Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sri Mulyani Menteri Keuangan Kabinet Prabowo-Gibran, Badan Penerimaan Negara Batal

15 Oktober 2024   06:31 Diperbarui: 15 Oktober 2024   07:52 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rencana dipecahnya Kementerian Keuangan, yang memisahkan Direktorat Jenederal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjadi Badan Penerimaan Negara (BPN), di era Pemerintahan baru Prabowo-Gibran, seperti yang disarankan tim ekonomi Prabowo, dipastikan sirna.

Sri Mulyani Indrawati yang kembali akan menjabat sebagai Menteri Keuangan di Pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto, menegaskan hal itu, "Enggak ada, Kemenkeu masih satu," katanya. Seperti dilansir Kumparan.com. Senin (14/10/2024), kemarin,

Padahal sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra  menyampaikan bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah mengantongi nama calon menteri untuk lembaga negara baru tersebut.

"Ada Asta Cita ke-8 itu Badan Penerimaan Negara, itu jadi Kementerian Penerimaan Negara. Menterinya sudah ada," ucap adik Prabowo itu, seperti dilansir CNNIndonesia. Selasa (08/10/2024) 

Tadinya,mereka berharap pembentukan BPN diperlukan untuk mengerek rasio penerimaan negara Indonesia menjadi 23 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), guna mengejar rata-rata pertumbuhan ekonomi di kisaran 7-8 persen dalam 3 tahun mendatang.

Namun, mungkin Sri Mulyani dengan pengalamannya yang cukup panjang  sebagai Menkeu di dua era kepemimpinan nasional yang berbeda dan berhasil membawa Indonesia melewati beberapa krisis, berhasil meyakinkan Prabowo, tanpa dipisahkan menjadi BPN sekalipun.Ia punya kiat tertentu agar penerimaan negara bisa digenjot sedemikian rupa untuk mengejar rasio penerimaan negara Indonesia menjadi 23 persen terhadap PDB, seperti yang dinginkan Prabowo.

Atau bisa jadi salah satu butir kesepakatan Sri Mulyani untuk masuk ke dalam Kabinet Prabowo-Gibran adalah tetap satunya Kemenkeu,sebagai pengelola fiskal negara baik dari sisi penerimaan maupun pos pengeluarannya.

Secara logika, ketika fungsi penerimaan dan belanja negara berada dalam kordinasi satu insitusi yang sama, pengelolaannya akan lebih mudah dan cepat,karena seperti kita tahu dalam penyusunan rancangan APBN perumusannya ada di bawah kendali Kemenkeu.

Selain itu, pemisahan DJP dan bea cukai dari Kemenkeu untuk kemudian bersalin rupa menjadi BPN, membutuhkan waktu yang lumayan panjang dan biaya infrastruktur dan teknis yang tidak sedikit.

Meskipun, bukan berarti pemisahan ini tak berpotensi memberikan dampak positif dalam menaikan penerimaan negara. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, sisi positif dari penggabungan ini adalah lembaga yang baru punya otoritas sendiri. 

"Plusnya otoritasnya sendiri, target pajaknya dan sebagainya itu memang bisa bertanggung jawab presiden. Urusan kebijakan dan sebagainya presiden nanti yang kemudian memerintahkan ke Kementerian Keuangan kalau belanja dan sebagainya duitnya ada nggak," terangnya. seperti yang saya kutip dari ikpi.or.id.

Namun sisi positif ini bisa saja sia-sia jika dalam pembentukannya tak dibarengi dengan penambahan jumlah personalia yang cakap dan berintegritas, serta peningkatan penggunaan teknologi agar upaya pengumpulan pajak,bea dan cukai menjadi lebih efektif dan efesien, tanpa bocor-bocor.

Memang Kemenkeu di bawah Sri Mulyani masih belum sempurna, terutama di sisi penerimaannya yang perlu terus ditingkatkan, kebocoran masih terjadi di sana sini, seperti dari sektor kelapa sawit yang menurut Hashim jumlah lebih dari Rp300 triliun, tapi paling tidak pathway-nya dilihat Prabowo sudah cukup baik dan berada dijalur yang benar, meski harus diperbaiki di sana sini- nya itu,yang lumayan banyak.

Mungkin, karena melihat keseriusan, profesionalitas, dan integritas Sri Mulyani dalam memimpin Kemenkeu selama kurang lebih 13 tahun melewati dua masa kepresidenan, Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono, makanya Presiden terpilih Prabowo Subianto, akhirnya kembali menunjuk  Sri Mulyani sebagai Menkeu, meskipun harus mengorbankan salah satu program kerjanya memisahkan DJP  dan Bea Cukai dari Kemenkeu menjadi BPN.

Untuk mengukur secara valid, tepat atau tidaknya Presiden terpilih Prabowo, menunjuk Sri Mulyani Indrawati kembali sebagai Menkeu, sekaligus membatalkan pembentukan BPN, adalah dengan melihat reaksi pasar dalam beberapa hari ke depan.

So kita lihat bersama, bagaimana pasar menyikapi keputusan tersebut

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun