Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketika Candu Kuasa Menjadi Racun Demokrasi

24 Agustus 2024   06:55 Diperbarui: 24 Agustus 2024   06:55 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik senyum yang terlihat tulus dan tutur kata yang santun, tersimpan ambisi yang membara, seperti bara api yang tersembunyi di bawah lapisan abu yang dingin.

Ada kalanya, kesederhanaan dan ketulusan hanyalah topeng yang menutupi dahaga akan kuasa. Inilah candu kuasa yang paling licik, yang mampu menipu bahkan mereka yang paling waspada.

Hadir dalam sosok pemimpin yang rendah hati, yang menolak kemewahan dan menjunjung kesederhanaan. Ia berbicara tentang pengabdian, tentang kerelaan berkorban demi kepentingan rakyat. Ia menitikkan air mata saat mendengar penderitaan rakyatnya, ia merangkul mereka dengan hangat, seolah-olah mereka adalah keluarganya sendiri. Namun, di balik semua itu, tersimpan hasrat yang tak terpuaskan akan kekuasaan, diperkuat oleh keinginan untuk menempatkan keluarga dan kroni-kroninya di posisi strategis, terlepas dari kompetensi mereka.

Setiap tindakannya, setiap keputusannya, diarahkan untuk memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan dan melanggengkan dinasti kekuasaannya. Ia mungkin tak menginginkan harta atau tahta secara langsung, namun ia mendambakan pengakuan dan membangun warisan kekuasaan yang abadi melalui keluarganya

Candu kuasa ini begitu berbahaya, karena ia mampu membutakan mata dan menulikan telinga. Ia membuat orang lupa akan ambisi yang tersembunyi di balik topeng ketulusan, dan praktik politik dinasti yang merajalela. 

Ia menipu rakyat dengan janji-janji manis, ia membuai mereka dengan tindakan kamuflase seolah ketulusan menjadi arahnya, ia membuat mereka percaya bahwa ia adalah seorang penyelamat sejati.

Namun, pada akhirnya, ia hanya akan menggunakan mereka dan kita semua untuk mencapai tujuannya sendiri, demi memuaskan dahaganya akan kuasa dan membangun dinasti kekuasaannya.

Maka, mari kita waspada, jangan mudah tertipu oleh penampilan luar yang seolah tulus dan sederhana. Mari kita belajar melihat lebih dalam, mengenali motif tersembunyi di balik setiap tindakan, dan berani melawan praktik politik dinasti yang merusak.

Candu kuasa dan dinasti kekuasaan adalah racun yang perlahan meracuni demokrasi. Kita harus menjadi penawar, bukan korban. Kita harus berani bersuara, melawan arus, dan menuntut akuntabilitas. Karena jika tidak, kita semua akan terjerumus dalam pusaran kekuasaan yang tak berujung dan nepotisme yang merugikan kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun