Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Jerat Doping Membelit Dunia Tenis, Iga Swiatek dan Jannik Sinner Positif Doping

2 Desember 2024   11:38 Diperbarui: 3 Desember 2024   10:38 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doping Membelit Dunia Tenis | Getty Images via BBC.com

Setelah lama tak terdengar lagi kasus doping yang melibatkan para atlet kelas atas dunia. Dunia olahraga dikagetkan dengan pengakuan Iga Swiatek petenis putri nomor dua dunia yang mendapat hasil positif doping.

Tak hanya Iga, petenis putra nomor 1 dunia, Jannik Sinner mengalami hal serupa.

Iga Swiatek

Skysport.com
Skysport.com
Menurut pengakuan, Swiatek seperti dilansir Kompas.id, peristiwa yang ia anggap sebagai momen terburuk dalam karirnya tersebut terjadi direntang waktu Agustus 2024 hingga akhir Oktober tahun yang sama.

Saat itu ia melakukan tes antidoping di luar kompetisi pada 12 Agustus 2024, pasca Olimpiade Paris 2024, menjelang Turnamen WTA 1.000 Cincinatti.

Hasil tesnya menunjukan terdapat zat yang masuk dalam kualifikasi doping berkadar rendah di urine Swiatek dengan jenis trimetazidine (TMZ).

Badan Integritas Tenis Internasional (ITIA), mengungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh kontaminasi obat yang mengandung melatonin tanpa resep produk dan dijual di Polandia, negara asal Swiatek.

Menurut pengakuan Swiatek obat tersebut dikonsumsi untuk mengatasi efek dari jetlag  dan masalah tidur.

Alasan tersebut, selain kadar TMZ -nya yang memang sangat rendah menjadikan tingkat kesalahan Swiatek oleh ITIA dinilai berada di ujung paling rendah dari standar yang ada, sehingga bisa dianggap kelalaian atau kesalahan yang tidak disengaja dan signifikan.

Alhasil, setelah menjalani proses yang cukup panjang mulai dari bulan September 2024, ia di skors dalam waktu cukup pendek, hanya 1 bulan.

Oleh karenanya, ia absen di tiga turnamen WTA yang berlangsung antara bulan September-Oktober 2024, Korea Open, China Open, dan Wuhan Open.

Jannik Sinner

BBC.com
BBC.com
Sementara, petenis putra nomor wahid asal Italia, Jannik Sinner terkena kasus doping, setelah hasil tesnya yang dilakukan bulan Maret 2024 dinyatakan positif doping, dalam tubuhnya didapati ada zat anabolic steroid yang digolongkan di level paling atas doping, karena dapat menambah endurance seorang atlet.

Namun, setelah ITIA melakukan penyelidikan mendalam ternyata anabolic steroid yang ditemukan dalam kadar yang sangat rendah tersebut, masuk ke dalam tubuh Sinner secara tidak disengaja, akibat krim pijat yang digunakan anggota timnya dan bukan dianggap sebagai kesalahan 

Oleh karenanya, Sinner tak menerima sanksi apapun, ia tetap berlaga, termasuk menjadi juara di Turnamen ATP Master Miami.

Sikap Publik Tenis Dunia

Tentu saja perlakuan yang oleh sebagian pengamat tenis dunia sesuatu yang istimewa ini, menuai banyak kecaman, pro dan kontra.

Mereka membandingkan kasus doping Swiatek dan Sinner tersebut dengan kasus yang menimpa petenis putri asal Rumania Simona Halep, yang diskorsing hingga 4 tahun pada tahun 2002 akibat doping.

Padahal, Halep pun mengklaim bahwa zat terlarang tersebut masuk ke tubuhnya lantaran kontaminasi supplemen, seperti halnya Swiatek dan Sinner.

Meskipun kemudian banding Halep ke badan arbitrase olahraga (CAS) berhasil mengurangi sanksi skorsingnya menjadi 9 bulan.

Terkait kasus doping ini, Badan Anti Doping Dunia (WADA) mengajukan banding terhadap putusan ITIA bagi Sinner dan Swiatek ke CAS.

WADA berharap kedua petenis tersebut setidaknya bisa dikenakan dua tahun sanksi skorsing..

Meskipun WADA menyadari bisa saja pengakuan ditemukannya zat doping dalam tubuh kedua petenis itu, memang benar berasal dari kontaminasi, hanya karena teknologi pengujian yang semakin canggih membuat serendah apapun zat terlarang itu yang bahkan tidak berpengaruh terhadap tubuh, menjadi terdeteksi.

Penutup

Well, terlepas dari perdebatan tersebut, doping merupakan salah satu "kejahatan" paling buruk dalam dunia olahraga selain pengaturan skor atau hasil pertandingan, serupa dengan praktik plagiat dalam dunia akademis dan kepenulisan.

Oleh sebab itu, sudah sewajarnya siapapun yang melakukannya harus dikenakan sanksi. Namun, ketika tidak ada intensi untuk melakukannya, tapi ditemukan zat doping dalam tubuh sang atlet dengan kadar yang sangat minimal. Mungkin WADA atau lembaga anti doping lainnya perlu duduk bersama untuk mengatur standarnya lebih rigid lagi, jadi mereka bisa menguji klaim yang disampaikam atlet terduga melanggar anti doping secara komprehensif dan akurat.

Harus diingat, dampak doping tidak hanya merusak integritas olahraga, tetapi juga kesehatan atlet itu sendiri.

Penggunaan zat-zat terlarang dapat menyebabkan kerusakan organ, gangguan hormonal, hingga kematian. Selain itu, doping juga merugikan atlet lain yang bermain secara fair dan sportif. 

Mereka kehilangan kesempatan untuk meraih prestasi karena harus bersaing dengan atlet yang mendapat keuntungan tidak wajar.

Secara keseluruhan, doping merupakan masalah kompleks yang membutuhkan solusi komprehensif. 

Membangun budaya olahraga yang menjunjung tinggi nilai-nilai fair play dan sportivitas adalah kunci untuk mengatasi masalah ini. Hanya dengan cara ini, kita dapat menciptakan dunia olahraga yang lebih bersih dan adil bagi semua atlet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun