Tak ada yang bisa membantah, bahwa penunjukan menteri, wakil menteri,dan kepala badan merupakan hak prerogatif presiden, seperti yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Dasar 1945.
Hak prerogatif presiden meliputi keputusan strategis yang dapat diambil tanpa proses legislasi di parlemen, seperti penunjukan menteri dan pejabat tinggi lainya termasuk wamen, kepala badan, Â duta besar, hingga membeikan grasi dan abolisi.
Jadi penunjukan menteri, wamen,atau kepala badan seperti yang saat ini prosesnya sedang dilaksanakan Pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto, berapapun jumlahnya dan siapa individu yang ditunjuknya semata-mata kewenangan Beliau sebagai presiden.
Hingga, 16 Oktober 2024 kemarin, sudah ada 108 orang calon menteri, wamen, dan kepala lembaga tinggi setingkat menteri  yang hampir dapat dipasikan akan mengisi jajaran pejabat tinggi negara, anggota kabinet Prabowo-Gibran.
Angka 108 orang dalam sebuah kabinet pemerintahan ini, merupakan yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia, setelah Kabinet 100 Menteri di ujung era Pemerintahan Presiden Sukarno pada tahun 1966.
Angka 108 ini, diluar pejabat tinggi, di Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kepolisian, TNI, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan, dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, yang jumlah keseluruhannya mungkin mencapai ratusan juga.
Di Indonesia setiap pejabat negara selalu dilengkapi protokol lengkap dengan 'dayang-dayangnya' yang jumlahnya bervariasi tapi paling tidak ada sekitar 5 staf atau bisa jadi lebih, yang melayaninya, mulai dari sopir, ajudan, hingga staf kesekretariatannya.
Katakanlah ada sekitar 1.000 pejabat, dengan rata-rata 5 orang staf yang melayaninya, berarti ada sekitar 5.000 pegawai yang gajinya berasal dari uang pajak rakyat didedikasikan khususnya untuk melayani pejabat, yang jargonnya disebut "pelayan rakyat"
Aneh kan ?
Tentu tidak, karena ketika sudah menjadi pejabat tinggi, kalau melihat fakta di lapangan, rakyat lah yang menjadi pelayan mereka. Priviledge sangat,besar, bahkan untuk sekedar pintu masuk dan kursi saja dibedakan, mana untuk kalangan rakyat jelata, mana untuk para pejabat yang ngakunya "pelayan rakyat'
Belum lagi jika bicara iring-iringan kendaraannya, berdasarkan pengamatan saya, bisa dikoreksi kok kalau salah, satu pejabat tinggi diiringi minimal unit 2 unit motor pembuka jalan, 1 mobil didepan dan 1 mobil di belakang mobil yang ditumpangi pejabat tinggi bersangkutan.