kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, Rp8.160,65 untuk 1 Dollar AS seperti yang ditampilkan oleh mesin pencari Google pada Minggu, 1 Februari 2025 siang hingga malam, membuktikan bahwa "si mbah Google" yang selama ini dianggap sebagai penguasa kebenaran, ternyata bisa salah juga.
GegerSudah pasti salah, karena pada saat bersamaan ketika kita mencari berbagai sumber informasi lain seperti Investing.com  menunjukan kurs Rupiah terhadap Dollar AS berada di level Rp16.290.
Data Bank Indonesia, pada hari yang sama menunjukan kurs Rupiah terhadap Dollar AS ada di level Rp16.310 per Dollar AS.
Secara logika, dengan sedikit saja pengetahuan tentang ekonomi, agak sulit menerima kurs mata uang sebuah negara berbanding dengan Dollar AS bisa menguat seekstrim itu tanpa, didukung oleh informasi ekonomi yang sangat material.
Atau tiba-tiba, Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia mengubah sistem nilai tukar mata uangnya, menjadi sistem nilai tukar tetap (fixed exchange system) dari sebelumnya menganut sistem mengambang bebas (free float exchange rate system).
Dan menetapkan Rp8.000 per Dollar AS, sebagai titik jangkarnya, untuk selanjutnya menahan kurs rupiah terhadap Dollar AS di level itu at all cost.
Dua hal yang faktanya tak pernah terjadi. Jika kita telusuri secara seksama diberbagai kanal informasi yang ada,tak ada satu sumber informasi ekonomi atau politik yang menunjukan hal material  atau informasi pasar apapun yang memungkinkan pergerakan kurs Rupiah terhadap Dollar AS bisa menguat begitu tajam, dari sekitar Rp16.000-an ke level Rp8.000-an.
Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas
Apabila sebuah negara menganut sistem nilai tukar mengambang bebas seperti Indonesia, maka pergerakan nilai tukarnya ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan Pasar.
Semakin tinggi permintaan terhadap mata uang tersebut, maka nilai tukarnya akan cenderung naik atau dalam dunia forex biasa disebut apresiasi.
Sebaliknya, jika penawaran mata uang tersebut tinggi yang artinya banyak pihak yang tak ingin memegang mata uang tersebut karena berbagai alasan, maka nilai tukar mata uang negara bersangkutan akan cenderung melemah atau depresiasi.
Posisi permintaan dan penawaran tersebut menurut Investopedia, didorong oleh beberapa hal, diantaranya, tingkat suku bunga, kondisi ekonomi sebuah negara, tingkat inflasi, kondisi ekspor dan impor, investasi asing, stabilitas politik dan ekonomi negara tersebut, serta spekulasi pasar.
Sistem Nilai Tukar Tetap
Berbeda dengan sistem mengambang bebas, sistem nilai tukar tetap adalah sistem di mana nilai tukar mata uang suatu negara dipatok atau diikat pada nilai mata uang negara lain, biasanya mata uang negara besar seperti Dolar AS atau pada sejumlah komoditas tertentu,seperti emas, misalnya
Dalam sistem ini, pemerintah atau bank sentral memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan dan mempertahankan nilai tukar mata uangnya pada tingkat yang telah ditentukan.
Ketika suatu negara menganut sistem nilai tukar tetap, pemerintah atau bank sentralnya akan secara aktif melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menjaga nilai tukar mata uangnya tetap pada level yang diinginkan.Â
Jika permintaan terhadap mata uang tersebut meningkat, bank sentral akan menjual mata uang cadangan yang dimilikinya untuk meningkatkan pasokan mata uang yang dipatok, sehingga nilai tukarnya tetap stabil.Â
Sebaliknya, jika penawaran mata uang tersebut meningkat, bank sentral akan membeli mata uang yang dipatok dengan mata uang cadangan untuk meningkatkan permintaan, sehingga nilai tukarnya tetap terjaga.
Konfirmasi Google dan Bank Indonesia
Menyikapi kehebohan  yang sempat menjadi trending topic di platform media sosial X ini membuat BI besuara.
Melalui Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Deny Prakoso seperti dilansir Kompas.Com, menerangkan  bahwa nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS seperti yang tertera di Google, hari Minggu (01/02/2025) kemarin merupakan level kurs yang bukan sebenarnya.
Sementara itu, kesalahan informasi nilai tukar Rupiah di Google Search diakui juga  oleh Google berasal dari data yang mereka terima dari pihak ketiga.Â
Google pun telah bertindak dengan menghubungi pihak ketiga tersebut agar kesalahan tersebut dapat segera diatasi.
Penutup
Urusan "Error Google" yang sempat viral ini menjadi pengingat pentingnya untuk selalu waspada dan tidak mudah percaya pada satu sumber informasi saja, apalagi jika informasi tersebut tampak tidak masuk akal. Kita sebagai konsumen informasi harus selalu kritis dan melakukan cross-check dari berbagai sumber yang kredibel, terutama terkait dengan data-data ekonomi dan keuangan.
Selain itu, kejadian ini juga menyoroti pentingnya literasi keuangan bagi masyarakat. Pemahaman yang baik tentang bagaimana nilai tukar mata uang bekerja, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia akan membantu kita untuk lebih bijak dalam menyikapi informasi dan mengambil keputusan keuangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI