Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Di Tengah Dehidrasi Likuiditas, SR021 Bisa Menjadi Oase Investasi yang Menyegarkan

15 Agustus 2024   09:59 Diperbarui: 15 Agustus 2024   10:12 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bunga tinggi SRBI ditenggarai masih menjadi daya tarik utama para investor masuk ke instrumen yang dihadirkan BI untuk menarik dana asing demi stabilitas Rupiah ini.

Perbankan dan pelaku jasa keuangan non-bank semakin banyak menggeser portofolio likuiditasnya ke SRBI dari tadinya di SBN. Menurut data terbaru yang dilaporkan BI, selama Juli 2024, kepemilikan SBN oleh perbankan terus mengalami penurunan. Pada akhir Juli 2024, portofolio bank di SBN tersisa Rp1.119,94 triliun, padahal pada akhir Agustus 2023 masih berada di angka Rp1.714,49 triliun.

Bloomberg Technoz
Bloomberg Technoz
Artinya setelah penerbitan SRBI, kepemilikan SBN oleh pihak perbankan tergerus sebesar Rp523,55 triliun. Tidak berlebihan, jika kemudian ada dugaan, bahwa dana bank di SBN berpindah ke SRBI mengingat sekarang ini posisi dana bank yang dibenamkan di instrumen moneter telah menembus angka Rp537,66 triliun.

Tak hanya SBN, produk keuangan lain pun seperti saham dan reksadana mulai letih bertarung dengan SRBI yang memberikan bunga yang jauh lebih tinggi dengan tingkat keamanan yang nyaris sempurna. 

Meskipun dalam tiga lelang terakhir Bank Indonesia terus memangkas bunganya, per 31 Juli 2024 bunga SRBI bertenor 12 bulan menjadi sebesar 7,23 persen, turun cukup banyak dibanding awal Juli yang menyentuh level tertinggi di 7,53 persen.

Tak heran jika kemudian sejumlah pengamat dan praktisi keuangan berpendapat bahwa SRBI dengan segala keunggulannya dibandingkan instrumen keuangan lain memicu crowding out effect dan keketatan, sehingga membuat likuiditas pasar keuangan domestik dehidrasi.

Crowding out effect adalah istilah yang menggambarkan terserapnya dana yang beredar di pasar keuangan ke salah satu instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau otoritas keuangan lainnya, sehingga likuiditas sulit digapai oleh pelaku pasar keuangan.

Walaupun kemudian, isu ini dibantah oleh Bank Indonesia, seperti diungkapkan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, 

"Apakah terjadi crowding out? jawabannya tidak. Dari sisi SRBI dan SBN, baik dari suku bunga dan juga lelangnya SBN untuk pembiayaan fiskal," ujarnya, seperti dilansir CNBCIndonesia.com. 

Perry juga menekankan, keberadaan SRBI dengan yield tinggi itu juga tak menyebabkan pengetatan likuiditas. Sebab, likuiditas perbankan masih tinggi, tergambar dari data rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tercatat tinggi sebesar 25,36%.

Terlepas dari itu, satu hal yang akan berpengaruh terhadap penerbitan SBN ritel adalah Surat Edaran BI bernomor 26/3/DGS-DPMA/Srt/B yang diterbitkan 24 Juli 2024 lalu yang menghimbau bank agar tak melakukan mobilisasi dana pihak ketiga (DPK) dan tidak memasarkan SRBI secara langsung kepada nasabah ritel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun