPRES No 34/p/2012. Seperti periode ketiga anggotanya berjumlah 7 orang dengan mekanisme pemilihan anggota seperti periode ketiga sesuai UU nomer 22 tahun 2007. 

Begitupun KPU kelima periode 2017-2022 sebagai penyelenggara Pemilu 2019 ini yang dibentuk berdasarkan anggota terdiri dari 7 orang namun dengan dasar hukum baru yaitu UU Nomer  7 tahun 2017 yang merupakan pemyempurnaan dari  UU Pemilu sebelumnya agar KPU menjadi lebih independen dan memastikan bahwa penyelengggaraan pemilu lebih jujur dan adil dan disisi keserentakannya pemilu 2019 adalah pemilu serentak pertama yang sekaligus memilih Capres, DPRI-RI, DPRD Tingkat I, DPRD Tingkat II, dan DPD RI. Berbeda dari tahun sebelumnya yang pemilu legislatif dulu baru tiga bulan kemudian pemilihan presiden.

Dari uraian tersebut diatas artinya KPU itu bukan ujug-ujug dan pertama kali dibentuk sebagai penyelenggara pemilu di Indonesia, tapi eh tetiba ada pihak yang menyatakan seolah KPU itu bentukan politik dari petahana, hanya agar sang petahana bisa dipilih kembali dan KPU ini jadi semacam Media untuk memuluskan keterpilihannya kembali. 

Padahal KPU beserta segala perangkatnya dibentuk dan anggotanya dipilih hasil dari keputusan dan kesepakatan bersama dengan DPR yang didalamnya ada partai dari kedua pendukung. Capres. Berita yang tersebar melalui berbagai situs berita online yang menyatakan hal ini diucapkan Amin Rais pentolan BPN 02  "Saudaraku, KPU itu makhluk politik buatan pemerintah petahana," ucap Amien Rais, dalam konferensi pers yang diadakan di Seknas Pemenangan Prabowo-Sandi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu kemarin (4/5/2019). 

Upaya-upaya deligitimasi KPU terus dilancarkan oleh kubu 02 itu bahkan terjadi jauh sebelum 17 April 2019 hari pemungutan suara seolah KPU akan berbuat curang dan mengancam akan melakukan PEOPLE POWER, main aja belum udah nuduh curang, kan aneh!

Selain masalah KPU, Lembaga Survey  yang mengeluarkan hasil hitung cepat pun dipermasalahkan. Mereka menuduh Lembaga Survey itu memihak petahana, 01 hanya karena kebetulan angka hitung cepat itu yang unggul 01, metodeloginya dan sebaran samplenya dipertanyakan bahkan terakhir Lembaga-lembaga survey ini diadukan ke Bareskrim Polri dengan tuduhan membingungkan masyarakat. 

Sampai-sampai asosiasi yang menaungi Lembaga-Lembaga Survey it, PERSEPI mengadakan paparan untuk menerangkan teknis ilmu statistik yang dipakai dalam kegiatan hitung cepat ini, semua lembaga survey hadir dan memapatkan semuanya.

Lembaga survey bukan pertama kali ini melakukan kegiatan hitung cepat, tapi mulai dari tahun 2004 pemilu kedua pasca reformasi sudah melakukan kegiatan ini, dan setelah itu sudah lebih dari seribu kali melaksanakan hitung cepat dalam pilkada  diseluruh indonesia dan beberapa kali pemilu nasional, dan selama ini tidak ada masalah seperti ini. 

Dan yang lebih aneh ada beberpa partai pendukung 02  mempercayai hasil hitung cepat ini dalam pemilu legislatif yang menunjukan bahwa partai itu mendapatkan suara lebih banyak secara signifikan . Padahal metode, pelaksanaannya dilakukan sama semuanya. Ambigu.

Pemilu 2019 ini serasa menjadi pemilu pertama, hampir semua kelengkapan pelaksanaan pemilu dipertanyakan, padahal segala kelengkapan itu sudah ada jauh sebelum ada kubu-kubuan ini. 

Janganlah hanya karena merasa akan kalah kemudian narasi-narasi  mendeligitimasi hasil pemilu dibangun bahkan dengan ancaman People Power, dan meminta bawaslu untuk mendikualifikasi pasangan 01 dengan dalih telah terjadi kecurangan  terstruktur, sistematis dan masif. 

Kecurangan memang terjadi dari kedua belah pihak dan itu dilakukan secara sporadis saja. Bawaslu sudah menyatakan belum ditemukan  "Sampai hari ini belum, sampai hari ini belum (ada). Yang khusus laporan dugaan TSM belum ada," ujar Abhan di Kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (2/5/2019. 

Apabila pihak 02 memang benar memiliki bukti-bukti kecurangan TSM ajukan saja ke bawaslu dan apabila masih belum puas bawa ke Mahkamah Konstitusi (MK)angan menggiring opini publik yang akan menimbulkan polarisasi yang telah terjadi sejak dari 2014 lalu menjadi lebih tajam, dan menimbulkan konflik antara dua pendukung. 

Pemilu dan kekuasaan hanyalah sebuah alat berdemokrasi yang memiliki tujuan akhir kesejahteraan rakyat Indonesia, kesejateraan akan terbangun bilamana kita bisa bersatu. Jangan hanya karena keinginannya tidak terpenuhi rakyat dikorbankan. 

SUMBER:

wikipedia.org
kompas.com
tribunnews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun