Badan Penerimaan Negara (BPN), di era Pemerintahan baru Prabowo-Gibran, seperti yang disarankan tim ekonomi Prabowo, dipastikan sirna.
Rencana dipecahnya Kementerian Keuangan, yang memisahkan Direktorat Jenederal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjadiSri Mulyani Indrawati yang kembali akan menjabat sebagai Menteri Keuangan di Pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto, menegaskan hal itu, "Enggak ada, Kemenkeu masih satu," katanya. Seperti dilansir Kumparan.com. Senin (14/10/2024), kemarin,
Padahal sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra  menyampaikan bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah mengantongi nama calon menteri untuk lembaga negara baru tersebut.
"Ada Asta Cita ke-8 itu Badan Penerimaan Negara, itu jadi Kementerian Penerimaan Negara. Menterinya sudah ada," ucap adik Prabowo itu, seperti dilansir CNNIndonesia. Selasa (08/10/2024)Â
Tadinya,mereka berharap pembentukan BPN diperlukan untuk mengerek rasio penerimaan negara Indonesia menjadi 23 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), guna mengejar rata-rata pertumbuhan ekonomi di kisaran 7-8 persen dalam 3 tahun mendatang.
Namun, mungkin Sri Mulyani dengan pengalamannya yang cukup panjang  sebagai Menkeu di dua era kepemimpinan nasional yang berbeda dan berhasil membawa Indonesia melewati beberapa krisis, berhasil meyakinkan Prabowo, tanpa dipisahkan menjadi BPN sekalipun.Ia punya kiat tertentu agar penerimaan negara bisa digenjot sedemikian rupa untuk mengejar rasio penerimaan negara Indonesia menjadi 23 persen terhadap PDB, seperti yang dinginkan Prabowo.
Atau bisa jadi salah satu butir kesepakatan Sri Mulyani untuk masuk ke dalam Kabinet Prabowo-Gibran adalah tetap satunya Kemenkeu,sebagai pengelola fiskal negara baik dari sisi penerimaan maupun pos pengeluarannya.
Secara logika, ketika fungsi penerimaan dan belanja negara berada dalam kordinasi satu insitusi yang sama, pengelolaannya akan lebih mudah dan cepat,karena seperti kita tahu dalam penyusunan rancangan APBN perumusannya ada di bawah kendali Kemenkeu.
Selain itu, pemisahan DJP dan bea cukai dari Kemenkeu untuk kemudian bersalin rupa menjadi BPN, membutuhkan waktu yang lumayan panjang dan biaya infrastruktur dan teknis yang tidak sedikit.
Meskipun, bukan berarti pemisahan ini tak berpotensi memberikan dampak positif dalam menaikan penerimaan negara. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, sisi positif dari penggabungan ini adalah lembaga yang baru punya otoritas sendiri.Â
"Plusnya otoritasnya sendiri, target pajaknya dan sebagainya itu memang bisa bertanggung jawab presiden. Urusan kebijakan dan sebagainya presiden nanti yang kemudian memerintahkan ke Kementerian Keuangan kalau belanja dan sebagainya duitnya ada nggak," terangnya. seperti yang saya kutip dari ikpi.or.id.