Maka sekarang  kita bisa membeli emas seberat 20 gram dengan harapan harga jualnya 5 tahun mendatang cukup untuk membiayai masuk kuliah anak kita.
Namun demikian, dalam kondisi normal, emas memiliki beberapa keterbatasan, antara lain kenaikan harga emas tak terlalu tinggi dibanding instrumen investasi lain, cenderung fluktuatif dalam jangka pendek meski relatif stabil untuk jangka panjang.
Selain itu, dengan memiliki emas kita harus menyiapkan tempat penyimpanannya agar aman dan itu membutuhkan penanganan tersendiri. Emas juga tidak memberi pemasukan berkala, seperti imbal hasil atau deviden.Â
Berbeda dengan SBN ritel, instrumen investasi ini jelas bisa menjadi passive income bagi investornya. Secara rutin setiap bulan Pemerintah membayarkan imbal hasilnya ke rekening kita.
Imbal hasilnya pun cukup bersaing lah dengan kenaikan harga emas, dalam kondisi normal. Dan tak perlu mengkhawatirkan cara menyimpannya karena SBN ritel tersimpan dalam bentuk digital dengan sistem yang sudah teruji keandalannya
Properti
Selain emas, properti adalah instrumen investasi yang cukup populer di masyarakat kita. Mungkin kita sering mendengar "tenang saja mana ada sih harga tanah atau rumah yang nilainya turun di masa mendatang"
Padahal faktanya, ya tak sepenuhnya juga seperti itu. Mungkin pomeo tadi berlaku jika lokasi propertinya di tempat strategis, kalau di pinggiran yang susah akses, ya sulit juga naik harganya.
Properti memang bisa menghasilkan income tambahan secara berkala dengan cara menyewakannya, atau bisa juga diajukan sebagai agunan ke bank jika kita membutuhkan uang untuk kebutuhan tertentu.
Namun sayangnya, properti itu tidak likuid. Tidak mudah mencairkannya menjadi uang, jika kita butuh uang mendadak.
Belum lagi jika kita berbicara masalah pemeliharaannya yang bisa jadi sangat mahal. Andai pun disewakan, berpotensi menghadapu penyewa bermasalah atau tak ada penyewa.
Dan yang terpenting untuk berinvestasi di sebuah properti, membutuhkan uang yang sangat besar.